tirto.id - Kehadiran Felix Siauw dalam acara kuliah tujuh menit bakda zuhur di Masjid Fatahillah, Balai Kota DKI Jakarta, pada Rabu (27/6/2019) memicu penolakan dari Gerakan Pemuda (GP) Ansor DKI Jakarta. Di depan gerbang masuk Balai Kota massa GP Ansor menuding Felix sebagai tokoh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang tak perlu diberi ruang oleh Pemprov DKI Jakarta.
“Yang perlu dipahami oleh sama-sama, bukan soal kami menolak pengajiannya, tapi kehadiran tokoh HTI di balai kota itu yang mencederai dari keutuhan pancasila dan NKRI,” kata Ketua GP Ansor DKI Jakarta Abdul Aziz di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (27/06) siang.
Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta ini menganggap Felix punya misi mengubah dasar negara dari Pancasila menjadi khilafah islamiyah. "Negara mana yang menginginkan ketika satu dasar pancasila telah disetujui tapi tiba-tiba ingin mengubah konstitusi itu menjadi khilafah Islamiyah,” ujar politikus PKB ini.
“Dan Pemprov DKI sebagai simbol ibu kota mengundang tokoh HTI yang jelas-jelas menolak pancasila yang ada di republik ini."
Aksi GP Ansor menolak orang-orang yang berbeda paham dengan mereka baik dari sisi politik serupa ide khilafah maupun khilafiyah agama. Pada 4 Maret 2017 GP Ansor dan Pemuda Banser Sidoarjo membubarkan acara tabligh akbar yang diadakan Takmir Masjid Shalahuddin di wilayah Gedangan Sidoarjo, Sabtu (4/3). Alasannya karena acara itu diisi Khalid Basalamah, orang yang mereka anggap kerap mendiskreditkan tata cara ibadah nahdliyin.
"Yang kami sayangkan adalah penyampaian dan materinya itu cenderung mendiskreditkan aliran tertentu. Di NU dan Ansor itu selalu terbiasa klarifikasi atau tabayun. Sedangkan Khalid Basalamah itu menyatakan ini kafir, haram dan lain sebagainya. Bahkan untuk pemanggilan Sayyidina untuk Nabi Muhammad juga tidak diperbolehkan olehnya," kata
Ketua Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor Sidoarjo, Jawa Timur H. Rizza Ali Faizin seperti dikutip dari NU Online.
GP Ansor Kota Malang bersama aparat kepolisian juga pernah membubarkan acara talk Show bertajuk 'Cinta Mulia' dengan pembicara Ustad Felix Siauw di sebuah hotel di Kota Malang pada 30 April 2017. Alasan penolakan demi menjaga keutuhan Pancasila sebagai dasar negara dan menjaga persatuan masyarakat.
"Kita lihat sendiri bagaimana Felix Siauw di medsos getol menyuarakan khilafah di Indonesia, GP Ansor dan simpul-simpul nasionalis lain sepakat bahwa HTI makar karena ingin menggeser Pancasila sebagai dasar negara dan mengganti pemerintahan saat ini," kata Ketua PC GP Ansor NU Kota Malang, HM Nur Junaedi Amin seperti dikutip dari Republika.
GP Ansor Bangil dan sejumlah organisasi sayap Nahdlatul Ulama (NU) lain menolak kedatangan Felix Siauw di Masjid Manarul Gempeng, Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, pada Sabtu 4 November 2017.
Pada Mei 2018 GP Ansor kembali menolak Khalid Basalamah berceramah di Masjid Hasyim Asyari, Jakarta. Alasannya demi menghormati tokoh pendiri Nahdlatul Ulama, Hasyim Asyari, yang pengikutnya menurut Ansor sering dibid’ahkan.
“Dakwah, dakwah saja, tapi jangan menjelekkan kelompok yang tidak sepaham," kata Ketua GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas.
