tirto.id - Sejak pertama kali diperkenalkan kepada publik oleh tim humas Kebun Binatang Khao Kheow di Si Racha, Thailand, popularitas bayi kuda nil kerdil bernama Moo Deng benar-benar tak terhentikan. Wajahnya yang imut, dipadukan dengan tingkah polah yang menggemaskan, membuatnya dicintai oleh para peselancar dunia maya. Segala unggahan yang berhubungan dengan Moo Deng dijamin bakal mendapatkan tanggapan meriah.
Moo Deng adalah bungsu dari empat bersaudara. Kakak-kakaknya masing-masing bernama Nadech, Moo Toon, dan Moo Wan. Yang menarik, meskipun berspesies kuda nil kerdil, nama ketiganya mengandung arti "babi". Moo Deng berarti "babi kenyal", Moo Toon berarti "babi rebus", dan Moo Wan berarti "babi manis".
Sepintas, sih, mereka memang mirip babi, tapi percayalah, mereka jauh lebih menggemaskan ketimbang babi.
Sebenarnya, baik Moo Toon maupun Moo Wan tak kalah lucu dibanding Moo Deng. Namun, entah bagaimana, Moo Deng-lah yang menjadi bintang dari keluarga kecil itu. Bahkan, ada satu foto Moo Toon yang viral—di mana dia sedang menggigit kaki pawangnya dengan mulutnya yang tak bergigi, tapi publik berpikir bahwa dia adalah Moo Deng. Mungkin, bagi mata publik yang awam, semua bayi kuda nil kerdil tampak serupa semuanya.
Keviralan membuat Moo Deng tampil di mana-mana. Berbagai jenama berlomba-lomba memasukkan potongan foto Moo Deng ke dalam unggahan pemasarannya, termasuk di antaranya UFC dan Sephora. Moo Deng juga sudah "tampil" dalam sebuah parodi di Saturday Night Live. Ini, tentunya, belum termasuk berbagai meme dan fan art yang menggunakan Moo Deng sebagai atraksi utama.
Popularitas Moo Deng pun turut mendongkrak jumlah wisatawan yang berkunjung ke Kebun Binatang Khao Kheow. Dari yang rata-rata jumlah pengunjung hanya berkisar di angka ratusan, kini ribuan orang bisa menyambangi tempat tersebut demi Moo Deng.
Sayangnya, peningkatan jumlah pengunjung ini pun disertai dengan tindakan tak simpatik, seperti melempari kandang Moo Deng. Oleh karena itu, pihak pengelola kebun binatang pun mengeluarkan peringatan tegas serta membatasi jumlah kunjungan.
Mengapa Hewan Lucu Bisa Populer di Internet?
Moo Deng kini tengah "menikmati" puncak popularitas sampai-sampai pihak kebun binatang menjadikannya sebuah merek dagang. Akan tetapi, perlu diingat bahwa bayi kuda nil kerdil ini bukanlah hewan pertama yang populer di jagat maya.
Kalau diingat-ingat lagi, video pertama yang diunggah di YouTube adalah video tentang kunjungan ke sebuah kebun binatang.
Tingkah polah hewan memang selalu mendapatkan tempat tersendiri di hati para pengguna internet, khususnya media sosial. Tak peduli latar belakang, status sosial, agama, ras, kewarganegaraan, dan hal-hal penyekat lainnya, mayoritas pengguna internet selalu menemukan kebahagiaan dalam postingan yang menunjukkan kelucuan hewan.
Ketika kita bicara soal hewan yang ada di internet, mau tidak mau, kita harus berbicara tentang kucing. Pasalnya, selama setidaknya satu dasawarsa terakhir, kucing senantiasa menjadi hewan paling populer di jagat maya. Bahkan, sebelum itu, ketika 9Gag masih begitu populer, ada sebuah aturan tidak tertulis bahwa kucinglah yang menjadi penguasa di platform tersebut.
Pada 2014, The Guardian pernah menerbitkan sebuah ulasan tentang mengapa kucing (dan bukan anjing) yang akhirnya menjadi penguasa internet. Sederhananya, dijelaskan bahwa tingkah polah kucing "lebih murni" ketimbang anjing.
"Anjing berusaha terlalu keras. Ketika seekor anjing masuk ke dalam kotak, bersembunyi di balik selimut, atau mengenakan topi lucu, itu mereka lakukan karena mereka ingin membuatmu terkesan. Mereka butuh pengakuan darimu. Sementara itu, ketika seekor kucing melakukan itu, ya, mereka melakukannya karena mereka merasa itu adalah keputusan terbaik ketika itu. Ini menjadikan mereka tampak lebih keren dan effortless," tulis artikel tersebut.
Argumen tersebut diperkuat oleh penjelasan lain yang diberikan oleh Sam Anderson dalam artikelnya di New York Times Magazine. Anderson menuliskan apa yang dalam ilmu psikologi disebut sebagai theory of mind (teori pikiran). Gampangnya, teori pikiran adalah kemampuan untuk menempatkan diri dalam isi kepala orang lain.
Video atau foto hewan menjadi begitu menyenangkan bagi kita, entah binatang yang ada di situ kucing atau bukan, karena konten-konten semacam itu menuntut manusia untuk berupaya mengerti cara berpikir hewan tersebut. Misal, ketika kita sedang melihat Moo Deng kabur dari pawangnya, kita—mau tidak mau dan sadar tidak sadar—akan berupaya "menganalisis" isi kepala dari sang bayi hippo.
Kenapa, ya, dia bertindak seperti itu? Kenapa dia tidak suka dipegang oleh pawangnya? Kenapa dia suka berbasah-basahan?
Ini sama halnya dengan mengapa kucing jadi populer. Anjing bisa dengan mudah ditebak karena mereka bisa dilatih. Hal itu tidak berlaku untuk kucing karena hewan satu ini jauh lebih independen ketimbang anjing. Mereka lebih sesukanya sendiri dan lebih sering bertingkah "di luar nurul" sehingga kita, sebagai manusia, lebih tergugah untuk menebak apa yang mereka pikirkan.
Tentu saja, kita akan sering kali gagal menebak apa yang dipikirkan para hewan tersebut karena motif mereka dalam bertindak jauh lebih sederhana. Sebagai manusia, kita memiliki terlalu banyak pertimbangan dalam bertindak dan lumrahnya bakal memilih opsi yang paling logis. Namun, tidak dengan para hewan. Mereka, di kebanyakan waktu, melakukan sesuatu sesederhana karena mereka ingin melakukannya.
Ada kemurnian tersendiri dalam konten-konten hewan dan ini menjadi penyegar di tengah maraknya konten dan berita yang bikin kita naik pitam. Di tengah banyaknya konten soal kekurangajaran para pejabat, kebejatan Israel, dan semacamnya, konten hewan yang lucu menjadi oase yang membuat kita, para penjelajah internet, bisa beristirahat sejenak sebelum akhirnya dihadapkan kembali pada realitas yang semakin lama semakin mengerikan.
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadrik Aziz Firdausi