tirto.id - Wakil Presiden RI terpilih, Ma'ruf Amin menegaskan paham khilafah tidak diterima di Indonesia karena menyalahi Pancasila dan UUD 1945 yang sudah menjadi kesepakatan bersama untuk mengatur kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Kenapa khilafah ditolak di Indonesia? [Sebenarnya] bukan ditolak, tapi tertolak karena menyalahi kesepakatan," kata Ma'ruf dalam acara halalbihalal dan seminar sehari dalam rangka Milad ke-47 Dewan Masjid Indonesia (DMI) di Hotel Grand Sahid Jaya, Sudirman, Jakarta Pusat, Rabu (17/7/2019).
Menurut Ma'ruf, negara ini bukan hanya milik segelintir orang saja, melainkan milik bersama sehingga sudah seharusnya tak ada lagi perpecahan apalagi hanya diakibatkan perbedaan pilihan.
Dalam konteks kebangsaan, menurut Ma'ruf, Islam menerima Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kesepakatan (darul mitsaq). Indonesia, kata Ma'ruf, adalah negara yang majemuk.
"Dalam konteks kebangsaan kita, Islam wasatiyah itulah yang kemudian bisa menerima Negara Kesatuan Republik Indonesia secara bersama karena memang Indonesia ini bukan hanya kita, tapi Indonesia ini berkita-kita. Jadi bukan hanya satu 'kita'. Oleh karena itu, Indonesia itu adalah 'berkita-kita', majemuk," jelasnya.
Islam moderat atau wasathiyah dimaknai sebagai cara berpikir dan gerakan dalam kehidupan berbangsa-bernegara. Menurut Ma'ruf bangsa Indonesia khususnya umat Islam haruslah memiliki cara berpikir dan perilaku yang santun.
"Cara berpikir wasathiyah itu adalah cara berpikir yang tidak rigid atau tidak kereng atau galak. Gerakannya juga wasathiyah. Islam itu agama perbaikan, yang santun," ucap Ma'ruf saat memberikan sambutan yang dihadiri Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang juga Ketua Umum DMI.
Ma'ruf mengatakan cara berpikir Islam wasatiyah adalah rahmat bagi semesta (rahmatan lil alamin), yang juga berdakwah dengan sukarela dan tanpa paksaan.
"Dan dakwahnya membangun mawadah warohmah. Tidak saling membenci dan saling bermusuhan. Itulah kenapa ulama membangun paradigma ukhuwah Islamiyah," jelasnya.
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Maya Saputri