tirto.id - Isu kekerasan dan genosida etnis Rohingya di Myanmar kembali memanas. Sejumlah foto dan video soal situasi di wilayah itu tersebar di media sosial namun tak dapat diverifikasi. Hal ini dinilai berpotensi tingkatkan konflik, menurut laporan BBC, Sabtu (2/9/2017).
Masing-masing pendukung baik Rohingya maupun militer Myanmar sama-sama mengunggah foto menyatakan situasi yang terjadi saat di Myanmar. Misalnya pada tanggal 29 Agustus, Wakil Perdana Menteri Turki Mehmet Simsek, men-tweet empat foto, mendesak masyarakat internasional untuk menghentikan pembersihan etnis Rohingya.
Cuitannya mendapat respon dari ribuan pembaca dan diretweet lebih dari 1.600 kali serta disukai oleh lebih dari 1.200 pembaca. Namun ia mendapat banyak pertanyaan terkait keaslian foto-fotonya dan dan tiga hari setelah itu, Simsek menghapus tweet tersebut.
Szaminthit melalui akun Twitternya @szaminthitmengunggah foto yang menunjukkan militan Rohingya lengkap dengan senapan. Etnis Rohingya disebut-sebut mendirikan Arakan Rohingya Salvation Army untuk melawan militer pemerintah. Ternyata foto itu adalah sukarelawan Bangladesh yang bertempur dalam perang kemerdekaan 1971.
“Saya secara pribadi telah dibombardir dengan gambar-gambar mengerikan, yang dimaksudkan untuk menunjukkan korban pembantaian, yang sebagian besar sulit untuk diverifikasi,” ujar Szaminthit.
Awal tahun ini, ketika sebuah tim dari Komisi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa melakukan penelitian tentang dugaan pelanggaran hak asasi manusia di negara bagian Rakhine, mereka menolak untuk menggunakan foto atau video yang tidak diambilnya sendiri, karena masalah otentikasi materi tersebut.
Pegiat HAM itu menyatakan terjadi kekerasan yang dilakukan oleh kedua. Namun etnis Rohingya dalam situasi yang lebih buruk karena diserang secara terus menerus oleh pasukan keamanan dan warga sipil bersenjata.
Temuan itu ditolak oleh pemerintah Myanmar, yang kemudian menolak mengeluarkan visa untuk misi pencarian fakta ke negara bagian Rakhine. Hal ini semakin menyulitkan para pengamat netral untuk mendapatkan gambaran yang akurat tentang apa yang terjadi di wilayah tersebut.
Minimnya informasi yang akurat menyebabkan banyaknya informasi palsu bertebaran di media sosial. Menurut BBC, ini akan mengeraskan sikap kedua belah pihak dan sangat mungkin membuat konflik semakin buruk.
Penulis: Yantina Debora
Editor: Yantina Debora