tirto.id - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menerapkan satu formula baru dalam pelaksanaan Ujian Nasional 2019.
Di antaranya, dengan menerapkan angket siswa serupa survei untuk mengkaji informasi non-kognitif peserta didik.
"Angket ini berguna agar kami tidak judge siswa itu pintar atau tidak. Kadang anak yang kelihatan tidak bisa mengerjakan ujian dengan baik, belum tentu ia bodoh. Ada faktor-faktor yang melatarbelakanginya," ujar Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud, Totok Suprayitno di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis (21/3/2019).
Terdapat lima jenis angket yang disiapkan, yakni well being (tes psikologis), familiarity (keakraban) dan literasi digital (kepekaan teknologi), literasi finansial (pengetahuan keuangan) dan parrent support (dukungan keluarga), serta global awareness (kepekaan sosial). Setiap siswa hanya mengerjakan satu angket setelah menyelesaikan UN.
"Mencari penyebab hubungan klausal antara hasil dengan latar belakang anak ini sangat penting, supaya memperbaiki keadaan tidak hanya dari sisi sekolahnya saja," tutur dia.
Totok juga menjelaskan, angket ini tidak akan berpengaruh pada hasil UN. Hal itu, kata dia, karena sifatnya hanya sebatas kajian yang nanti diperuntukkan untuk menjadi bahan perbaikan proses belajar baik guru maupun siswa.
Ia juga mengakui, konsep angket ini terinspirasi The Programme for International Student Assessment (PISA) yang diperuntukan untuk mengetahui performa peserta didik.
Selain para siswa mengerjakan soal, kata dia, mereka akan diberikan pertanyaan yang sesuai dengan indikator sosial ekonomi, persepsi siswa mengenali potensi diri, dan cita-cita.
"UN ini kami perluas dimensi kegunaan, menjadi arena untuk kajian portofolio anak," ujar dia.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali