Menuju konten utama

Eddy Tansil Ada di China, tapi Pemerintah Indonesia Cuma Bisa Diam

Baik Kejagung maupun Kemenkumham tak berkomentar saat ditanya penanganan kasus pelarian Eddy Tansil yang sudah berjalan 23 tahun silam ini.

Eddy Tansil Ada di China, tapi Pemerintah Indonesia Cuma Bisa Diam
Eddy Tansil. FOTO/Istimewa

tirto.id - Sudah 23 tahun, terpidana kasus pembobolan Bapindo Eddy Tansil lari dari penjara Cipinang, Jakarta Timur. Pria Tionghoa yang lahir di Makassar itu tidak juga dapat ditangkap untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Kejaksaan Agung pernah mencoba menangkap Eddy, yang diketahui pergi ke China lewat Singapura, tapi hasilnya nihil. Ada halangan yang tak bisa ditembus bahkan meski lewat puluhan tahun.

Gagoek Soebagyanto, jaksa yang dulu ditugaskan memburu Eddy Tansil mengaku sempat mengejar Eddy ke China. Namun, kepergiannya sia-sia lantaran sebelum sampai ke Fujian, pesisir selatan China, yang jadi provinsi kelahiran keluarga Eddy Tansil, otoritas pemerintah China melarangnya karena alasan administratif.

"Saya memang sempat kejar dia ke China, tapi mentok sampai Beijing," kata Gagoek kepada reporter Tirto, akhir Juni lalu melalui telepon.

Namun, apa yang disampaikan Gagoek dinilai peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, tak bisa menjadi pembenaran buat pemerintah untuk membiarkan Eddy bebas berkeliaran di China.

Selama Eddy masih hidup dan masa hukumannya belum tuntas, kata Kurnia, pemerintah seharusnya bisa menyelesaikan halangan administratif untuk menangkap Eddy. Namun, itu hanya bisa dilakukan jika pemerintah memang serius ingin menjebloskan pembobol duit negara Rp1,3 triliun itu.

"Tidak ada halangan apa pun untuk penegak hukum kita seharusnya," kata Kurnia kepada reporter Tirto, Kamis (1/8/2019).

Kurnia juga menyebut, pemerintah tak seharusnya menghentikan pencarian lantaran misalnya takut terhadap China. Jika Eddy memang enak-enak hidup di China, aparat penegak hukum Indonesia punya kewajiban untuk menangkapnya.

"Otoritas penegak hukum harus berani mengeksekusi," katanya lagi.

Apa yang disampaikan Kurnia benar belaka. Aparat memang harus mengejar Eddy lantaran kasusnya tak bisa kedaluwarsa.

Pengajar hukum pidana di Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Mudzakir menjelaskan kasus Eddy Tansil tak bisa dikualifikasi kedaluwarsa meski masuk kasus korupsi yang diatur Pasal 78 KUHP dengan batas waktu penuntutan 18 tahun.

Alasannya sederhana: Eddy sudah divonis 29 tahun penjara dan baru menjalani selama satu tahun karena keburu kabur.

"Dia wajib menjalani sisanya," kata Mudzakir.

Kemenkumham dan Kejaksaan Bungkam

Reporter Tirto mencoba menanyakan tindak lanjut pengejaran Eddy Tansil ini kepada Padeli, salah satu kepala divisi di Jampidsus Kejaksaan Agung, saat ditemui di Gedung Ombudsman RI, Kamis siang.

Padeli menolak berkomentar dan menyerahkan soal itu kepada Kapuspenkum Kejaksaan Agung Mukri.

"Itu ada bagiannya, Pak Kapuspenkum nanti," ucap Padeli kepada reporter Tirto.

Mukri yang dihubungi reporter Tirto, malah tak merespons. Ia tak menggubris pesan singkat dan panggilan telepon, padahal kewenangan terkait informasi berkaitan dengan kejaksaan ada di tangannya.

Pada 2014, Kejaksaan Agung melemparkan tanggung jawab pencarian dan pemulangan kasus Eddy Tansil ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Ini disampaikan Wakil Jaksa Agung kala itu, Andhi Nirwanto.

"Yang berhubungan dengan luar negeri, kan, Kemenkumham," kata Andhi seperti diberitakan Republika, 3 Januari 2014.

Reporter Tirto lantas mencoba menghubungi Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum, dan Kerja Sama Kemenkumham, Bambang Wiyono buat mencari tahu apa langkah yang sudah dan akan dilakukan Kemenkumham untuk memulangkan Eddy.

Namun usaha ini sama saja, hasilnya nihil.

Awalnya Bambang membalas pesan singkat. "Apa yang bisa saya bantu [?]," tulis Bambang, Kamis malam kemarin.

Ketika dibalas dengan beberapa pertanyaan yang salah satunya: “Apa ada langkah dari Kemenkumham untuk menindak tegas dan membawa kembali Eddy ke Indonesia?”

"Bantuan" yang ditunggu dari Bambang tak juga datang. Malah, Bambang mendiamkan lebih dari lima kali panggilan telepon yang dilayangkan reporter Tirto.

Jawaban soal pengejaran Eddy, malah datang dari polisi. Namun, Karopenmas Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengaku tak tahu detail soal pengejaran ini. Ia pun beralasan, pengejaran ini tergantung ada tidaknya perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan China yang dianggap Dedi bisa menjadi kendala.

"Kalau ada perjanjian maka dengan bantuan Interpol besar kemungkinan bisa [diekstradisi]," kata Dedi kepada reporter Tirto, kemarin.

Dedi luput menyadari Indonesia sebenarnya punya aturan soal ekstradisi dengan China yang tertuang dalam UU Nomor 13 Tahun 2017 tentang Pengesahan Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat China tentang Ekstradisi yang disahkan Presiden Jokowi pada 10 November 2017. (PDF)

Saat disinggung soal aturan ini, Dedi cuma berkata "Enggak iso sendiri, toh, mas. Leading sector-e, kan, Kemenlu, Kemenkumham yang urus ekstradisi dan Polri tentunya. Coba tanya dulu ke kumham untuk ekstradisi."

Baca juga artikel terkait EDDY TANSIL atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Mufti Sholih