Perlu Ruang Dialog
Peneliti dari Indonesia Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar mengatakan pemerintah perlu melakukan pendekatan preventif agar persoalan semacam ini tidak meruncing menjadi konflik horizontal. Negara misalnya bisa memfasilitasi ruang-ruang dialog antaramereka yang berbeda pendapat.
"Menurut saya dalam posisi demikian negara harus bersifat preventif yaitu membuka ruang-ruang dialog yang terkunci oleh masing-masing kelompok,” kata Erwin.
Erwin mengingatkan negara dan aparaturnya tidak perlu terlalu mengintervensi perbedaan pandangan antarkelompok, khususnya terhadap hal-hal yang terkait dengan keagamaan. Negara, mesti menjadi fasilitator dialog yang netral agar tidak disalahkan saat kedua kelompok terlibat bentrok.
"Namun saya lihat akhir-akhir ini negara terlampau jauh ikut campur dalam membatasi kebebasan ekspresi warga negara," ujarnya.
"Nah saat terjadi benturan itu, negara akhirnya ditarik untuk berpihak ke salah satu kelompok."
Di sisi lain Erwin berharap kedua kelompok yang bersilisih paham bisa saling membuka diri mengembangkan budaya dialog. Ini penting untuk melunakkan ketegangan di lapangan. "Seharusnya masing-masing kelompok itu mengembangkan budaya dialog,” katanya.
Hak Berpendapat Perlu Dijaga
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menilai dalil menolak Felix Siauw berceramah di Masjid Fatahillah karena dianggap tokoh HTI sebagai kekeliruan. Sebab menurutnya meski HTI telah diputuskan menjadi organisasi terlarang hal itu tak menggugurkan hak Felix sebagai warga negara.
"Jadi gini, kita tidak boleh melarang orang hanya karena berdasarkan organisasi dia, karena satu organisasi belum tentu sama, misalnya kita bilang seluruh HTI tidak punya hak untuk berbicara," kata Asfinawati kepada Tirto.
Apalagi menurut Asfinawati pembubaran HTI masih diwarnai perdebatan hukum. Ia mengingatkan apa yang dialami HTI serupa dengan Masyumi saat dilarang oleh Orde Lama.
"Pertama, seseorang harus berhati-hati, tidak bisa dilarang berbicara karena diasosiasikan dengan organisasi yang dilarang. Kenapa? karena dalam kasus baik di negara kita maupun di negara lain pelarangan itu tidak legitimate secara hukum," jelasnya.
Asfinawati mengatakan selama seseorang tidak mengujarkan kebencian dan intoleransi dalam ceramah maka ia berhak menyatakan pendapat. Sebaliknya jika memang orang-orang tersebut memang terlihat sering menyiarkan ujaran kebencian, maka barulah negara punya tanggung jawab agar individu-individu tersebut tidak ditempatkan di arus utama atau mainstream.
"Kenapa toleransi penting? Karena intoleransi pada umumnya akan beririsan dengan diskriminasi padahal pemerintah punya kewajiban agar tidak ada orang yang didiskriminasi di wilayah dia," kata Asfinawati.
Merespons penolakan dan tudingan terhadapnya Felix mengatakan siap berdialog dengan mereka yang berbeda pendapat dengannya. "Kita kan sudah terbuka dengan musyawarah dan diskusi, harusnya itu yang dikedepankan daripada ancaman," katanya.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyampaikan, agar semua pihak untuk menghargai undangan yang dibuat oleh Pemprov DKI. "Kita tertib ikuti peraturan, Insyaallah apa yang dikerjakan Korpri [Korps Pegawai Republik Indonesia] jalan sesuai ketentuan yang ada," kata Anies saat ditemui di Gedung DPRD DKI, Jakarta Pusat, Rabu (26/6/2019).
"Hargai saja kemudian, toh forum terbuka. Semua bisa dengarkan, menyaksikan dan hari ini, orang bisa bicara di mana saja. Masuk Youtube, bisa didengar. Ini bagian dari sesuatu yang normal," lanjutnya.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Jay Akbar