tirto.id - Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon termasuk orang yang paling aktif memprotes kasus Ahmad Dhani yang dipenjara karena terjerat UU ITE. Ia bahkan menyebut perkara sejawatnya ini sebagai lonceng kematian demokrasi dan bukti nyata rezim “otoriter.”
Tak berhenti di situ, Fadli Zon juga mendatangi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Senin, 4 Januari 2019. Tujuannya adalah mempertanyakan alasan penegak hukum menahan pentolan Dewa 19 itu.
“Dalam rangka melakukan pengawasan karena kasus saudara Ahmad Dhani ini menurut hukum adalah sumir, terutama penahanannya,” kata Fadli, di Kompleks Senayan, Jakarta, Senin (4/2/2019).
Fadli yang juga wakil ketua umum DPP Gerindra ini mempertanyakan dasar penahanan Ahmad Dhani. Sebab, kata dia, pada Kamis, 31 Januari, kuasa hukum Dhani resmi telah mengajukan banding, sehingga tak perlu ditahan.
“Jadi seharusnya tidak ada alasan menahan saudara Ahmad Dhani,” kata Fadli.
Namun, tindakan Fadli ini dinilai sebagai bagian dari upaya intervensi hukum.
“Datang menemui [hakim] itu, menurut saya bagian dari intervensi peradilan,” kata ahli hukum pidana dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sigit Riyanto saat dihubungi reporter Tirto, Senin (4/2/2019).
Sigit mengatakan, sebagai wakil rakyat, semestinya Fadli Zon menghormati hukum. Sebab, ia khawatir upaya Fadli justru menimbulkan pandangan pilih kasih, apalagi harus datang ke pengadilan sebagai anggota legislatif.
“Kalau toh ada monitoring pengawasan, ya lakukan sesuai aturan yang sudah ditentukan oleh lembaga itu,” kata Sigit.
Menurut Sigit, Fadli selayaknya sadar bahwa pertemuan dengan hakim berpotensi melanggar tata tertib DPR, apalagi ia punya hubungan dekat dengan Ahmad Dhani.
Selain itu, kata Sigit, pertemuan Fadli dengan hakim juga berpotensi melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
Dalam aturan KEPPH, kata Sigit, hakim dilarang menemui pihak berperkara, baik saudara, terdakwa, tersangka, advokat, hingga pihak lawan.
Artinya, kata Sigit, pertemuan tersebut justru memperkuat potensi apabila Fadli membawa kepentingan kasus Ahmad Dhani yang merupakan koleganya.
“Ngapain harus ketemu dengan hakim yang sedang menangani perkara. Kan, itu sesuatu yang tidak [etis] atau secara fatsun kurang baik kalau menemui seorang hakim, [apalagi] hakim itu sedang menangani perkara,” kata Sigit.
Sigit menyarankan, sebaiknya Fadli dan kuasa hukum Dhani mengikuti mekanisme hukum yang berlaku. Misalnya, apabila kurang puas dengan putusan banding, mereka bisa mengajukan kasasi.
Pengadilan Tinggi DKI: Penahanan Dhani Sesuai KUHAP
Wakil Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Syahrial Sidik menanggapi keberatan Fadli Zon yang mempertanyakan penahanan Ahmad Dhani.
Menurut dia, penahanan Ahmad Dhani sesuai dengan ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf k Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyebut untuk segera dilakukan penahahan jika terdakwa terbukti melakukan tindak pidana.
“Pasal 197 ayat 1 huruf k di situ disebutkan, jadi tidak memerlukan suatu penetapan,” kata Sidik, di Pengadilan Tinggi DKI, di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Senin (4/2/2019).
Sidik pun mengimbau jika tim kuasa hukum berkeyakinan kalau tidak ada penetapan penahanan, maka seharusnya dituangkan ke dalam memori banding. Namun, kata Sidik, sampai saat ini ia belum menerima berkas perkara dan memori banding tersebut.
“PT DKI Jakarta belum menerima berkas perkara termasuk memori dan kontra memori banding,” kata Sidik.
Dalih Fadli Zon
Terkait ini, Fadli Zon membantah jika dirinya mendatangi Pengadilan Tinggi DKI untuk mengintervensi kasus hukum yang menjerat musisi Ahmad Dhani.
“Seperti yang tadi dikatakan tidak ada dan tidak bisa juga kami [DPR] mengintervensi hukum,” kata Fadli, di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Senin (4/2/2019).
Fadli mengklaim kedatangan dirinya bersama anggota Komisi III DPR Muhammad Syafi'i, Direktorat Advokasi BPN Prabowo-Sandiaga Nurhayati, dan kedua kuasa hukum Hendarsam Marantoko dan Ali Lubis adalah untuk melalukan pengawasan terkait prosedur hukum dan juga mencari keadilan.
“Tidak memasuki substansi perkara maupun materi perkara, saya kira tadi juga tidak ada yang rahasia,” kata Fadli.
“Kami ingin mengecek justru prosedur-prosedur yang ada sebagai bagian dari tugas DPR untuk melakukan pengawasan cek and balance apakah benar standar melakukan penahanan terhadap saudara Ahmad Dhani,” kata politikus Gerindra ini.
Fadli juga menuturkan kehadiran dirinya ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta justru untuk memeriksa ada tidaknya penyalahgunaan kekuasaan dan kesewenang-wenangan terhadap kasus yang menimpa sejawatnya itu.
“Kalau jaksa agungnya dari partai politik, kan, bisa terjadi conflict of interest, apalagi yang berlawan dengan kami,” kata Fadli.
Fadli menjelaskan, lazimnya seseorang bisa ditahan jika sudah ada penetapan hakim. Namun, kata dia, pada kasus Dhani, ia melihat tidak ada penetepan hakim, tapi hanya ada pelaksanaan putusan pengadilan oleh kejaksaan.
Oleh karena itu, kata Fadli, hal tersebut menjadi catatan bagi dirinya sebagai anggota DPR, apakah dalam perkara-perkara sejenis terjadi atau tidak.
Penulis: Abdul Aziz