Menuju konten utama

Cara Memanfaatkan Air Hujan, Memanen dan Mengolah Jadi Air Minum

Air hujan bisa dipanen dan kemudian diolah menjadi air minum untuk dikonsumsi. Ada sejumlah cara memanen dan mengolah air hujan.

Cara Memanfaatkan Air Hujan, Memanen dan Mengolah Jadi Air Minum
Anggota dari Komunitas Banyu Bening mengambil air hujan yang siap dikonsumsi setelah melalui proses elektrolisa saat acara Kongres Air Hujan Indonesia I di Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Sleman, DI Yogyakarta, Selasa (27/11/2018). ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

tirto.id - Sejumlah wilayah di Indonesia diperkirakan sudah memasuki masa musim hujan pada bulan November 2019. Sementara pada Desember mendatang, sesuai dengan prediksi Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), hampir seluruh wilayah Indonesia akan diguyur hujan dengan intesitas 150-200 mm sampai 400-500 mm.

Curah hujan tinggi membuat sejumlah daerah berpotensi mengalami banjir. BMKG sudah memetakan beberapa daerah di Pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku hingga Papua yang memiliki tingkat kerawanan banjir rendah, sedang maupun tinggi, pada Desember 2019. Peta prediksi kawasan rawan banjir itu semakin meluas, terutama di Jawa dan Kalimantan, pada Februari 2020.

Salah satu upaya pencegahan banjir yang sempat dikampanyekan sejumlah akademikus ialah memanen air hujan. Beberapa akademikus, mahasiswa, dan perwakilan komunitas dan warga pernah menggelar deklarasi Gerakan Memanen Air Hujan Indonesia, pada 18 November 2018 lalu. Deklarasi itu adalah bagian dari Kongres Memanen Air Hujan Indonesia yang digelar pada 10 hari kemudian.

Deklarasi di Universitas Gadjah Mada (UGM) tersebut bertujuan mengampanyekan gerakan memanen dan mengolah air hujan. Memanen dan mengolah air hujan dianggap menjadi salah satu solusi efektif untuk mencegah banjir, kekeringan serta memenuhi kebutuhan akan air berkualitas.

Menurut pakar hidrologi Fakultas Teknik UGM yang terlibat dalam deklarasi tersebut, Agus Maryono, memanen air hujan bisa dengan memakai bak penampungan atau mengalirkannya ke sumur. Air hujan dari atap dapat dialirkan melalui pipa ke sumur atau bak penampung. Agar bersih dari debu, air hujan bisa disaring dengan alat sederhana, seperti kain dan kaos.

Para petani juga bisa memanen air hujan dengan membuat sumur atau kolam di sekitar lahan pertanian. Saat musim kemarau, air yang ditampung itu dapat menjadi alternatif untuk pengairan. “Air hujan bisa dimanfaatkan untuk perikanan,” tambah Agus sebagaimana dilansir laman UGM.

Menurut Agus, air hujan di Indonesia juga masih sangat layak untuk dikonsumsi. Dia pernah 20-an kali meneliti tingkat keasaman air hujan di berbagai daerah, termasuk Jogja, Bali, Bogor dan Jakarta. Riset itu menyimpulkan rata-rata tingkat pH (potential hydrogen) air hujan di sejumlah daerah tersebut adalah 7,2 sampai 7,4. Artinya, secara kualitas, air hujan di Indonesia masih layak diminum manusia.

Pengolahan Air Hujan Versi BPPT

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sudah mengembangkan dua bentuk sistem pemanfaatan dan pengolahan air hujan untuk air minum. Keduanya bernama Sistem Pemanfaatan Air Hujan (SPAH) dan Pengolahan Air Siap Minum (ARSINUM).

Berdasarkan ulasan yang diterbitkan BPPT, SPAH terdiri atas sistem Penampungan Air Hujan (PAH) dan sistem pengolahan air hujan. PAH dilengkapi talang air, saringan pasir, bak penampung dan Sumur Resapan yang dapat digunakan untuk melestarikan air tanah dan mengurangi resiko genangan atau banjir.

Prinsip dasar PAH adalah mengalirkan air hujan yang jatuh di permukaan atap bangunan melalui talang air untuk dialirkan ke tangki penampung. Limpasan air dari tangki penampung yang telah penuh lalu di salurkan ke sumur resapan.

Adapun sistem pengolahan air hujan dalam praktiknya ialah untuk mengolah air dari bak penampungan agar menjadi air siap minum dengan kualitas setara air kemasan mineral. Pengolahan air hujan ini bisa memakai teknologi ARSINUM.

Berikut ini sekilas tata cara membuat SPAH dan instalasi Arsinum sebagaimana anjuran BPPT.

1. Cara Membuat SPAH di Rumah

Berikut ini sejumlah tahapan membuat instalasi SPAH di sekitar bangunan atau rumah:

  • Buat pipa penyalur air dari talang atap rumah
  • Buat bak penampung pertama selebar 120 cm dan sedalam 40 cm
  • Buat bak perantara saluran berisi pasir dan kerikil untuk saringan
  • Buat pipa penyalur ke bak penampung utama
  • Buat bak penampung utama dengan lebar 500 cm dan dalam 40 cm, yang bisa dialiri air dengan volume 10-12 meter kubik
  • Buat pipa penyalur air ke sumur resapan
  • Buat sumur resapan selebar 100 cm, dalam 250 cm dan beralaskan ijuk serta pecahan kerikil setebal 50 cm. Di tengah lantai dasar sumur resapan dipasangi pipa 1 meter yang terhubung dengan tanah.
Dengan SPAH itu, air hujan yang jatuh ke atap bangunan akan mengalir melalui talang dan menuju pipa yang terhubung ke bak penampung air pertama. Debu dan sampah yang mengotori air kemudian tersaring di bagian bak perantara berisi pasir dan kerikil. Air hujan yang sudah bersih kemudian mengalir ke bak penampung utama.

