tirto.id - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use authorization (EUA) untuk Vaksin Moderna. Moderna menjadi vaksin COVID-19 keempat yang telah diizinkan BPOM agar dapat digunakan di Indonesia, sebelumnya telah ada vaksin Sinovac, Astrazeneca, dan Sinopharm.
Kepala BPOM Penny K Lukito menuturkan, rencananya vaksin asal Amerika Serikat ini akan digunakan untuk usia 18 tahun ke atas dan orang lanjut usia (lansia) di atas 65 tahun.
"Sebagaimana yang sudah disampaikan, adalah untuk 18 tahun ke atas. Jadi sampai 65 tahun dan di atas 65 tahun, untuk lansia juga bisa digunakan," kata Penny dalam konferensi pers yang secara daring, Jumat (2/7/2021).
Penny menjelaskan Vaksin Moderna ini diproduksi menggunakan platform messenger RNA (mRNA), yang didapatkan melalui kerja sama bilateral antara Indonesia dengan Amerika Serikat yang disalurkan melalui kerja sama multilateral dengan Covax Fasility.
Vaksin Moderna akan diinjeksi selama dua kali, antara penyuntikan pertama dengan kedua diberikan jarak satu bulan. Penny mengatakan tingkat efikasi vaksin berdasarkan uji klinik fase 3 mencapai 94,1 persen.
"Untuk data efikasi berdasarkan data uji klinik fase 3 menunjukkan adanya 94,1 persen pada kelompok usia 18 sampai 65 tahun dan 86,4 persen pada usia di atas 65 tahun," jelasnya.
Penny mengatakan vaksin ini secara umum bisa ditoleransi dengan baik oleh tubuh. Hasil ini didapatkan berdasarkan pengkajian oleh BPOM, tim ahli komite penilai vaksin COVID-19, dan Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
Meski demikian, Vaksin Moderna memiliki efek samping seperti nyeri di tempat suntikan, nyeri otot, nyeri sendi, kelelahan, dan sakit kepala. Efek samping umumnya dialami setelah dilakukan penyuntikan kedua.
"Secara umum keamanan vaksin dapat ditoleransi, baik reaksi lokal maupun sistemik dengan tingkat keparahan grade satu dan dua," tutur Penny.
Selain bisa digunakan untuk lansia, BPOM menyebutkan Vaksin Moderna ini juga aman diberikan kepada pasien dengan komorbid atau penyakit penyerta. Misalnya seperti orang dengan penyakit paru kronis hingga diabetes.
"Bisa diberikan pada populasi dengan komorbid berdasarkan hasil uji klinis fase 3 yaitu individu dengan penyakit paru kronis, jantung, obesitas berat, diabetes, penyakit liver hati, dan HIV," terangnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Abdul Aziz