Menuju konten utama

Fahri Hamzah: Posisi Novanto Tidak Bisa Diganti Sebelum Inkracht

Ini sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014, tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD.

Fahri Hamzah: Posisi Novanto Tidak Bisa Diganti Sebelum Inkracht
Ketua DPR Setya Novanto mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Selasa (21/11/2017). Kehadiran Novanto tidak berada dalam jadwal pemeriksaan, Selasa (21/11/2017). tirto.id/Andrian Pratama Taher

tirto.id - Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) tidak bisa memproses proses pengganti Ketua DPR Setya Novanto, sebelum ada putusan tetap dan mengikat (inkracht) dari Mahkamah Agung. Meskipun, Novanto kini sudah ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Fahri mengatakan, hal ini sesuai dengan ketentuan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014, tentang MPR, DPR, DPRD dan DPD (MD3). "Kalau menurut UU MD3 dan tatib enggak bisa (Novanto diproses)," kata Fahri di Kompleks Parlemen, Senanyan, Jakarta Pusat, Selasa (21/11).

Fahri menjelaskan, proses penggantian Ketua DPR didasarkan atas bukti yang kuat. Dalam hal ini, kata Fahri, bukti tersebut adalah bukti hukum.

Ini yang menjadikan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Novanto, kata Fahri, baru bisa diproses MKD jika Novanto sudah berstatus terdakwa. Karena itu, Fahri menolak anggapan jika MKD bisa memproses dengan alasan marwah.

"Pertimbangannya hukum, bukan marwah," kata Fahri.

Disinggung soal fungsi DPR yang terganggu dengan penetapan Novanto, Fahri menampiknya. Menurut Fahri, tidak ada kinerja pimpinan yang terganggu. Sebab, kata dia, semua tugas telah dibagi bersama empat pimpinan lainnya. Terlebih, Novanto sudah lama dicekal KPK untuk ke luar negeri.

"Selama ini, ketua itu lebih banyak ke fungsi-fungsi perwakilan dari semua. Misalnya dalam rapat konsultasi, terima tamu," kata Fahri.

Pernyataan Fahri ini berkebalikan dengan keterangan Wakil Ketua MKD Sarifuddin Sudding. Sudding menilai, MKD bisa mengambil sikap lantaran Novanto sudah ditahan. Bagi Sudding, penahanan ini dikhawatirkan mengganggu pelaksanaan tugas pimpinan.

Ini selaras dengan Pasal 87 Ayat 2 poin (a) UU MD3 yang menyebutkan, pergantian pimpinan DPR bisa dilakukan manakala yang bersangkutan tidak melaksanakan tugasnya secara berkelanjutan atau selama tiga bulan tidak bisa melaksanakan tugasnya.

"Ketika seseorang sudah ditahan oleh institusi penegak hukum ini menyangkut masalah integritas," kata Sudding

“Ada opsi (juga), kami akan undang pimpinan fraksi-fraksi untuk meminta pandangannya terkait posisi Pak Novanto yang ditahan. Karena terbuka ruang di Pasal 83 Tatib DPR bahwa pergantian pimpinan DPR dilakukan fraksinya atas rekomendasi MKD,” ujar Sudding.

Sudding tak menampik Pasal 87 Ayat 2 poin (c) UU MD3, yang juga menjadi dasar pemberhentian. Namun, Sudding mengatakan, MKD bisa memutuskan pemberhentian pimpinan DPR karena status sebagai tersangka dan tahanan KPK merusak marwah DPR.

“Memang dalam rapat lalu terjadi perdebatan alot sehingga kami menunggu proses hukum yang dilakukan KPK dan minggu malam sudah dilakukan penahanan sehingga MKD harus ambil sikap,” katanya.

Setya Novanto menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi, sejak Minggu malam (19/11). Ketua DPR ini ditahan setelah tim KPK sebelumnya memeriksa kesehatan Novanto pasca-insiden kecelakaan tunggal yang dialami Kamis (16/11) malam.

Novanto yang sudah menjadi tersangka dalam dugaan korupsi e-KTP di Kementerian Dalam Negeri ini, sempat mangkir beberapa kali dari panggilan pemeriksaan dan sempat menghilang saat hendak dijemput paksa.

Selain mangkir dan menghilang, Ketua Umum Partai Golkar ini meminta perlindungan kepada Presiden Joko Widodo hingga ke Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Tapi, Presiden Jokowi menyarankan Novanto taat hukum.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Mufti Sholih