Menuju konten utama

Farid Okbah, Ahmad Zain & Anung Al Hamat Jadi Tersangka Terorisme

Ketiganya merupakan bagian dari Lembaga Amil Zakat Abdurrahman Bin Auf (LAZ-ABA) yang merupakan bentukan Jamaah Islamiyah.

Farid Okbah, Ahmad Zain & Anung Al Hamat Jadi Tersangka Terorisme
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono memberikan keterangan pers terkait kasus penangkapan terduga teroris jaringan Jamaah Islamiyah (JI) di Gedung Divisi Humas Polri, Jakarta, Rabu (17/11/2021). ANTARA FOTO/Reno Esnir/rwa.

tirto.id - Densus 88 Antiteror menangkap tiga terduga teroris Farid Ahmad Okbah, Ahmad Zain An Najah dan Anung Al Hamat, di Bekasi pada Selasa 16 November 2021. Kini mereka resmi menjadi tersangka.

“FAO, AZA, dan AA dikenakan Pasal 15 juncto Pasal 7 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2018,” kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan, di Mabes Polri, Jumat (19/11/2021).

Mereka bertiga merupakan bagian dari Lembaga Amil Zakat Abdurrahman Bin Auf (LAZ-ABA) yang merupakan bentukan Jamaah Islamiyah.

Dalam lembaga itu, Ahmad Zain An-Najah sebagai Ketua Dewan Syariah; Farid Ahmad Okbah berperan sebagai Anggota Dewan Syariah; dan Anung Al Hamat menjabat pendiri Perisai (lembaga bantuan hukum bagi anggota dan keluarga Jamaah Islamiyah yang ditangkap Densus).

“Lembaga amil zakat dipersangkakan dengan undang-undang khusus yaitu UU Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme,” sambung Ramadhan.

Sementara terkait dugaan pencucian uang di LAZ-ABA, penyidik belum mendalaminya karena masih berfokus menggali ihwal aktivitas teror ketiga tersangka. Mereka menjadikan sebagian uang infak masyarakat untuk mendanai operasional Jamaah Islamiyah.

Stanislaus Riyanta, Direktur Pusat Studi Politik dan Kebijakan Strategis Indonesia, menyatakan usai penangkapan Abu Bakar Ba'asyir, Jamaah Islamiyah mengubah strategi tidak dengan kekerasan tapi dengan cara-cara lunak termasuk penggalangan, dakwah, dan pengumpulan dana.

Tujuan Jamaah Islamiyah bukan jangka pendek melainkan jangka panjang. Setelah mereka besar termasuk anggota dan dana, maka mereka akan beraksi.

“Saat ini mereka memang sangat gencar melakukan dakwah, penggalangan, dan pengumpulan dana termasuk melalui kotak amal, punya bisnis seperti kebun sawit, dan lainnya. Bahkan mengirimkan kader-kader mudanya ke daerah konflik Timur Tengah untuk belajar dan membangun jaringan. Jamaah Islamiyah dalam jangka panjang sangat berbahaya,” kata Riyanta kepada Tirto, Kamis (4/11/2021).

Alasan Jamaah Islamiyah mengubah strategi karena jika menggunakan kekerasan akan sangat merugikan, banyak penangkapan, sehingga mereka memilih konsolidasi dan menunggu momentum yang tepat. Riyanta berpendapat untuk saat ini, dalam jangka pendek, Jamaah Islamiyah tidak bergerak untuk aksi teror, kecuali sempalan yang tidak taat regulasi organisasi.

Upaya pemantauan seperti aliran dana melalui Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, pemetaan jaringan, harus terus dilakukan untuk mencegah aksi yang lebih besar.

“Ini tidak bisa hanya dilakukan pemerintah, perlu kolaborasi dengan masyarakat karena Jamaah Islamiyah ini hidup dan beraktivitas di masyarakat seperti biasa,” terang dia.

Namun tak semua orang sadar bahwa Jamaah Islamiyah berkedok baru, maka perlu peran pemerintah untuk memberi pembekalan kepada publik terkait radikalisasi ini.

Baca juga artikel terkait KASUS TERORISME atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Bayu Septianto