Menuju konten utama

Ekonom Ragukan Data BKPM soal Kenaikan Investasi Kuartal II 2019

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah meragukan data BKPM soal kenaikan investasi pada kuartal II 2019. 

Ekonom Ragukan Data BKPM soal Kenaikan Investasi Kuartal II 2019
(Ilustrasi) Pekerja menyelesaikan perakitan unit mesin sepeda motor di pabrik AHM, Karawang, Jawa Barat. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.

tirto.id - Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat investasi pada kuartal II 2019 mengalami kenaikan 13,7 persen dibanding periode yang sama tahun 2018.

Namun, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah meragukan kenaikan itu mencerminkan pertumbuhan yang riil.

Sebab, dia menilai sejumlah hambatan investasi di Indonesia masih ada, terutama terkait dengan aspek perizinan. Selain itu, pertumbuhan investasi di Indonesia agak melambat sejak kuartal II 2018.

“Saya belum punya datanya secara lengkap apakah pertumbuhannya riil. Saya agak meragukan itu karena hambatan-hambatan investasi kita belum banyak diperbaiki,” kata Piter.

Dia menyatakan hal ini usai konferensi pers bertajuk “Konsolidasi Domestik Pasca Pemilu di Tengah Tekanan Global” di Hongkong Café, Gondangdia, Jakarta pada Selasa (30/7/2019).

Piter mengatakan pada 2018 lalu Indonesia mengalami penurunan investasi cukup drastis, yakni 8 persen secara year on year. Penyebabnya masih berkaitan dengan masalah-masalah klasik.

Padahal, menurut Piter, Indonesia sebenarnya sangat menarik bagi investor. Hal ini jika dilihat dari banyaknya rencana investasi yang diajukan.

“Realisasi investasi Indonesia [tahun] kemarin tak sampai separuh. Hambatannya pertama dari pembebasan lahan, kedua koordinasi pusat dan daerah, ketiga inkonsistensi kebijakan. Ini jadi persoalan untuk investasi. Kemudian, persoalan klasik terkait perburuhan dan pengupahan,” ucap Piter.

Sementara Direktur Eksekutif CORE, Mohammad Faisal menduga kenaikan investasi pada kuartal II 2019 merupakan imbas dari perpindahan sejumlah fasilitas industri manufaktur ke Indonesia. Hal itu terjadi karena industri manufaktur di Vietnam mulai mencapai titik jenuh.

Menurut Faisal, selama ini Vietnam menjadi negara tujuan perpindahan industri asal Cina sebagai imbas perang dagang dengan Amerika Serikat.

Akan tetapi, migrasi industri dari Cina itu belakangan memicu dampak negatif di Vietnam, seperti kemacetan, antrean panjang di pelabuhan, dan perebutan tenaga kerja terampil yang terbatas.

“Ini lah yang mungkin memengaruhi rilis BKPM. Peningkatan investasi. Jadi manfaktur sudah mulai naik,” ujar Faisal.

Baca juga artikel terkait INVESTASI atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Addi M Idhom