tirto.id - Beberapa tahun telah berlalu sejak salah seorang rekan di Tirto, dengan mata berbinar, mengabari saya bahwa Dune bakal difilmkan. Respons saya singkat saja saat itu, "Dune apaan?"
Dari rekan itu dan internet, saya perlahan terpapar dengan semesta Dune. Ia merupakan seri novel sci-fi terlaris di dunia karya Frank Herbert yang dirilis pada 1965, yang telah mengilhami banyak karya sci-fi populer setelahnya seperti Star Wars, Star Trek, hingga Nausicaä of the Valley of the Wind. Dari ranah musik, kita bisa mendapati orang-orang menamai band mereka Shai Hulud atau Dvne, serta sejumlah musisi yang lagu-lagunya terinspirasi Dune.
Pengaruh seluas itu bisa dibilang menjadi satu dari sekian hal yang membuat Dune kerap disejajarkan dengan epos seperti Lord of the Rings-nya J. R. R. Tolkien.
37 tahun telah berlalu sejak adaptasi pertama Dune diangkat ke layar lebar oleh David Lynch—yang telah saya ulas agar Anda tidak menontonnya. Beberapa tahun sebelumnya upaya serupa dilakukan Alejandro Jodorowsky bersama para ksatria spiritual pilihannya tapi juga berujung gagal. Upaya-upaya tersebut seolah mempertegas anggapan betapa sulitnya Dune diadaptasi ke dalam film.
Kini Dune kembali hadir di saat karya-karya yang terinspirasi darinya telah menjadi unggulan dalam genre serupa, kalau bukan salah satu waralaba film terbesar (Star Wars). Ia hadir ke hadapan kita setelah trailernya berdentam beberapa bulan silam, menebar hype dan ekspektasi tinggi di kalangan luas. Ini adalah Dune yang hadir setelah sang sutradara Denis Villeneuve merasa siap menanganinya usai menggarap film-film seperti Arrival (2016) dan Blade Runner 2049 (2017).
Dune dirakit hati-hati dengan bujet besar—walau tak sebesar Blade Runner 2049—dan kebebasan (Jodorowsky sempat menuding ada andil produser yang membuat buruknya Dune bikinan Lynch). Ia juga diperkuat para talenta muda yang bisa dibilang kesayangan publik dan media hari-hari ini seperti Timothée Chalamet dan Zendaya serta aktor-aktor senior seperti Javier Bardem hingga Stellan Skarsgård.
Seperti apa kisah Imam Mahdi-nya Paul Atreides yang dibuat hari ini, dengan teknologi yang jauh lebih maju, di tangan sutradara andal yang telah memimpikan proyek ini sejak masa mudanya?
Plot: Sand, Spice, Space, and beyond
Dune dibuka dengan narasi yang dituturkan Chani (Zendaya), seorang perempuan fremen, sebutan bagi penduduk asli planet Arrakis. Narasi tersebut menjelaskan konflik antara fremen dan Harkonnen, para penambang/pemanen yang mengeksploitasi spice, sumber daya alam planet tersebut.
Narasi ini diselingi rangkaian adegan antara Paul Atreides (Timothée Chalamet) dan ibunya, Lady Jessica (Rebecca Ferguson), yang menjelaskan bahwa perlu waktu bertahun-tahun untuk menguasai kemampuan "Voice" yang diturunkan dari Bene Gesserit. Ia lantas diikuti narasi lain lagi soal penjelasan spice, subtansi halusinogenik yang memungkinkan perjalanan antariksa.
Dari pembuka itu kita bisa menangkap beberapa hal, di antaranya: pusaran konflik dari sudut pandang mereka yang tertindas, bagaimana dan apa yang menyebabkan semesta Dune berputar, serta mengapa kisah ini memang sebaiknya tidak dijejalkan ke dalam satu film berdurasi 2-3 jam saja.
Dune sedini mungkin membuat para penonton yang tidak familier dengan cerita ini memahami apa yang sedang terjadi—perkara yang sukar diperoleh dari film Dune sebelumnya. Maka, keberhasilan pertama Villeneuve, bagi saya, adalah mempersilakan saya duduk tenang dan fokus sedari awal.
Selanjutnya, sejauh yang saya ingat, Villeneuve menghilangkanbagian di mana kata-kata disuarakan dalam hati, yang bertebaran dalam novel dan ditampilkan secara gamblang dalam Dune terdahulu. Sepertinya ia diganti dengan ucapan langsung atau sekalian ditinggalkan. Keputusan yang tepat mengingat menggambarkan karakter yang berbicara dalam hati sangat rentan untuk terlihat menjengkelkan dan mengingatkan kita pada banyak sinetron Indonesia.
Paul Atreides dan Besarnya Dune
Paul Atreides kerap memperoleh mimpi dan visi yang sebetulnya bisa saja ia tepikan. Kita juga tahu visi yang dilihat Paul tidaklah harfiah. Mimpi-mimpinya soal Jamis sebagai kawan dan mentor bisa mencapai proses yang berbeda dalam kenyataan.
Tangannya harus berlumuran demi menjadi Kwisatz Haderach. Paul yang innocent pada akhirnya mesti mati, berganti Paul yang tak segan-segan menghabisi lawan, Paul yang berganti nama dengan nama pemberian fremen: Paul Muad'Dib.
Dengan segala beban di pundaknya, Paul berpotensi digambarkan sebagai anak muda jagoan yang menyebalkan. Untungnya hal itu tidak terjadi. Paul ditampilkan cukup rasional dan skeptis. Ia mempertanyakan apakah pandangan para fremen terhadapnya adalah ramalan yang jadi kenyataan atau takhayul yang ditanamkan di kepala mereka belaka.
Namun akhirnya Paul memilih untuk mengikuti takdirnya: menjadi sang mesias.
Dalam balutan berlapis tema macam eksploitasi, politik, religi, dan lain sebagainya, ada premis umum soal seorang penyelamat tunggal yang telah ditakdirkan tetapi juga diragukan—mengingat kaum Bene Gesserit percaya sang mesias seyogianya perempuan. Dalam berbagai tema di atas, ditambah problem setiap kubu dan beragam filosofi yang kerap dituturkan para karakter dari waktu ke waktu, Paul tetap bermula sebagai pusaran kecil dalam suatu badai gurun.
Kemegahan semesta Dune kerap ditampilkan dari jauh, dengan wide shotdan aerial shot demi menampilkan skala betapa kecilnya Paul dan manusia sebagai pion cerita, betapa masifnya ukuran pesawat-pesawat antariksa di sana, dan betapa besarnya perang.
Sci dalam Sci-Fi
Selain pesawat-pesawat antariksa, elemen teknologi dalam Dune rasanya tidak begitu khayali atau katakanlah terlampau visioner. Namun semuanya, misalnya paracompassatau film yang disaksikan Paul, praktis tak hanya membantu tokoh utama tetapi juga para penonton dalam memahami Arrakis dan sandworm. Sementara untuk perkara air, bahan pokok yang dibutuhkan manusia gurun maupun bukan, bisa didaur ulang berkat teknologi yang menyertai tenda maupun kostum gurun (stillsuit).
Peragaan penggunaan stillsuit menjadi satu dari sedikit adegan yang membuat saya tertarik pada Dune yang lama. Dalam Dune kali ini pun adegan itu dihadirkan, dengan lebih baik, terlebih dalam konteksnya yaitu menyampaikan gelagat bahwa Paul adalah The One, sang terpilih. Dalam urusan pertarungan, shieldjuga ditampilkan jauh lebih baik kendati terkadang ia membuat para penggunanya seperti mengalami glitch.
Dari dalam liang di bawah bukit-bukit pasir, bangsa fremen menerapkan teknologi yang memungkinkan mereka bercocok tanam. Dengan pengelolaan air yang mumpuni, Arrakis tadinya sudah hendak dibangun seperti surga, hingga spice ditemukan di dalamnya dan memicu eksploitasi di tanah bangsa fremen itu.
Karakter & Simbol
Kemunculan salah satu pemimpin fremen, Stilgar (Javier Bardem), menjadi salah satu adegan paling apik. Sebagai orang terjajah yang hanya peduli dengan air dan tanah mereka, kehadiran Stilgar yang tak acuh pada hukum dan tata krama ala bangsawan dari House of Atreides memberikan kesan kuat pada identitas bangsa fremen.
Kalau mau meng-overanalyze atau mengkhayal lebih jauh, Leto Atreides (Oscar Isaac) barangkali sengaja ditampilkan bak patung-patung Yunani kuno dengan kisahnya yang tragis tatkala sang pemimpin House of Atreides itu menghadapi saat-saat akhirnya. Sedangkan Lady jessica yang mengenakan setelan kuning di saat nyaris seluruh orang pada momen kedatangan mereka di Arrakis bersetelan putih, abu-abu, dan warna-warna muram bisa saja dimaksudkan untuk menggambarkan perbedaan kelas yang begitu jauh sekaligus fakta bahwa ia adalah anggota Bene Gesserit yang menggerakkan semesta ini dari balik layar.
Di samping penggambaran sebagian karakter, keterikatan manusia dengan lingkungannya pun ditampilkan dengan baik. Angin kencang dan hawa panas berdampak pada gerak-gerik para penghuni tanah tandus Arrakis. Kita pun jadi tahu memukul-mukul pasir dan berjalan dengan gaya fremen (sand walk)punya arti berbeda bagi Shai Hulud.
Dune sama sekali tidak membosankan. Penilaian ini mungkin saja dilatari keinginan untuk menyaksikan Dune yang lebih pantas. Namun jika dipaparkan lebih rinci, ada alasan jelas mengapa saya berkesimpulan demikian selain yang tadi sudah disebutkan.
Misalnya visual spektakuler yang membuat saja terus menanti apa yang disuguhkan selanjutnya dan tentunya scoring yang hebat. Adalah iringan bebunyian yang tak hanya menyiratkan mistisisme Timur Tengah, tapi juga mungkin suara-suara seperti throat singing dan bisikan-bisikan yang merekatkan seluruh adegan dalam Dune. Hans Zimmer melakukan tugasnya dengan paripurna, mengawal Dune mencapai kebesarannya.
Holy war kontra imperium akan tiba. Tapi itu nanti. Sekarang nikmati saja dulu kisah yang ini, kisah di mana semesta Dune dibangun tanpa tergesa-gesa dan meminjam istilah dari kancah musik, "atmosferik", tapi di saat bersamaan tetap koheren.
Jihad Ini Baru Saja Dimulai
Sebagaimana yang tertera di layar ketika film mulai, Dune yang ini adalah "Dune part one" di mana kita kelak bakal mendapatkan Dune-Dune berikutnya: Dune di mana Paul Atreides menjelma Paul Muad'Dib, mengajari fremen bertarung, eskalasi jihad (dalam film disebutkan "holy war"), kelahiran sang adik, hubungan lebih lanjut dengan Chani, dan pastinya yang dinanti-nanti: mengendarai cacing raksasa melaju kencang di atas bukit-bukit pasir.
Tak hanya sekuel, sang sutradara telah merencanakan Dune dalam bentuk trilogi. Dua film pertama berangkat dari Dune, dan film ketiga diangkat dari novel kedua seri ini, Dune Messiah.
Villeneuve punya privilese yang tak didapatkan Lynch dan Jodorowsky pada proyek Dune masing-masing.
Kalau ada yang membuat Dune-nya Lynch unggul, dari sudut pandang orang yang tidak membaca bukunya, barangkali itu adalah kepiawaian dia dalam membuat dunia yang benar-benar asing dengan orang-orang dan wujud yang aneh. Sebagian karakter dalam Dune-nya Villeneuve tampak seperti baru pulang dari festival Burning Man atau macam Gary Numan sehabis syuting video klip untuk lagu-lagu dalam album Savage (Songs from a Broken World). Namun sangat mungkin juga Villeneuve hanya mempertahankan pakaian orang gurun dari novelnya.
Berbagai keraguan sempat muncul soal upaya adaptasi novel yang telah terjual lebih dari 20 juta kopi ini. Ada yang menganggap dengan kerangka sebesar itu Dune sebaiknya dijadikan format seri saja. Ada pula yang menganggap Dune sebaiknya tak usah difilmkan karena ia hanya soal "sand, spice, and space" (ya, ini kelewat berlebihan) atau penilaian bahwa ia kelewat usang lantaran merupakan gagasan orang yang hidup pada tahun 60-an soal kehidupan antariksa.
Dune-nya Villeneuve menjawab berbagai kesangsian tersebut sekaligus merangkul kompleksitas kisahnya, alih-alih menjadikannya hambatan untuk menghasilkan sebuah kisah yang menghibur. Kau bisa menjadikannya sekadar pengalaman sinematik yang spektakuler dari banyak aspek atau memilih melemparkan diri terombang-ambing dalam badai Coriolis dalam megahnya Dune.
Editor: Windu Jusuf & Rio Apinino