Menuju konten utama

Ekonom Optimistis Kenaikan Suku Bunga AS Tak Jadi Ancaman Besar RI

Ancaman kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) atau The Fed tidak terlalu besar dampaknya untuk Indonesia. Tetapi akan berdampak pada permintaan global.

Ekonom Optimistis Kenaikan Suku Bunga AS Tak Jadi Ancaman Besar RI
Seorang Teller menghitung uang Rupiah dan Dolar Amerika Serikat di Bank Mandiri, Jakarta, Senin (7/1/2018). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

tirto.id - Direktur Riset Center of Reform Economic (CORE), Piter Abdullah menilai, ancaman kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) atau The Fed tidak terlalu besar dampaknya untuk Indonesia. Tetapi akan berdampak pada permintaan global dan mempengaruhi aliran modal asing.

"Meskipun argumentasinya cukup kuat, sebenarnya ancaman ke Indonesia tidak sebesar yang disampaikan oleh SMI (Sri Mulyani Indrawati)," kata Piter saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (8/6/2022).

Penurunan ekonomi global yang berdampak ke harga komoditas memang akan menurunkan ekspor Indonesia. Tetapi tidak bergantung kepada ekspor saja. Dia merinci selama periode 2014-2019 harga komoditas sangat rendah. Neraca perdagangan tanah air bahkan sering defisit, tetapi ekonomi masih bisa stabil tumbuh 5 persen.

"Perekonomian kita baru terkontraksi karena adanya pandemi," katanya.

Dia optimistis saat pandemi mulai reda, aktivitas ekonomi normal, dan walaupun harga komoditas turun, perekonomian Indonesia tetap tumbuh positif di kisaran 4 sampai 5 persen. Hal itu disebabkan perekonomian didorong oleh konsumsi dan investasi

"Jadi apa yang harus dilakukan menghadapi ancaman resesi global menurut saya adalah kembali fokus kepada permintaan dalam negeri. Pastikan pandemi berakhir dan kemudian menjaga permintaan dalam negeri," ungkapnya.

Di sisi lain, dia memahami kenaikan suku bunga di AS adalah keniscayaan di tengah kondisi melonjaknya inflasi di negaranya. Untuk mengendalikan inflasi, The Fed mengurangi likuiditas yang pada periode pandemi begitu berlimpah. Dia menilai fenomena kenaikan suku bunga tidak hanya terjadi di negeri Paman Sam saja, tetapi juga di banyak negara. Termasuk bank sentral Australia yang terakhir menaikkan suku bunga sebesar 50 bps.

"Kenaikan suku bunga dan pengetatan likuiditas mengantisipasi inflasi ini akan berdampak terhadap permintaan global dan juga mempengaruhi aliran modal asing. Ini yang dianggap ancaman oleh ibu SMI," jelasnya.

Menurutnya kenaikan suku bunga di AS bisa menyebabkan penurunan pertumbuhan ekonomi di negaranya yang kemudian berujung turunnya harga komoditas di pasar global. Keduanya kata Piter akan menurunkan ekspor Indonesia.

"Booming komoditas di Indonesia bisa berakhir cepat, surplus neraca perdagangan yang kita nikmati sekarang akan juga berakhir," katanya.

Di sisi lain, kenaikan suku bunga The Fed dan juga suku bunga acuan bank sentral lainnya akan menurunkan aliran modal asing ke indonesia. Namun berbagai kondisi di atas dipastikannya tidak akan berdampak besar bagi perekonomian dalam negeri.

Untuk diketahui, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mewanti-wanti terjadinya ancaman krisis keuangan dunia seiring dengan kenaikan tren suku bunga di Amerika Serikat (AS). Kenaikan suku bunga sendiri dipicu oleh tekanan inflasi yang tinggi di negeri Paman Sam tersebut.

“Kita harus sangat hati-hati. Dengan tren suku bunga yang naik, berarti potensi terjadinya krisis keuangan di berbagai negara di dunia kita lihat akan mungkin terjadi," kata dia dalam rapat dengan Komite IV DPD, di Jakarta, Selasa (7/6/2022).

Sri Mulyani mengatakan, dalam 40 tahun ke belakang ada beberapa krisis keuangan yang ditimbulkan karena kenaikan suku bunga AS. Untuk itu, ia meminta semua pihak berhati-hati dalam melihat potensi terjadinya krisis yang sama dalam waktu dekat.

"Jadi sekarang ini kita harus sangat hati-hati," imbuhnya.

Baca juga artikel terkait THE FED atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin