tirto.id - Ekonom Senior Universitas Indonesia Faisal Basri menilai Indonesia terancam mengalami krisis energi dalam beberapa tahun ke depan.
Menurutnya konsumsi energi Indonesia akhir-akhir ini terus naik tetapi cadangan dan produksi dari energi primer Indonesia terus turun sehingga kebutuhan energi dalam negeri tidak lagi bisa dipenuhi dengan sumber daya yang dimiliki di dalam negeri.
“2021, energi kita sudah defisit. 2040 defisitnya potensi mencapai 80 miliar dolar AS. Jadi omong kosong 2045 emas. Kalau defisit, uangnya 80 miliar dolar AS dari mana?” ucap Faisal dalam diskusi virtual bersama Komisi VI DPR RI, Senin (31/8/2020).
Adapun pemerintah menargetkan pada 2045, Indonesia menjadi negara maju. Namun, Faisal Basri ragu lantaran tidak ada pasokan kebutuhan energi yang cukup seiring peningkatan pertumbuhan ekonomi yang diperlukan.
Pernyataan Faisal mengutip pada data lembaga penelitian energi, Wood Mackenzie yang mencatat tren neraca energi Indonesia dari sisi batu bara, gas (LNG), dan minyak bumi hingga 2040. Hasilnya Wood Mackenzie menyatakan Indonesia mengalami defisit energi mulai 2021 dan defisitnya semakin melebar pada 2040.
Salah satu penyebabnya, cadangan gas Indonesia diperkirakan terus turun dan tak lagi cukup untuk konsumsi dalam negeri pada 2034. Per 2034, kebutuhan LNG Indonesia mau tak mau harus dipenuhi dari impor mengikuti minyak bumi yang sudah defisit sejak 2003.
Sementara itu cadangan batubara diperkirakan akan terus menipis. Sampai 2040 diperkirakan masih surplus untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi tak lagi sanggup mengimbangi defisit energi dari migas yang terus melebar pada 2040.
Menurut Faisal Basri, situasi ini sudah tercermin dari tren penurunan cadangan saat ini. Belum lagi jika memperhitungkan penurunan lifting migas yang terus terjadi.
Ia mencontohkan cadangan minyak Indonesia secara konsisten terus turun dari 1990 5,4 miliar barel menjadi 5,1 (2000), 4,2 (2010), 3,6 (2015), dan 2,5 (2019) miliar barel.
Cadangan gas bumi juga terus turun dari posisi tertinggi di 2008 3,2 triliun kubik, 2,8 triliun kubik di 2018. Pada 2019 angkanya turun lebih dari 50 persen menjadi 1,4 triliun kubik setelah pengecekan ulang cadangan terbukti.
Cadangan batu bara juga sama. ia mengkritik ekspor Indonesia yang berlebihan sebanyak 26 persen ekspor dunia menempati posisi kedua setelah Australia. Sementara itu, cadangannya hanya 3,7 persen dari total dunia dan notabene cukup rendah.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Bayu Septianto