Menuju konten utama

Fakta-Fakta Jemaah Aolia Idul Fitri Duluan, Termasuk Aliran Apa?

Fakta-fakta tentang Jemaah Aolia, aliran dan ajarannya, dan alasan mengapa komunitas ini menjalani Idul Fitri 2024 duluan.

Fakta-Fakta Jemaah Aolia Idul Fitri Duluan, Termasuk Aliran Apa?
Umat muslim jamaah Masjid Aolia bersiap untuk melaksanakan ibadah Shalat Idul Fitri di Giriharjo, Panggang, Gunung Kidul, D.I Yogyakarta, Jumat (5/4/2024). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko/agr/aww.

tirto.id - Jemaah Aolia di Gunung Kidul Yogyakarta telah menggelar salat Idul Fitri 1445 Hijriah hari ini, Jumat (5/4/2024). Perayaan Lebaran 2024 ini berbeda dengan jadwal lebaran versi pemerintah yang kemungkinan bakal jatuh pada 10 April 2024.

Sebelumnya, Jemaah Aolia juga telah menjalani puasa Ramadhan 2024 lebih dulu. Komunitas agama Islam ini melaksanakan salat tarawih pertama pada Rabu malam, 6 Maret 2024 dan mulai puasa Ramadhan pertama pada Kamis, 7 Maret 2024.

Pelaksanaan puasa Jemaah Aolia ini selisih 5 hari dari jadwal puasa Ramadhan yang ditetapkan oleh pemerintah jatuh pada 12 Maret 2024. Selain itu, ormas Nahdlatul Ulama (NU) juga menetapkan puasa Ramadhan sama dengan versi pemerintah.

Baik pemerintah maupun NU hingga kini masih belum menetapkan Lebaran 2024 secara resmi. Sidang isbat untuk menentukan 1 Syawal 1445 Hijriah dijadwalkan akan digelar pada 9 April 2024.

Di sisi lain, Muhammadiyah menetapkan puasa jatuh pada 10 Maret 2024 dan Idul Fitri pada 10 April 2024. Hal ini tertuang dalam Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 1/MLM/1.0/E/2024.

Bisa disimpulkan bahwa penentuan tanggal Lebaran Jemaah Aolia tidak sama dengan organisasi Islam besar dalam negeri dan Pemerintah RI. Hal ini tentu membuat komunitas tersebut menjadi sorotan.

Fakta-Fakta Jemaah Aolia

Jemaah Aolia adalah sekelompok masyarakat yang mendiami wilayah Padukuhan Panggang, Gunung Kidul, Yogyakarta. Suwito NS dalam Jurnal Kebudayaan Islam Vol. 9, No. 2 (2011),menjelaskan bahwa Jamaah Aolia berdiri pada tahun 1972 di Desa Giriharjo Panggang, Gunung Kidul.

Penggagas Jemaah Aolia adalah Kiai Haji R. Ibnu Hajar Sholeh Prenolo atau yang dikenal dengan Mbah Benu. Sebagai pendiri, Mbah Benu mengajarkan nilai-nilai agama Islam kepada masyarakatnya sambil terlibat secara langsung dalam kehidupan sehari-hari.

Awalnya, jumlah muridnya terbatas. Namun, berkat pengajian yang dilakukan di rumah para muridnya secara bergiliran mulai menarik minat lebih banyak orang.

Berkaitan dengan Jemaah Aolia, banyak orang ingin tahu jamaah ini memiliki aliran apa. Berikut sejumlah fakta soal Jemaah Aolia:

1. Jemaah Aolia beraliran Sufi

Berdasarkan Al-Jāmi‘ah: Journal of Islamic Studies Vol. 57, no. 2 (2019), Jemaah Aolia menganut ajaran sufisme. Mereka menunjukkan perhatian terhadap masalah lingkungan dan kemanusiaan.

Sikap ini sejalan dengan prinsip-prinsip sufisme yang menekankan pada kepedulian terhadap keberlangsungan bumi dan kesejahteraan manusia. Mereka memiliki respons yang kuat tehadap krisis lingkungan dan perubahan iklim.

Ajaran mereka yang beraliran sufi mencerminkan upaya dalam menjawab tantangan zaman dengan pendekatan spiritual dan praktis.

2. Jemaah Aolia punya penanggalan sendiri

Jemaah Aolia memiliki kalender penanggalan sendiri yang berbeda dengan kalender Hijriah yang digunakan oleh kebanyakan umat Islam. Hal ini sekaligus menjadi alasan mengapa mereka memulai pelaksanaan salat tarawih dan puasa Ramadhan lebih awal dibanding mayoritas umat Islam di Indonesia.

Mengenai sistem penanggalan khusus ini telah dibenarkan oleh imam Masjid Aolia. Hal ini juga sudah dikonfirmasi oleh Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Gunungkidul.

Menurut Kepala Kemenag Gunungkidul Sa'aban Nuroni, pelaksanaan salat tarawih yang lebih awal oleh jemaah Masjid Aolia didasarkan pada keyakinan mereka sendiri.

3. Ajaran Jemaah Aolia berkontribusi pada lingkungan

Masih dalam Al-Jāmi‘ah: Journal of Islamic Studies Vol. 57, no. 2 (2019), ajaran Jemaah Aolia berperan penting dalam melestarikan lingkungan. Mereka menunjukkan berbagai bentuk adaptasi terhadap perubahan iklim.

Sikap peduli lingkungan diajarkan oleh Pemimpin Jemaah Aolia, yaitu Mbah Benu. Sebelum mendirikan Masjid Aolia, ia mencari sumber air yang memadai untuk wilayah Panggang. Sayangnya, sulit sekali menemukan air di kawasan pegunungan kapur seperti Panggang.

Hal ini membuat Mbah Benu membangun waduk air terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat. Agar kualitas air yang jumlahnya terbatas tetap terjaga Jemaah Aolia memikirkan cara mengelola air hujan melalui pembangunan tandon (reservoir).

Para pengikut Aolia juga rutin melakukan kegiatan yang berhubungan dengan ketersediaan air, penghijauan lahan, dan usaha-usaha ramah lingkungan. Kegiatan ini turut berdampak positif terhadap perekonomian masyarakat setempat.

4. Pendiri Jemaah Aolia berguru pada ulama besar

Mbah Benu selaku pendiri Jemaah Aolia punya riwayat berguru pada ulama besar. Ia belajar agama di Pesantren Mbulus yang terletak di daerah Maron Purworejo.

Di pesantren tersebut, dia belajar dari beberapa ulama, termasuk Gus Jogo Rekso dari Muntilan, Syech Jumadil Kubro yang dimakamkan di Gunung Turgi, dan Sunan Pandanaran dari Klaten.

5. Pusat kegiatan agama Jemaah Aolia berada di Masjid Aolia

Menurut Jurnal Kebudayaan Islam Vol. 9, No. 2 (2011) pusat kegiatan keagamaan Jemaah Aolia terpusat di Masjid Aolia. Pendirian masjid tersebut dilakukan oleh Kiai Haji R. Ibnu Hajar Sholeh Prenolo pada tahun 1984 yang menjadi tonggak penting dalam perkembangan jamaah ini.

Melalui masjid ini berbagai kegiatan keagamaan seperti pengajian, salat berjamaah, serta pembinaan spiritual dijalankan. Masjid Aolia menjadi pusat rohani bagi jamaah ini.

Baca juga artikel terkait LEBARAN 2024 atau tulisan lainnya dari Umi Zuhriyah

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Umi Zuhriyah
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Iswara N Raditya & Yonada Nancy