tirto.id - PT Freeport Indonesia (PTFI) dan pemerintah Indonesia akhirnya mencapai kesepakatan terkait rencana investasi jangka panjang perusahaan tersebut di Papua. Freeport McMoran (FCX) sepakat untuk melakukan divestasi saham sebesar 51 persen meski pihaknya akan tetap memegang kendali atas operasi dan tata kelola PTFI.
“Divestasi ini akan diatur sehingga PTFI akan tetap memegang kendali atas operasi dan tata-kelola PTFI,” ujar Presiden dan Chief Executive Officer Richard C Adkerson, dalam rilis tertulis mengenai kerangka kerja kesepakatan PTFI dan pemerintah RI, Selasa (29/8/2017).
Dalam rilisnya, Freeport-McMoran telah mengumumkan perkembangan terbaru perundingan PTFI dengan Pemerintah Indonesia mengenai hak-hak operasi jangka panjang.
Ada empat poin hasil kesepakatan dengan Indonesia. Di antaranya, pertama, PTFI setuju akan mengubah Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) yang akan memberikan hak-hak operasi jangka panjang hingga 2041.
Kedua, perusahaan yang berbasis di Arizona, AS ini akan berkomitmen membangun smelter baru di Indonesia dalam jangka waktu lima tahun. Ketiga, pemerintah Indonesia memberikan jaminan kepastian fiskal dan hukum selama jangka waktu IUPK.
Keempat, PTFI setuju melakukan divestasi kepemilikan saham sebesar 51 persen menjadi milik pemerintah Indonesia. Menurut Richard, jadwal dan proses divestasi sedang dibahas bersama Pemerintah.
“Pekerjaan penting masih harus dilakukan untuk mendokumentasikan kesepakatan ini, dan kami berkomitmen untuk menyelesaikan dokumentasi tersebut sesegera mungkin di tahun 2017,” ujarnya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan membenarkan mengenai poin-poin kesepakatan yang telah dicapai setelah perundingan yang cukup alot.
“Ini merupakan mandat dari Presiden Joko Widodo, dan bisa diterima oleh Freeport,” kata Jonan dalam jumpa pers, di kantornya, Selasa (29/8/2017).
Salah satu yang telah disepakati adalah soal divestasi saham sebesar 51 persen. Kendati telah memastikan besaran persentasenya, tetapi Jonan mengaku masih perlu ada perundingan lebih lanjut untuk membahas divestasi tersebut secara lebih rinci.
Dalam poin kesepakatan tersebut, PT Freeport Indonesia disebut telah sepakat juga untuk menjaga penerimaan negara.
Dari segi pendapatan negara, pemerintah optimistis besarannya akan jauh lebih besar ketimbang saat PT Freeport Indonesia masih berizin Kontrak Karya (KK). “Dalam beberapa hal, Freeport telah menjamin komposisi yang lebih besar. Kami akan masukkan detailnya itu dalam IUPK,” ujar Sri Mulyani.
Namun, pengamat energi dari Universitas Tarumanagara, Ahmad Redi berpendapat kesepakatan akhir yang dituju antara pemerintah dan Freeport tersebut tidak memberikan keuntungan yang lebih bagi negara.
“Disetujuinya poin kesepakatan melalui perundingan antara PTFI dan pemerintah, sesungguhnya tidak memberikan keuntungan bagi Pemerintah Indonesia. Hal ini karena, poin-poin kesepakatan perundingan mengandung masalah,” ujarnya, seperti dikutip Antara, Selasa (29/8/2017).
Menurut Redi, pembelian saham divestasi di masa akan berakhirnya kontrak karya merupakan kebijakan yang sebenarnya merugikan bagi Indonesia, karena tanpa membeli saham divestasi pun, pada 2021 atau setelah kontrak karya berakhir, maka wilayah bekas PT Freeport Indonesia menjadi milik Pemerintah Indonesia.
Selanjutnya, pembangunan smelter merupakan kewajiban lama Freeport Indonesia yang selama ini tidak kunjung ditepati.
Baca juga: Kesepakatan Pemerintah-Freeport Dinilai Tak Untungkan Negara
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri