Menuju konten utama

Emirsyah Satar Tersangka Lagi Kasus TPPU Maskapai Garuda

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadikan Emirsyah Satar tersangka lagi dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait pembelian mesin maskapai Garuda Indonesia.

Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar (tengah) usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (17/7/2019). ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc.

tirto.id - Mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Emirsyah Satar kembali menjadi tersangka kasus korupsi.

Kali ini Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjerat Emirsyah dengan kejahatan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Wakil Ketua KPK, Laode M Syarif mengatakan, penyidikan terhadap kejahatan itu sudah dilakukan sejak 1 Agustus 2019. Hasilnya, Emirsyah diduga bersalah.

"Tindak Pidana Pencucian Uang, yang pertama [menjerat] ESA [Emirsyah Satar], Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk untuk periode 2005-2014," kata Laode di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (7/8/2019).

Dalam kasus TPPU ini, KPK juga menjerat mantan Dirut PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo.

Peran Soetikno adalah memberikan uang kepada Emir. Soetikno juga Beneficial Owner Connaught International Pte. Ltd yang menjadi bagian dari perusahaan Rolls Royce.

"Untuk ESA, SS [Soetikno Soedarjo] diduga memberi Rp5,79 miliar untuk pembayaran rumah beralamat di Pondok Indah, 680 Ribu dolar Amerika Serikat dan 1,02 juta Euro yang dikirim ke rekening perusahaan milik ESA di Singapura, dan 1,2 juta Euro untuk pelunasan apartemen milik ESA di Singapura," ungkap dia.

Soetikno menjadi perantara dari empat perusahaan untuk memberikan suap kepada Emirsyah dan tersangka lain, mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Hadinoto Soedigno.

"Selaku Konsultan Bisnis/Komersial dari Rolls-Royce, Airbus dan ATR, SS diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut. Selain itu, SS juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI)

yang menjadi Sales Representative dari Bombardier [untuk kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000]," imbuh Laode.

Emirsyah dan Soetikno diduga melanggar pasal 3 atau pasal 4 UU 8/2010 tentang Pencegahan TPPU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Penyidikan kasus korupsi Garuda berawal saat KPK melakukan penelusuran pada tahun 2016. Untuk membuka kasus ini KPK melibatkan Serious Fraud Office (SFO) Inggris (atau KPK Inggris) dan Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB/KPK Singapura).

Setelah dilakukan penyelidikan bersama, KPK mulai menggeledah sejumlah tempat seperti rumah Emir di Jakarta Selatan serta kantor Soetikno di Wisma MRA daerah Jakarta Selatan.

Emirsyah merupakan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia. Saat ini Emirsyah berstatus tersangka di KPK. Dia diduga menerima suap dari beneficial ownerConnaught International Pte Ltd Soetikno Soedarjo terkait pengadaan pesawat Airbus SAS dan mesin pesawat Rolls-Royce untuk PT Garuda Indonesia.

KPK menduga Soetikno memberikan uang kepada Emirsyah sebesar 1,2 juta Euro dan USD 180 ribu atau setara Rp20 miliar. Emirsyah juga diduga menerima suap dalam bentuk barang senilai USD 2 juta yang tersebar di Indonesia dan Singapura.

Emir sebelumnya disangka melanggar pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 ke-1 sementara Soetikno dijerat pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Baca juga artikel terkait KASUS SUAP EMIRSYAH SATAR atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Zakki Amali