Menuju konten utama

Eddy Rumpoko, Penolak Dana Desa yang Jadi Tersangka KPK

Sebelum dinyatakan sebagai tersangka oleh KPK, Eddy Rumpoko punya catatan unik, ia pernah menolak dana desa hingga sang istri yang bakal menggantikan jabatannya.

 Eddy Rumpoko, Penolak Dana Desa yang Jadi Tersangka KPK
Walikota Batu Eddy Rumpoko (tengah) dengan penjagaan anggota Satbrimobda Jatim keluar dari ruang Subdit III Tipidkor Ditreskrimsus Polda Jawa Timur, Sabtu (16/9). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

tirto.id -

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan Wali Kota Batu Eddy Rumpoko sebagai tersangka kasus korupsi. Eddy ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima uang suap sebesar Rp200 juta dari total uang sebesar Rp500 juta dari pengusaha.

"Ketiga orang tersangka tersebut adalah ERP wali kota Batu, yang kedua EDS Kabag ULP Pemkot Batu dan sebagai diduga sebagai pemberi FHL sebagai pengusaha," kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Minggu (17/9/2017).

Penetapan status tersangka terhadap Eddy Rumpoko berawal dari penangkapan FHL dan ERP di rumah dinas wali kota Batu. KPK mengamankan FHL karena diduga menyerahkan uang sebesar Rp200 juta kepada ERP terkait pemenangan proyek. Uang tersebut merupakan bagian uang commitment fee 10 persen untuk Wali kota dalam proyek belanja modal dan mesin pengadaan meubelair di Pemkot Batu tahun anggaran 2017.

Proyek tersebut dimenangkan oleh PT DP dengan nilai proyek mencapai Rp5,26 miliar. Selain menerima uang tunai Rp 200 juta dalam pecahan Rp50.000, FHL juga diduga sudah memberikan uang sebesar Rp300 juta kepada ERP.

Penetapan Eddy sebagai tersangka suap menjadi catatan kelam bagi politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Pria kelahiran Manado, 8 Agustus 1960 ini bisa dikatakan sebagai salah satu kader terbaik PDI-P. Berdasarkan penelusuran Tirto, Eddy sudah duduk sebagai wali kota Batu sejak 2007. Ia terpilih sebagai wali kota Batu selama 2 periode. Selama kepemimpinannya, Kota Batu berhasil diubah sebagai kawasan wisata utama di Jawa Timur. D

Sebelum 2014, Kota Batu hanya memiliki 3 objek wisata skala besar. Setelah itu, Kota Batu memiliki lebih dari 10 tempat wisata unggulan, antara lain Batu Night Spectacular, Museum Satwa Batu, Jatim Park, Eco Green Park, hingga Museum Angkut. Di tengah capaiannya memimpin Kota Batu, Eddy Rumpoko pernah melakukan tindakan yang cukup kontroversial.

Ia pernah menolak pencairan dana desa dari pemerintah pusat pada 2015. Penolakan ini mengundang reaksi pemerintah pusat, termasuk kecaman. Menteri PDTT kala itu Marwan Jafar sempat mengancam bagi kabupaten dan kota yang masih menghambat penyaluran dana desa, maka Dana Alokasi Khusus (DAK) tidak akan diberikan terlebih dahulu.

"Mudah-mudahan Pak wali kota Batu terbuka hatinya untuk segera menerima dana itu. Karena itu hak desa, hak masyarakat desa bukan hak wali kota. Oleh karena itu, hak masyarakat desa harus diberikan dan tidak dihambat," tegas Marwan dikutip dari Antara.

Baca juga: Liputan Khusus Tirto Soal Dana Desa

Sikap Eddy memang mampu menyedot perhatian saat itu yang juga seorang politisi. Saat ini, Eddy tengah menjabat sebagai Ketua DPC PDIP Malang, Jawa Timur, yang menggantikan Hari Sasongko. Eddy ditunjuk langsung oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Ia efektif memimpin DPC PDIP Malang pada 14 Maret 2015.

Karier politik Eddy melewati proses yang panjang. Eddy sempat didapuk sebagai Ketua DPW Pemuda Pancasila Batu pada 1990-1995. Pada 1996, Eddy mengemban jabatan sebagai Ketua DPD Real Estate Indonesia selama 1996-2000. Pada 1999, Eddy mendapat peran sebagai Ketua Generasi Pemuda FKPPI Jawa Timur, memimpin selama 5 tahun.

Pada 2000, politikus PDIP ini didapuk sebagai Ketua Ikatan Motor Indonesia Jawa Timur selama 2000-2005. Selain itu, Eddy juga pernah menjadi Pemimpin Umum Harian Suara Indonesia pada 1985-1990.

Di luar sepak terjangnya sebagai pejabat pemerintahan dan politikus, Eddy juga aktif sebagai pengusaha. Pria lulusan SDK Xaferius Surabaya sempat memimpin beberapa perusahaan. Selain itu, Eddy juga pernah menjabat sebagai Pengurus Kadin Jawa Timur sejak 2004.

Eddy juga aktif dalam bidang olahraga. Ia kini menjabat Ketua PSSI Kota Batu sejak 2010, Wakil Ketua KONI Jatim sejak 2011, serta Ketua Dewan Pembina Yayasan Arema Indonesia sejak 2011. Eddy juga sempat ditunjuk oleh Menpora Imam Nahrawi sebagai tim transisi pasca pembekuan PSSI, dari Mei 2015 hingga pekerjaan tim transisi selesai pada 2016.

Sebelum berurusan dengan KPK, Eddy Rumpoko sempat terjerat sejumlah kasus. Kasus dugaan penggunaan ijazah palsu sempat melilitnya. Ia dianggap memalsukan ijazah SMP. Namun, kasus itu dihentikan oleh kepolisian Jawa Timur lantaran dinyatakan tidak ada bukti.

Masa jabatan Eddy yang sudah mentok dua periode di Kota Batu, membuat dirinya tak bisa lagi berkuasa secara langsung di Kota Batu. Sang istri Dewanti Rumpoko maju sebagai Calon Wakil Walikota Batu dalam Pilkada 2017, hasilnya sang istri menang telak dan siap melanjutkan estafet kekuasaan dari tangannya. Dewanti juga kader PDIP sudah sempat maju dalam 2 pilkada, yakni Pilwalkot Malang pada 1999 dan Pemilihan Bupati Malang pada 2015.

Namun di ujung-ujung perpindahan kekuasaan dan ujung kariernya sebagai kepala daerah, Eddy harus menghadapi persoalan hukum soal dugaan suap dan bahkan bisa mengganggu karier sang istri. Namun, Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif belum menemukan indikasi uang korupsi yang diterima Eddy sebagai dana untuk maju pilkada sang istri. Mereka masih berfokus pada penanganan perkara korupsi Eddy.

"Kami belum melihat ke situ walaupun betul bahwa terpilih istri beliau akan menggantikan beliau menjadi wali kota batu," kata Laode di KPK.

Baca juga artikel terkait OTT KPK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Suhendra