tirto.id - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution mengatakan industri sawit di Indonesia pertama kali dikembangkan sejak zaman Orde Baru. Bahkan, sumber dananya berasal dari Bank Dunia yang notabene juga bersumber dari negara-negara barat termasuk Eropa. Kemudian disalurkan melalui Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI).
Pernyataan Darmin merespons Renewable Energy Directive (RED) II yang dikeluarkan Uni Eropa untuk melarang sumber produk minyak nabati yang menyebabkan deforestasi dan alih fungsi lahan (ILUC). Bila kebijakan itu disahkan oleh parlemen Eropa, maka mereka tak lagi menerima ekspor sawit.
“Sawit di Indonesia dikembangkan besar-besaran di permulaan Orde Baru. Kreditnya dari Bank Dunia. Kami kenal tanaman ini juga dari mereka,” ucap Darmin kepada wartawan usai konferensi pers bertajuk “Diskriminasi terhadap Sawit Indonesia” di Gedung Kementerian Luar Negeri pada Rabu (20/3).
“Ini bukan tanaman kami, tapi ternyata sangat cocok untuk Indonesia,” tambah Darmin.
Darmin melihat adanya keanehan dari pelarangan Uni Eropa ini. Sebab, mereka menerapkan kebijakan itu karena hutan mereka sudah habis dan tergantikan hutan sekunder. Belum lagi luasan hutan yang dimiliki juga dinilai berbeda jauh dengan Indonesia.
Menurut Darmin, hal itu tidak dapat disamakan. Ia mengklaim, saat ini Indonesia masih memiliki hutan yang cukup luas sehingga belum harus khawatir seperti negara-negara Eropa.
“Mereka bilang sawit berisiko tinggi setelah hutannya habis. Berapa sih hutan di Perancis dan Belgia. Kami masih ada hutan. 40 persen republik ini masih hutan alami,” ucap Darmin.
Lagipula, Darmin mengatakan, penanaman sawit sudah dilakukan sejak lama. Lokasi penanamannya pun, kata Darmin, dilakukan di atas lahan yang sudah tak lagi ditumbuhi tanaman termasuk pohon.
Saat menjelaskan kepada Uni Eropa, Darmin mengaku telah menunjukkan berbagai peta hutan Indonesia. Mulai dari tahun 1900, 1950, 1980, 2000, hingga 2010.
Ia menuturkan, peta-peta itu menunjukkan bahwa masalah deforestasi telah terjadi sejak lama. Karena itu, ia memastikan bila anggapan bahwa banyak pihak membuka lahan di Indonesia untuk menanam sawit tidak benar.
“Hutannya sudah rusak. Setelah dia enggak ditanami, pohon (biasa enggak bisa) humusnya paling cuma 2 cm. Kalau 3 tahun enggak ditanam habis humusnya kena hujan,” ucap Darmin
“Kalau karet enggak bisa harganya terlalu rendah. Jadi harus ada tanaman yang menguntungkan supaya tanah itu bisa dipupuki,” tambah Darmin.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Alexander Haryanto