tirto.id - Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terletak di Kuningan, Jakarta Selatan, mendadak senyap sejak komisioner baru periode 2019-2023--Firli Bahuri, Pintauli Siregar, Alexander Marwata, Nurul Ghufron dan Nawawi Pomolango--menjabat pada Jumat, 20 Desember 2019.
Indikator yang paling kentara adalah tidak adanya jadwal pemeriksaan perkara yang biasanya bertengger di tembok press room sejak pukul 10.00 atau disebarkan secara daring oleh Kabiro Humas Febri Diansyah--sebelumnya juga merangkap Juru Bicara KPK.
Reporter Tirto menghubungi Plt Juru Bicara Penindakan Ali Fikri perihal jadwal pemeriksaan pada Kamis (2/1/2019) pukul 10.23. Namun hingga 15.28, pesan itu tak berbalas.
Kejadian serupa terjadi pada Senin (30/12/2019). Namun ketika itu Ali membalas bahwa memang pada hari itu dan besoknya tak ada jadwal pemeriksaan. Ia pun berjanji "setelah itu kami umumkan lagi." Tidak ada lagi pengumuman pemeriksaan setelah itu.
Ini kontras dengan pernyataan Firli Bahuri, kini Ketua KPK, bahwa komisioner baru akan bekerja secara transparan dan akuntabel untuk masyarakat serta media. Kerja transparan dan akuntabel selaras dengan amanat Pasal 5 huruf (b) dan (c) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Hal itu ia ungkapkan saat memperkenalkan dua Plt Jubir pengganti Febri Diansyah pada Jumat (27/12/2019). Saat itu ia bahkan berjanji akan "bersahabat" dengan wartawan.
"Bagaimana misalnya kalau kita bisa memelihara komunikasi dan membangun komitmen persahabatan. Saya banyak cara untuk membangun komunikasi tersebut, tidak sekadar konferensi pers dan selesai. Tidak. Kita bisa bangun di setiap lini: nongkrong minum kopi, saya masakin nasgor (nasi goreng) dan kawan-kawan yang bernyanyi," ujarnya di Gedung KPK, 27 Desember 2019.
Berjalan Mundur
Peneliti dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM Zaenur Rohman menilai tidak semestinya perubahan pimpinan KPK turut mengubah nilai-nilai organisasi.
"Jika KPK sekarang kurang informatif, maka ini kemunduran. KPK selama ini dianggap sebagai salah satu lembaga yang paling informatif dan terbuka," ujarnya kepada reporter Tirto, Kamis (2/1/2019).
Ia juga mempersoalkan format jubir ganda yang diusung KPK periode sekarang yang menurutnya "tidak ada urgensinya." Pada komisioner sebelumnya hanya Febri Diansyah yang bertanggung jawab sebagai Kabiro Humas. Saat ini KPK mendaulat Ipi Maryati dan Ali Fikri sebagai Plt Jubir untuk pencegahan dan penindakan.
Keduanya akan bertugas sampai posisi jubir definitif dipilih, rencananya seleksi akan dimulai awal 2020.
Zaenur khawatir pemisahan antara jubir penindakan dan pencegahan berakibat pada kurang komprehensifnya informasi yang diberikan ke publik. Ia yakin format satu jubir seperti periode sebelumnya lebih efektif.
"Informasinya terkait, tetapi disampaikan oleh jubir berbeda, ini bisa tidak utuh," ujarnya.
Kritik serupa diutarakan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. Menurutnya kondisi KPK saat ini tak ubahnya dengan instansi penegak hukum lain seperti kepolisian dan kejagung, "di mana proses penanganan korupsi tertutup."
Kepada reporter Tirto, Boyamin mengatakan jika KPK terus bersikap tertutup, itu artinya mereka sama saja menyalahi Undang-Undang 19/2019 tentang KPK. Sudah semestinya, menurutnya, KPK bekerja terbuka dan akuntabel.
"Kami sungguh prihatin dengan kemunduran KPK, yang sekaligus kemunduran pemberantasan korupsi," tandasnya.
Apa yang terjadi dengan KPK saat ini sebenarnya dengan keinginan Firli Bahuri. 9 Desember lalu, dia mengatakan pada masa kepemimpinannya, pemberantasan korupsi tidak akan gaduh. Sebab, katanya, "situasi yang aman nyaman dan kondusif akan memberi jaminan iklim usaha, lapangan pekerjaan, dan pertumbuhan ekonomi."
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino