tirto.id - Berulang kali Dahlan Iskan, mantan Menteri BUMN, menyebut soal orang berkuasa yang sengaja memangsanya. Bahkan, bapak dua anak yang melakukan transplantasi hati di Tiongkok pada 6 Agustus 2007 itu kembali mengulanginya saat membacakan eksepsi pribadi di kursi pesakitan Pengadilan Tipikor Surabaya, 13 Desember 2016.
“Sebaliknya, ada yang dengan jelas sulit disebut korupsi justru diperkarakan. Dengan menggunakan segala cara. Dan untuk memperkarakannya, menggunakan uang negara pula. Jaksa menanganinya dengan tergopoh-gopoh. Sampai mengabaikan hak tersangka. Gaya kejaksaan seperti itu, Yang Mulia, yang membingungkan masyarakat,” katanya di hadapan majelis hakim yang dipimpin M. Tahsin.
Bahkan Dahlan secara terbuka menuding pihak kejaksaan. “Masyarakat yang modal utamanya adalah hati nurani dan akal sehat, dibuat bingung karena sering disuguhi ulah kejaksaaan yang seperti itu. Yakni bagaimana mengobyekkan korupsi demi kerakusan politik, kerakusan jabatan maupun kerakusan harta,” ujarnya.
Mengapa Dahlan mengumbar emosi dan pendapat pribadinya, jauh dari kesan tenang yang kerap kita lihat di televisi dan tulisan-tulisannya?
Saat ini, selain menjalani proses sidang pidana korupsi dalam kasus jual-beli aset PT Panca Wira Usaha (PWU), sejak 2015 Dahlan Iskan menghadapi proses penuntutan dari kejaksaan dalam dua kasus (baca laporan utama: Jabatan Lama yang Menjerat Dahlan Iskan).
Kejaksaan Agung membidik Dahlan dalam dugaan korupsi pengadaan 16 unit mobil listrik yang ditaksir merugikan negara Rp32 miliar.
Satu kasus lagi adalah dugaan korupsi pengadaan dan pembangunan 21 gardu induk listrik di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Ditangani oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Dahlan dinilai merugikan negara sebesar Rp33,2 miliar. Di kasus ini, Dahlan telah bebas dari status tersangka usai memenangkan gugatan praperadilan di PN Jakarta Selatan pada 4 Agustus 2015. Hakim tunggal Lendriaty Janis mengabulkan seluruh gugatan praperadilan Dahlan.
Hakim sepakat dengan tim kuasa hukum yang menyatakan Dahlan terlebih dulu ditetapkan tersangka, baru kemudian dicari alat buktinya. Padahal, secara prosedur, seseorang baru bisa ditetapkan sebagai tersangka jika lebih dulu ditemukan dua alat bukti yang cukup.
Masih ada satu lagi kasus dugaan korupsi yang berpotensi menjerat Dahlan, yakni pembuatan sawah fiktif di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, yang disidik Mabes Polri. Diduga negara dirugikan sekitar Rp298,64 miliar. Pemeriksaan paling mutakhir terhadap Dahlan sebagai saksi dilakukan Subdirektorat III Direktorat Tipikor Bareskrim Polri, 10 November 2016, di Markas Polda Jatim.
Dahlan Iskan Menuding 'Orang Berkuasa'
Dahlan Iskan pertama kali melontarkan tudingan tentang orang berkuasa yang mengincarnya saat ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak Kejati Jatim, 27 Oktober 2016.
“Saya tidak kaget dengan penetapan sebagai tersangka ini dan kemudian juga ditahan. Karena seperti Anda semua tahu, saya memang sedang diincar terus oleh yang berkuasa,” katanya saat hendak dibawa ke tahanan.
Kalimat Dahlan itu sampai juga ke Istana Negara. Juru bicara presiden Johan Budi mengatakan bahwa yang dimaksud Dahlan bukanlah Presiden Jokowi.
“Saya tidak yakin apakah yang dimaksud Pak Dahlan Iskan dengan diincar kekuasaan itu adalah oleh Pak Presiden Jokowi. Karena Presiden dalam penegakan hukum tidak pernah mengincar siapa pun," kata Johan di kompleks Istana, 28 Oktober 2016.
Wakil Presiden Jusuf Kalla pun turut berkomentar. “Jangan lupa, Dahlan menteri pada zaman SBY, tapi pada zaman kita terakhir. Beliau terakhir itu tim sukses juga. Jadi tidak mungkin penguasa dalam ukuran di sini, di Jakarta ini, berbuat seperti itu. Pasti tidaklah,” kata Kalla.
Di rumahnya, Dahlan kembali mengungkapkan unek-uneknya, yang kian mengarahkan arah tudingannya.
“Misalnya dicari-cari kesalahan saya di PLN, meski ternyata tidak terbukti. Kemudian dicari-cari lagi, apa yang lebih baru seperti mobil listrik, tapi, kan, tidak ketemu. Kemudian dicari yang lebih lama lagi, 13 tahun lalu di PWU,” katanya kepada Tirto.id.
Namun, Kepala Kejati Jatim Maruli Hutagalung membantah ada intervensi atau tudingan apapun dari Dahlan sejak Korps Adhyaksa itu menetapkannya sebagai tersangka dalam dugaan korupsi penjualan aset PT PWU.
“Kami menyidik kasus itu secara profesional, tak ada intervensi dari siapa-siapa,” ujar Maruli, 29 Oktober 2016.
Penulis: Kukuh Bhimo Nugroho
Editor: Fahri Salam