Menuju konten utama

Gapmmi Sebut Tak Ada Unsur Politik dari Terbitnya PP Impor Garam

Menurut Adhi, pertimbangan pemerintah murni karena permintaan dari pelaku industri yang sangat membutuhkan garam dengan kualitas tinggi.

Gapmmi Sebut Tak Ada Unsur Politik dari Terbitnya PP Impor Garam
Seorang petani memanen garam pada lahannya di Kawasan Penggaraman Talise, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (10/3). ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah.

tirto.id - Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) terkait pengalihan kewenangan tentang pemberian rekomendasi impor garam dari yang semula berada di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjadi kewenangan Kementerian Perindustrian (Kemenperin).

Regulasi tersebut tercantum dalam PP No.9/2018 tentang Tata Cara Pengendalian Impor Komoditas Perikanan dan Komoditas Pergaraman Sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri.

Menanggapi hal itu, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi) tidak melihat adanya indikasi kepentingan politik dalam keputusan Jokowi tersebut. Ketua Gapmmi, Adhi S. Lukman menilai regulasi tersebut dikeluarkan Presiden Jokowi atas dasar perhitungan ekonomi.

"Saya tidak melihat ada indikasi politik. Gara-gara politik harus dikeluarkan PP ini. Saya sangat yakin ini murni karena ekonomi," ujar Adhi di Kementerian Perindustrian Jakarta, Selasa (20/3/2018).

Pertimbangan pemerintah, menurut dia, adalah murni karena permintaan dari pelaku industri yang sangat membutuhkan garam dengan kualitas tinggi, yaitu kadar NaCl sekitar 97 persen. Kriteria tersebut belum bisa dipenuhi oleh garam lokal karena kadar NaCl baru berkisar 94 persen.

Ia pun menjamin bahwa para anggotanya tidak akan memanipulasi kebutuhan garam impor. Pasalnya, Gapmmi memiliki data kebutuhan garam yang valid di setiap perusahaan.

"Gapmmi itu punya data kebutuhan per perusahaan berapa dan tidak ngarang-ngarang melebih-lebihkan," ucap Adhi.

Selain itu, data kebutuhan garam industri juga diverifikasi oleh Kementerian Perindustrian. "Bahkan beberapa tahun yang lalu pernah diverifikasi Sucofindo dan sudah jelas, makanya kalau garam ini sebenarnya data kebutuhan itu sudah sangat jelas sekali. Tidak ada kira-kira, tidak ada rekayasa," terang Adhi.

PP No. 9/2018 merupakan gabungan antara Undang-undang No. 7/2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam dan Undang-undang No. 3/2014 tentang Perindustrian.

Dalam Pasal 37 Ayat (3) UU No 7/2016 menyebutkan menteri terkait harus mendapatkan rekomendasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman.

Namun, dengan terbitnya PP No.9 ini, secara garis besar akan menyerahkan wewenang rekomendasi impor garam industri dan komoditas perikanan kepada Kemenperin.

Sementara untuk keputusan persetujuan impor komoditas perikanan dan pergaraman tetap menjadi kewenangan Kementerian Perdagangan. Hal itu tertuang dalam Pasal 6.

PP ini dibuat untuk menengahi perdebatan alot mengenai jumlah kebutuhan impor garam untuk industri. Kementerian Perindustrian merekomendasikan impor sebanyak 3,7 juta ton. Sementara, Kementerian Kelautan dan Perikanan mengajukan rekomendasi impor sebanyak 2,1 juta ton dengan mempertimbangkan potensi produksi garam lokal.

Baca juga artikel terkait IMPOR GARAM atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Alexander Haryanto