Menuju konten utama

Perintah Kapolri: Intai, Larang, & Lawan Narasi Penolak UU Ciptaker

Surat telegram Kapolri salah satu poinnya menginstruksikan melakukan kontra narasi isu-isu yang mendiskreditkan pemerintah.

Perintah Kapolri: Intai, Larang, & Lawan Narasi Penolak UU Ciptaker
Kapolri Jenderal Pol Idham Azis mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (20/11/2019). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/ama.

tirto.id - Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis menerbitkan Surat Telegram Kapolri Nomor: STR/645/X/PAM.3.2./2020 bertanggal 2 Oktober 2020. Isinya tentang antisipasi kepolisian ihwal unjuk rasa dan pemantauan situasi berpotensi konflik dalam rangkaian pengesahan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Dokumen itu ditandatangani oleh Asops Kapolri Irjen Pol Imam Sugianto atas nama Kapolri.

Ada 12 poin yang diatur dalam surat itu, beberapa di antaranya seperti pengerahan fungsi intelijen dan deteksi dini terhadap elemen buruh dan masyarakat yang berencana berdemonstrasi dan mogok nasional; melakukan patroli siber pada media sosial dan manajemen media untuk bangun opini publik yang tidak setuju dengan unjuk rasa di tengah pandemi; serta tidak memberikan izin kepada pengunjuk rasa untuk berdemonstrasi maupun keramaian lainnya.

Poin lainnya menginstruksikan perihal melakukan kontra narasi isu-isu yang mendiskreditkan pemerintah.

“Benar telegram itu, sebagaimana pernah disampaikan Kapolri Jenderal Idham Azis, di tengah pandemi COVID-19 ini keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi atau salus populi suprema lex esto," kata Kadiv Humas Polri Irjen Pol Argo Yuwono dalam keterangan tertulis, Senin (5/10/2020).

Surat telegram itu diterbitkan demi menjaga kondusifitas situasi keamanan dan ketertiban masyarakat di saat pandemi. Apalagi, dewasa ini, pemerintah sedang berupaya untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona.

Argo menambahkan, dalam UU No. 9/1998 tentang menyampaikan pendapat di muka umum, penyampaian aspirasi atau demonstrasi memang tidak dilarang. Namun, kata Argo, di tengah situasi pandemi virus corona seperti ini, kegiatan yang menimbulkan keramaian massa sangat rawan terjadinya penyebaran virus corona lantaran mengabaikan penerapan standar protokol kesehatan.

"Sehingga Polri tidak memberikan izin aksi demonstrasi atau kegiatan lainnya yang menyebabkan terjadinya kerumunan orang dengan tujuan mencegah penyebaran COVID-19. Ini juga sejalan dengan Maklumat Kapolri. Kami minta masyarakat untuk mematuhinya," imbuh dia.

Telegram itu juga melarang kepolisian mencegat massa di dalam tol lantaran berimbas kepada penutupan jalan tol. Polisi khawatir upaya itu akan menjadi pemberitaan nasional dan internasional.

Dalam penerapan instruksi, Kapolri menegaskan agar jajarannya mempedomani Perkap Nomor 16 Tahun 2006 tentang Pengendalian Massa, Perkap Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian dan Protap Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Penanggulangan Anarkis.

Sabtu (3/10), sekira pukul 22.50, tujuh fraksi partai politik di DPR RI, DPD RI, dan pemerintah menyepakati Omnibus Law RUU Cipta Kerja selesai dibahas di tingkat I. RUU Cipta Kerja tinggal menunggu pengesahan di pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna DPR RI.

Badan Legislasi DPR RI Supratman Andi Agtas menjelaskan, ada 7 fraksi yang menerima dan 2 fraksi lainnya menolak. Sedangkan perwakilan pemerintah dan DPD RI tak ada yang menolaknya.

Lantas politikus Partai Gerindra tersebut segera meminta persetujuan forum. "Apakah," kata Supratman memimpin rapat Baleg, "Rancangan Undang-Undang tentang Cipta kerja ini bisa kita setujui untuk diteruskan pengambilan keputusannya di tingkat selanjutnya?" "Setuju!" sorakan dari para peserta rapat. Akhirnya tepat pukul 22.50, Sabtu (3/10/2020).

Baca juga artikel terkait RUU OMNIBUS LAW atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Abdul Aziz