tirto.id - Aksi perundungan alias bullying di sekolah terus saja terjadi. Kali ini menimpa (CA) seorang siswi kelas VIII SMP Muhammadiyah, Butuh, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah.
Perundungan yang mengarah ke tindak penganiayaan ini viral melalui video di media sosial sejak Rabu (12/2/2020). Video berdurasi sekitar 30 detik itu merekam adegan tiga siswa yang tega melakukan penganiayaan terhadap CA, mulai dari memukul dengan tangan, menendang bahkan memukul dengan sapu.
Hampir seluruh tubuh korban menjadi sasaran dan hanya bisa duduk terdiam dengan kepala menempel di meja seraya menahan rasa sakit dan perih yang diterimanya. Sementara, para pelaku tersenyum kegirangan usai menganiaya korban.
Ironisnya, korban ternyata adalah seorang siswi penyandang disabilitas.
Hal ini disebut oleh Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo setelah warganet yang geram melihat video tersebut berbondong-bondong menyisipkan nama akun twitter Ganjar Pranowo.
"Yang menjadi korban perundungan adalah siswi penyandang disabilitas," kata Ganjar di Semarang, seperti dikutip Antara, Kamis (13/2/2020).
CA adalah siswi yang kerap mendapatkan perundungan dari murid-murid lain, lantaran ia merupakan penyandang disabilitas. Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah Butuh, Purworejo, Akhmad mengakui hal tersebut.
Para siswa, kata dia, kerap dimintakan uang oleh teman laki-laki. Akhmad pun seringkali memanggil siswa-siswa yang merundung CA, namun nasihat yang diberikan Akhmad justru malah mengkerdilkan CA sebagai penyandang disabilitas.
"Sebelumnya saya sering katakan, sering saya panggil. Kamu itu orang normal kamu harusnya lebih bagus daripada dia, mengapa melakukan tindakan tidak terpuji. Saya sudah sering memberikan pembinaan sama anak yang melakukan itu," kata Akhmad mengutip dari liputan6.com, Kamis (13/2/2020).
Sebagai seorang guru apalagi kepala sekolah, tak sepantasnya Akhmad mengucapkan nasihat tersebut. Sebagai orangtua siswa-siswi saat di sekolah, kepala sekolah seharusnya bisa memberikan pemahaman mengenai bahaya dan dampak negatif dari perundungan.
"Anak-anak wajib diinfokan mengenai bahaya melakukan tindakan perundungan, termasuk dampak buruk bagi temannya yang menjadi korban," kata Dosen komunikasi keluarga FISIP Universitas Jenderal Soedirman, Wisnu Widjanarko mengutip dari Antara, Kamis (13/2/2020).
Ganjar yang geram terhadap masalah ini langsung mengutus Kepala Dinas Pendidikan Jawa Tengah, Jumeri ke Kabupaten Purworejo untuk berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten setempat dalam mengusut tuntas kasus ini.
Ganjar nampaknya harus mengarahkan jajarannya untuk melihat kasus perundungan yang terjadi di Malang, Jawa Timur awal bulan ini. Adalah MS, siswa kelas 7 SMP Negeri 16 Malang yang menjadi korban perundungan oleh seniornya. Akibatnya, MS mengalami luka memar hingga jari tengah tangan kanannya terpaksa harus diamputasi.
Pemerintah Kota Malang pun geram sampai akhirnya membebastugaskan Kepala dan Wakil Kepala Sekolah SMP N 16 Kota Malang.
Wali Kota Malang Sutiaji juga memberikan peringatan kepada guru-guru di sekolah tersebut karena dianggap tak bisa menciptakan sekolah yang ramah dan bebas dari perundungan sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 Tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan satuan pendidikan.
Namun, karena Ganjar tak punya wewenang dalam kasus ini, maka Ganjar perlu memberikan rekomendasi kepada yayasan yang menaungi lembaga tersebut agar mencopot kepala sekolah itu karena telah gagal membuat sekolah yang ramah anak dan bebas dari perundungan.
Perhatian Ganjar terhadap kasus ini boleh diapresiasi, apalagi dengan gertakannya yang setuju bila pelaku perundungan terhadap CA, untuk mengikuti pendidikan kemiliteran selama beberapa bulan agar menimbulkan efek jera.
"Menurut saya, hal itu [hukuman mengikuti pendidikan kemiliteran] akan lebih mengena daripada mereka dihukum seperti pelaku pidana lainnya," kata Ganjar Pranowo di Semarang, Kamis (13/2/2020) seperti dilansir dari Antara.
Tiga orang siswa pelaku perundungan terhadap CA ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian. Ketiganya dijerat dengan UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Meski menjadi tersangka, polisi tak menahannya karena pelaku masih berusia di bawah umur dan ancaman hukumannya di bawah lima tahun.
Selain ide memiliterkan pelaku perundungan, Ganjar juga menerima usulan agar para pelaku dihukum dengan cara sosial.
Ganjar menyebutkan pengelola Rumah Disabilitas di Kota Semarang mengusulkan para pelaku menjadi sukarelawan di rumah penyandang disabilitas sehingga yang bersangkutan bisa mengerti dan muncul kepekaan.
Untuk lebih memperlihatkan keseriusannya menyelesaikan persoalan perundungan di sekolah, Ganjar berencana mengumpulkan para pemangku kepentingan di bidang pendidikan untuk melakukan evaluasi.
"Guru, orang tua, dan pengawas sekolah kita tidak cukup bekerja seperti ini karena kasus seperti ini sudah terjadi berkali-kali maka kami harus kerja serius," kata Ganjar.
=============
Addendum: Judul artikel ini mengalami perubahan per Jumat, pukul 10.30. Sebelumnya naskah ini berjudul "Ganjar Harus Pecat Kepsek Sekolah yang Muridnya Aniaya Disabilitas," tapi karena kurang tepat kemudian kami revisi.
Editor: Abdul Aziz