tirto.id - Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, menilai seharusnya Bank Indonesia (BI) bisa menaikkan suku bunga acuan (7 Days Reverse Repo Rate/7DRRR) hingga 50 basis poin atau sekitar 0,5 persen.
Menurut Bhima, kenaikan yang hanya sebesar 25 basis poin atau sekitar 0,25 persen itu sudah terlambat. Kendati demikian, ia tetap berharap agar peningkatan suku bunga acuan ini bisa menahan dana asing dan tidak menimbulkan penarikan dana ke luar (outflow) yang berkelanjutan.
“Kalau hanya (naik) 25 basis poin, efek ke rupiah hanya terapresiasi Rp100-Rp200 per dolar AS. Sehingga kurs besok hanya menguat ke Rp13.800-Rp13.900. Belum kembali ke titik fundamental di Rp13.500,” kata Bhima saat dihubungi Tirto pada Kamis (17/5/2018) malam.
BI memang baru saja menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada hari ini (17/5/2018). Keputusan yang diambil melalui Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI itu bakal mulai berlaku pada 18 Mei 2018. Tak hanya menaikkan 7DRRR, suku bunga deposit facility dan suku bunga lending facility juga masing-masingnya naik 25 basis poin, menjadi 3,75 persen dan 5,25 persen.
Bhima menilai BI akan kembali menaikkan suku bunga acuan pada Juni 2018 mendatang. Ia menyebutkan bahwa langkah tersebut sangat mungkin diambil mengingat The Federal Reserve (Bank Sentral AS) yang kemungkinan besar akan menaikkan suku bunga acuan untuk kedua kalinya di bulan yang sama.
Dengan menaikkan suku bunga acuan, Bhima menduga BI hendak mencari solusi karena cadangan devisa sudah mulai terkuras guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Bhima mengatakan bahwa sejak awal 2018, cadangan devisa yang sudah tergerus mencapai 7 miliar dolar AS.
“Angka ini dikhawatirkan akan terus bertambah seiring pelemahan nilai tukar rupiah,” ucap Bhima.
Tak hanya Bhima, ekonom sekaligus Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perbanas, Aviliani, pun sebetulnya berharap agar BI dapat menaikkan suku bunga acuan hingga 50 basis poin. Meski begitu, Aviliani tidak menampik bahwa kenaikan suku bunga dapat menimbulkan kekhawatiran terhadap kredit yang tidak tumbuh.
“Karena kalau (kenaikannya) hanya 25 bps, kita sudah terlambat. Kalau 50 bps, paling tidak menahan untuk capital outflow. Kita juga sudah melihat kan kira-kira kenaikan suku bunga The Fed,” ujar Aviliani di Hotel Ritz Carlton, Jakarta pada Selasa (15/5/2018) lalu.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Yantina Debora