tirto.id - Seorang jurnalis asal Malta, Matthew Caruana Galizia, mengunggah tulisannya di Facebook yang berisi dugaan keterlibatan Perdana Menteri Joseph Muscat dalam beberapa praktik korupsi.
Namun, seperti ditulis The Verge, beberapa waktu kemudian, Galizia tidak dapat mengakses akun Facebook-nya dan beberapa unggahannya telah dihapus.
Untuk diketahui, Galizia masuk dalam tim yang mengungkap kisah Panama Paper tahun lalu. Publikasinya ini terjadi beberapa minggu sebelum Malta mengadakan pemilihan umum Juni nanti.
Ia menuturkan, tulisannya tidak banyak dimuat di koran setempat, sehingga ia memilih Facebook untuk menjangkau lebih banyak orang.
"Responnya luar biasa, saya tidak pernah mengharap hal seperti itu," kata Galizia menjelaskan, seperti dilansir dari Antara.
Atas tulisan Galizia, Perdana Menteri Muscat pun menyatakan akan menuntut jurnalis itu.
Laman The Guardian menuliskan Galizia terkunci dari akunnya pada 16 Mei lalu meskipun belum jelas apakah ada campur tangan pemerintah.
Terkait hal ini, juru bicara Facebook dalam keterangan tertulis pada The Verge menyatakan sedang memeriksa peristiwa itu.
"Kami sedang menyelidiki unggahan-unggahan itu dan sudah berbicara dengan Caruana Galizia sehingga ia bisa menerbitkan apa yang diperluka, tanpa rincian yang dapat menimbulkan risiko keamanan. Bila kami membuat kesalahan, kami akan mengoreksinya," kata Facebook.
Sementara itu, kepada The Guardian, Galizia berkata kejadian tersebut "mencerahkan karena saya menyadari blokir ini melumpuhkan bagi jurnalis".
Sebelumnya, pada Selasa (16/5/2017), Facebook sempat dijatuhkan denda oleh badan perlindungan data Perancis (CNIL) karena mengumpulkan informasi tentang pengguna tanpa sepengetahuan mereka. Keputusan itu menyusul sebuah pemeriksaan terhadap Facebook bekerja sama dengan regulator lain di Eropa.
Badan CNIL menjatuhkan penalti sebesar 150.000 euro kepada Facebook Inc dan Facebook Ireland, atas "beberapa pelanggaran terhadap Undang-Undang Perlindungan Data Warga Prancis", yang merupakan denda maksimum dalam kasus semacam itu.
Menyusul investigasi selama dua tahun, CNIL mengatakan Facebook telah mengumpulkan "kompilasi data personal pengguna internet untuk memajang iklan bertarget".
Raksasa internet asal Amerika tersebut juga "mengumpulkan data mengenai aktivitas berselancar pengguna internet di situs pihak ketiga, melalui cookie 'datr', tanpa sepengetahuan mereka". CNIL menegaskan, hal itu dinilai sebagai "pelacakan tidak adil".
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari