Menuju konten utama

Garam Impor 676 Ribu Ton Segera Tiba, Sebagian dari Cina dan India

Kemenperin menginformasikan garam impor untuk keperluan industri sebanyak 676 ribu ton akan tiba pada 2 atau 3 pekan lagi. Garam impor itu didatangkan dari Cina, India, Australia dan beberapa negara lain.

Garam Impor 676 Ribu Ton Segera Tiba, Sebagian dari Cina dan India
Seorang petani memanen garam pada lahannya di Kawasan Penggaraman Talise, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (10/3/2018). Setelah sempat terhenti akibat cuaca buruk, kini sejumlah petani di kawasan tersebut mulai kembali mengolah lahannya untuk memproduksi garam. ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah.

tirto.id - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) baru saja menerbitkan izin impor garam untuk kebutuhan industri sebanyak 676 ribu ton. Jumlah itu untuk menutupi total kebutuhan impor garam industri pada 2018 sebanyak 3,7 juta ton.

Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka (IKTA), Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan 676 ribu ton garam impor untuk keperluan industri itu didatangkan dari berbagai negara.

"Impornya yang paling dekat, [dari] Australia, Cina bisa, dari beberapa negara lain bisa, India bisa. Sekitar 2-3 Minggu baru sampai," kata Sigit di Kantor Kemenperin, Jakarta, pada Selasa (20/3/2018).

Kendati demikian, Achmad menyatakan industri tetap akan memanfaatkan garam lokal, setidaknya sekitar 800 ribu ton. Masa panen garam diperkirakan akan terjadi pada Juni-Oktober 2018. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menaksir akan ada panen garam sebanyak 1,5 juta ton di periode itu.

"Makanya kita tunggu juga produksi garam lokal, karena proyeksi KKP kan 1,5 juta ton. Kalau 1,5 juta ton dikurangi 700 ribu ton untuk garam konsumsi masih ada 800 ribu ton untuk industri," kata Achmad.

Dia juga menjamin garam impor untuk kebutuhan industri ini tidak akan bocor ke pasar sebagai garam konsumsi. Jika hal itu terjadi, harga garam lokal bisa anjlok.

"Dari sektor industri kita jamin tida akan merembes ke garam konsumsi, karena kan ada KSO (Kerja sama operasi) Surveyor dan Sucofindo yang kita tugaskan melakukan verifikasi," ujar Achmad.

Menurut dia, garam lokal selama ini belum cukup memenuhi kebutuhan industri karena sebagian memiliki kadar NaCl belum sesuai standar sebesar 97 persen. Kadar NaCl garam lokal kebanyakan hanya sekitar 94 persen.

Achmad menerangkan hal itu terjadi lantaran sebagian lahan garam yang dimiliki oleh petani lokal rata-rata hanya sekitar 1-2 hektar. Sementara luas lahan, dapat menjadi faktor yang mempengaruhi kadar NaCl pada garam.

"Sehingga tidak mungkin [dengan lahan 1-2 hektar] memproses tahapan penyaringan, pengendapan. Jadi satu ladang garam dipakai pengendapan, dipakai pengkristalan, sehingga yang di garuk itu semua impurities-impurities-nya," kata dia.

Selain itu, Achmad menambahkan, rata-rata kelembaban udara (humidity) di Indonesia tinggi, berkisar 80 persen. Sebagai pembanding, tingkat humidity di Australia rata-rata mencapai 30 persen. Karena itu, menurut dia, garam produk Australia memiliki tingkat kekeringan kristal dan kemurnian lebih tinggi dibanding dari Indonesia.

Pada pekan kemarin, Presiden Joko Widodo meneken Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur pengalihan kewenangan pemberian rekomendasi impor garam, dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) kepada Kemenperin. Regulasi itu tercantum dalam PP No.9/2018 tentang tata cara pengendalian impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman sebagai bahan baku dan bahan penolong industri. PP itu resmi berlaku pada 15 Maret 2018.

Baca juga artikel terkait GARAM IMPOR atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Addi M Idhom