Apabila bak utama tidak lagi mampu menampung air karena hujan turun terus-menerus, air akan mengalir melalui pipa outlet masuk ke dalam sumur resapan sedalam 3 meter. Air hujan di sumur itu akan meresap ke dalam tanah dan menambah kandungan air tanah. Dinding sumur resapan ini bisa terbuat dari bisa beton setebal 10 cm.

2. Cara Buat Instalasi Arsinum

Selanjutnya, untuk keperluan pengolahan, air hujan di bak penampung utama dapat dipompa menuju instalasi Arsinum. Rangkaian instalasi Arsinum buatan BPPT terbilang rumit. Ada banyak sekali bagian dalam rangkaian tersebut. Sesuai dengan rancangan BPPT, instalasi itu terdiri atas sejumlah perangkat yang terhubung secara berturut-turut, yakni:

  • Pompa Pembubuh Kimia: 4,7 l/m, tekanan 7 bar, 220V
  • Pompa air baku: 40 l/m, tek. 5kg/cm2, 220 volt, ¾ PK
  • Static Mixer: PVC tube , diameter 8 cm, panjang 1000 cm
  • Multimedia Filter: PVC tube, diameter 12 cm, panjang 1500 cm
  • Tangki Garam: PVC tube, diameter 6 cm, panjang 1000 cm
  • Cation Exhange Filter: PVC tube, diameter 12 cm, panjang 500 cm
  • Catridge Filter: diameter 12 cm, panjang 20 cm
  • Ultrafiltrasi: 15 m3/h, 500 watt, 220 volt
  • Ultraviolet Sterilisasi : 15 l/m , 220 volt
  • Post Catridge Filter: Stainless steel, diameter 2 cm, panjang 10 cm
Cara kerja instalasi Arsinum tersebut ialah air dari bak penampung utama dialirkan pompa. Kemudian, pompa dosing memompakan bahan oksidator untuk mengoksidasi besi dan mangan serta bakteri. Air lalu mengalir ke statix mixer sebagai tangki pencampur.

Setelah tercampur di static mixer, air masuk ke dalam multimedia filter berisi kerikil, pasir silika dan mangan zeolit yang menyaring partikel kasar dan endapan hasil oksidasi yang ukurannya cukup besar dengan proses filtrasi. Setelah melalui multimedia filter, air akan masuk ke dalam filter penukar ion, yang berfungsi sebagai penghilang kesadahan akibat tingginya kadar kalsium, logam berat dan warna.

Air lalu masuk ke dalam saringan cartridge filter yang mempunyai ukuran 0,5 mikron. Pada unit ini kotoran-kotoran yang lembut dan melayang-layang pada air akan tersaring. Dengan begitu, air akan tampak lebih jernih. Setelah melalui catridge filter, air masuk ke dalam tangki penampung air bersih.

Kemudian dari tangki air bersih, air dipompa ke unit ultrafiltrasi yang dapat menyaring sampai ukuran 0,01 mikron. Unit ultra filtrasi menggunakan modul membran tipe hollow fiber. Air yang keluar dari unit ultra filtrasi lalu dialirkan ke bak penampung air bersih. Selanjutnya air dipompa ke 3 unit mikro filter yang dapat menyaring padatan sampai ukuran 1 mikron. Kemudian, dari unit mikro filter air ke unit sterilisator ultraviolet untuk membunuh mikroba. Air yang keluar dari unit sterilisator ultra violet adalah air olahan yang siap minum langsung tanpa dimasak dan dapat langsung dibotolkan.

Pengolahan Air Hujan Versi Komunitas

Cara pengolahan air dengan metode lebih sederhana juga dikembangkan sejumlah komunitas pemanen air hujan di sekitar Magelang, Klaten dan Jogja dan sejumlah daerah lain.

Misalnya ialah cara pengolahan air hujan menjadi air siap minum yang dilakukan oleh Komunitas Banyu Bening di Sleman (DI Yogyakarta) dan Komunitas Kandang Udan di Desa Bunder, Klaten (Jawa Tengah).

Caranya ialah dengan menampung air hujan yang turun langsung dari langit atau talang ke bak-bak plastik. Air hujan kemudian disaring dengan kain atau gabus busa, jika banyak bercampur debu. Air hujan juga bisa sekedar didiamkan agar debu-debu mengendap.

Kemudian, air hujan dimasukkan ke dalam dua tabung plastik ( berlabel foodgrade) yang saling terhubung, seperti membentuk bejana berhubungan. Lalu, air di dua tabung itu dialiri listrik DC. Proses penyetruman atau elektrolisis tersebut untuk mengatur tingkat pH air hujan.

Cara komunitas itu mengolah air hujan bisa dilihat pada video unggahan di youtube di link ini atau link ini.

Baca juga artikel terkait HUJAN atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Agung DH