tirto.id -
Mantan Gubernur Sumatera Barat itu beralasan, pengabdiannya selama menjabat sebagai menteri yang hanya bisa istirahat tiga jam tiap hari menjadi sia-sia akibat kasus korupsi e-KTP. Ia menjadi tidak bisa beraktivitas secara leluasa akibat kasus tersebut.
Dalam dakwaan Setya Novanto, Gamawan Fauzi dinilai menerima aliran dana proyek e-KTP sebesar Rp50 juta. Selain itu, Gamawan juga mendapat
1 unit Ruko di Grand Wijaya dan sebidang tanah di Jalan Brawijaya III melalui Asmin Aulia.Dalam kesaksian di sidang e-KTP kali ini, Gamawan juga mengungkapkan siap dihukum mati jika terbukti bahwa Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra Paulus Tanos merupakan orang titipannya dalam proyek e-KTP dan pernah bertemu di Singapura guna membahas proyek tersebut.
Gamawan menyampaikan itu dalam persidangan dugaan tindak pidana korupsi e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto, Senin (29/1/2018), saat majelis hakim mengonfirmasi hubungan antara Gamawan dengan Paulus Tannos.
"Kalau ada, kalau pernah saya ketemu bapak yang mulia ini kan dugaan semua. Saya siap dihukum mati yang mulia. Itu fitnah saja yang mulia," kata Gamawan saat bersaksi di persidangan dugaan tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta.
Dugaan pertemuan Gamawan dan Paulus Tannos mencuat lantaran Gamawan mengaku pernah ke Singapura bersama Irman dan Sugiharto. Hal itu diungkapkan Gamawan pada persidangan dugaan tindak pidana korupsi e-KTP, Kamis (16/3/2017).
Gamawan menjelaskan, ia bertemu Paulus Tannos pertama kali pada tahun 2007. Keduanya bertemu saat penandatanganan MoU dengan PLN di Padang.
Setelah itu, Gamawan mengaku tidak pernah bertemu Paulus Tannos. Ia membantah melakukan pertemuan dengan Paulus Tannos untuk membahas proyek e-KTP di Singapura.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri