tirto.id - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekonomi Indonesia mampu tumbuh mencapai 5,3 persen sepanjang 2022. Tingkat pertumbuhan ini jauh melampaui pertumbuhan 2021 yang tercatat 3,7 persen.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menilai, pertumbuhan tersebut tidak lepas dari efektivitas kebijakan penanganan pandemi COVID-19 yang berperan besar dalam menjaga keberlanjutan pemulihan ekonomi. Dia menjelaskan akselerasi program vaksinasi dan pendekatan tepat dalam penerapan pembatasan sosial masyarakat yang adaptif secara efektif dinilai mampu mengendalikan penularan COVID-19. Sekaligus menjaga aktivitas ekonomi untuk dapat pulih lebih cepat.
“Alhamdulillah meski sejak tahun 2022 pertumbuhan ekonomi dunia diproyeksikan melambat, ekonomi Indonesia mencatatkan konsistensi tren pertumbuhan yang sangat baik,” katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (7/2/2023).
Sri Mulyani menjelaskan, berbagai program pemulihan ekonomi dilakukan. Mulai dari Program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN). Program tersebut juga didukung oleh kebijakan moneter, sektor keuangan yang akomodatif sehingga memberikan dorongan besar bagi akselerasi pemulihan ekonomi nasional di tahun 2022.
Di tengah eskalasi gejolak global di tahun 2022, peran APBN sebagai shock absorber menjadi krusial. Disrupsi di sisi suplai akibat meningkatnya optimisme perbaikan ekonomi di sejumlah negara maju yang belum diikuti dengan perbaikan sisi produksi telah menyebabkan naiknya tekanan inflasi.
Perang di Ukraina kemudian mengakibatkan gangguan pasokan sehingga harga komoditas, khususnya pangan dan energi, melonjak tajam. Akibatnya, banyak negara menghadapi tekanan inflasi yang sangat tinggi. Inflasi di sejumlah negara maju, seperti Amerika Serikat dan negara-negara di kawasan Eropa, mencatatkan rekor tertinggi dalam 40 tahun terakhir.
Transmisi global dampak inflasi tinggi ke domestik dapat ditekan dengan mengoptimalkan fungsi APBN sebagai shock absorber. Program Bantuan Langsung Tunai (BLT) Minyak Goreng, penambahan anggaran subsidi dan kompensasi energi, penambahan BLT terkait penyesuaian harga BBM, bantuan subsidi upah, serta penguatan dana transfer ke daerah untuk pengendalian inflasi digulirkan oleh Pemerintah.
Alhasil inflasi domestik terkendali pada level yang moderat, hanya 5,5 persen di tahun 2022, sehingga daya beli masyarakat dan keberlanjutan pemulihan
ekonomi terjaga.
Untuk diketahui, BPS mencatat realisasi pertumbuhan ekonomi 2022 sebesar 5,31 persen dibanding tahun sebelumnya (year-on-year/yoy). Kepala BPS Margo Yuwono menyebutkan, angka tersebut merupakan pertumbuhan yang tertinggi sejak tahun 2013.
"Saat itu di tahun 2013, Indonesia mampu tumbuh 5,56 persen (yoy)," ujar Margo dalam konferensi pers dikutip dari Antara, Senin (6/2/2023).
Dia menjelaskan secara nominal perekonomian Indonesia sudah lebih tinggi dari sebelum pandemi COVID-19 yakni di tahun 2019 dengan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku (ADHB) sebesar Rp15,83 ribu triliun dan PDB atas dasar harga konstan (ADHK) Rp10,95 ribu triliun. Sementara di tahun 2022, PDB ADHB berhasil meningkat mencapai Rp19,59 ribu triliun.
Kemudian PDB ADHK Rp11,71 ribu triliun, dengan PDB per kapita mencapai Rp71 juta atau 4.783,9 dolar AS. Dari sisi produksi, pertumbuhan ekonomi tertinggi pada tahun 2022 terjadi pada lapangan usaha transportasi dan pergudangan sebesar 19,87 persen (yoy), diikuti sektor penyediaan akomodasi dan makan minum sebesar 11,97 persen (yoy), dan jasa lainnya sebesar 9,47 persen (yoy).
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin