Menuju konten utama

Fraksi PDIP Kritik Kerangka APBN 2025 Tidak Tepat

Edy menilai menilai RAPBN 2025  seharusnya disusun dengan mempertimbangkan kondisi transisi dari pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini.

Fraksi PDIP Kritik Kerangka APBN 2025 Tidak Tepat
9 fraksi secara bergantian menyerahkan pandangan tertulis kepada pimpinan DPR ihwal 4 RUU menjadi usulan inisiatif DPR RI di rapat Paripurna, Selasa (28/5/2024). tirto.id/Fransiskus Adryanto Pratama

tirto.id - Fraksi PDIP mengkritik Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (KEM-PPKF RAPBN) 2025 dalam Rapat Paripurna, Selasa (28/5/2024).

Perwakilan PDIP, Edy Wuryanto, mengungkapkan, KEM-PPKF yang disusun berlandaskan pemikiran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebagai anak tangga pertama pencapaian visi Indonesia emas 2045 atau 20 tahun agenda pembangunan ke depan adalah tidak tepat.

Pasalnya, dalam KEM-PPKF 2025 pemerintah saat ini telah mengklaim secara sepihak dalam menentukan agenda-agenda strategis menuju 2045. Padahal, dia menilai RAPBN 2025 seharusnya disusun dengan mempertimbangkan kondisi transisi dari pemerintahan Presiden Joko Widodo sekarang, dengan pemerintahan akan datang yang dipimpin oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

“Oleh karena itu, kebijakan KEM-PPKF sepantasnya disusun dalam situasi transisi dan bukannya mengklaim agenda pembangunan ke depan,” ujar Edy, di Gedung DPR, Jakarta.

Dia menilai, untuk menjaga perekonomian nasional agar tetap kondusif, pemerintah mempersiapkan secara langsung kebijakan dan program yang dapat secara langsung mendorong pertumbuhan ekonomi.

Tidak hanya itu, kebijakan fiskal juga diarahkan untuk memperkuat ekonomi makro nasional agar dapat tahan dari tekanan eksternal.

“Pokok-pokok kebijakan fiskal juga seharusnya diarahkan bagi ruang fiskal bagi pemerintahan baru. Sehingga memiliki ruang yang luas untuk menyempurnakan RKP (Rencana Kerja Pemerintah) dan RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) pada tahun pertama,” kata Edy.

Senada, perwakilan fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Djamil, menilai, KEM-PPKF RAPBN 2025 yang disusun dengan mempertimbangkan kondisi transisi sangat penting. Sebab, penetapan target awal di 2025 menjadi tahapan utama bagaimana pemerintah mencapai ekonomi jangka menengah dan jangka panjang, sehingga dapat mencapai misi Indonesia Emas di 2045.

“Jika tidak, Indonesia, kita khawatirkan akan terjebak pada negara berpendapatan menengah,” tuturnya.

Selain itu, Nasir juga menyayangkan aspek belanja sektor pendidikan yang bersifat mandatory spending. Alokasi anggaran pendidikan, yaitu 20 persen dari APBN masih belum fokus pada peningkatan kualitas pendidikan.

Hal ini karena proporsi anggaran pendidikan terbesar, yaitu 52 persen pada tahun 2024 masih berupa transfer ke daerah (TKD). Sementara 33 persen anggaran pendidikan lainnya dikelola dan tersebar di kementerian/lembaga (k/l) lainnya.

“Permasalahan melonjaknya UKT (Uang Kuliah Tunggal) di Perguruan Tinggi Negeri, sehingga meresahkan publik dan kita berharap harus segera diselesaikan,” lanjut Nasir.

Di sisi lain, PKS juga mendorong agar tunjangan profesi guru harus dialokasikan secara memadai, baik yang ada di bawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kementerian Agama, maupun Daerah.

Selanjutnya, Anggota Komisi III DPR itu juga mendesak agar pemerintah dapat menambah alokasi dana transfer daerah untuk pembayaran gaji dan tunjangan ASN (Aparatur Sipil Negara), baik PNS (Pegawai Negeri Sipil) maupun PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) profesi guru atau tenaga kependidikan lainnya.

“Untuk menjamin keberlangsungan sektor pendidikan. PKS juga mendorong alokasi dan realisasi dana abadi yang signifikan bagi pesantren dan kebudayaan,” kata Nasir.

Tidak hanya itu, dalam KEM-PPKF RAPBN 2025, PKS juga memandang adanya kemunduran dengan dihapuskannya mandatory spending bidang kesehatan, sehingga berisiko mengurangi anggaran kesehatan. Penghapusan ini, lanjut Nasir, dapat mengakibatkan dampak negatif terhadap akses, kualitas layanan dan program-program kesehatan di Tanah Air.

“PKS juga mendorong agar honorer relawan di desa, seperti kader Posyandu, relawan Jumantik, relawan keluarga berencana, dan relawan lainnya yang didanai APBN dan APBD agar dibayarkan tepat waktu dan tidak dipotong pajak atau pungutan lainnya,” tandas Nasir.

Baca juga artikel terkait RAPBN 2025 atau tulisan lainnya dari Qonita Azzahra

tirto.id - Flash news
Reporter: Qonita Azzahra
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Intan Umbari Prihatin