Menuju konten utama

Duduk Perkara Tarik Ulur Tarif MRT dan LRT Jakarta

Sempat terjadi perdebatan soal harga MRT dan LRT Jakarta antara Pemprov DKI dan DPRD DKI. Anies bahkan sempat bilang kalau anggota dewan "memikirkan 17 April" karena mengusulkan tarif yang kelewat murah.

Duduk Perkara Tarik Ulur Tarif MRT dan LRT Jakarta
Masinis menjalankan keretanya saat berlangsung uji coba publik pengoperasian MRT (Mass Rapid Transit) fase I koridor Lebak Bulus - Bundaran HI di Jakarta, Selasa (12/3/2019). . ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc.

tirto.id - Penentuan tarif MRT dan LRT Jakarta cukup berlarut-larut. Sebelum ditetapkan lewat Keputusan Gubernur (Kepgub), angka-angka yang berseliweran di media massa masih mungkin berubah, meski kemungkinannya kecil.

Tarik ulur tarif MRT-LRT terjadi antara DPRD DKI dan Gubernur DKI Anies Baswedan. Pembahasan pertama terjadi pada akhir Februari lalu, antara Anies-Pemprov DKI dan DPRD. Kala itu, MRT Jakarta sama sekali belum diuji coba. Uji coba publik baru diselenggarakan pada 12 Maret 2019.

"Awal pekan ini, kami akan mulai konsultasi pada dewan," kata Anies di Jakarta Pusat, Senin, 25 Februari.

Pembahasan tarif pertama kali dilakukan pada 6 Maret 2019. Rapat dilangsungkan antara Komisi C DPRD DKI (bidang keuangan) bersama Dinas Perhubungan DKI, LRT Jakarta, MRT Jakarta, dan Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ).

Dalam rapat itu, pihak eksekutif mempresentasikan kajian dan tarif yang mereka ajukan. Mereka mengajukan tarif LRT di angka Rp6 ribu serta MRT rata-rata Rp10 ribu. Namun rapat pertama ini tak membuahkan hasil apa-apa karena DPRD DKI merasa tidak dilibatkan dalam kajian.

"Tolong libatkan kami. Kami jangan jadi stempel doang," kata anggota Komisi C DPRD DKI Ruslan Amsyari.

Pembahasan selanjutnya dilakukan pada Selasa, 12 Maret 2019, antara Komisi B (bidang perekonomian), Komisi C, beserta eksekutif.

Namun lagi-lagi rapat tersebut tidak membuahkan hasil.

Alasannya, seperti yang dikatakan Sekretaris Komisi C, James Arifin Sianipar, adalah: “mau kami kaji ulang."

Meski gagal sepakat, namun baik DPRD DKI ataupun Pemprov DKI memastikan tarif akan diumumkan sebelum diresmikan pada Minggu, 24 Maret 2019.

"Saya kira minggu ini harusnya beres," kata Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta M Taufik saat ditemui selepas rapat pembahasan ketiga, Rabu, 13 Maret.

Pada 18 dan 19 Maret, Komisi B dan Komisi C kembali menggelar rapat. Kini bersama Dinas Perhubungan, LRT Jakarta, dan MRT Jakarta.

Dalam rapat, Ketua Komisi C DPRD DKI, Santoso mempertanyakan tingginya subsidi pemerintah untuk tarif LRT dan MRT. Santoso meminta detail dari perhitungan tarif sehingga bisa memastikan berapa banyak subsidi yang akan dikeluarkan. Pasalnya, kata Santoso, apa yang disampaikan di awal dan setelah pembangunan berbeda.

"LRT juga dulu ngomongnya cuma Rp15 ribu kok. Jadi rakyat paling nanti kalau dikenakan Rp5 ribu, subsidinya Rp10 ribu," kata Santoso.

Pada sisi lain, Ketua Komisi B DPRD DKI Abdurrahman Suhaimi justru mengusulkan tarif MRT dan LRT digratiskan saja.

"Ini kewajiban pemerintah menyediakan pelayanan yang terbaik. Transportasi gratis atau ringan sekali," kata Suhaimi. "Toh uangnya juga uang masyarakat, dari pajak, dari yang lain-lainnya. Itu kemudian dikembalikan ke masyarakat lagi."

Permintaan ini langsung ditolak Anies. Dia bilang, MRT-LRT "tak mungkin gratis karena dananya terbatas."

Tarik ulur terus terjadi bahkan hingga MRT diresmikan Joko Widodo, 24 Maret 2019. Sadar bahwa waktu semakin sempit, tarif kembali dibahas pada hari yang sama dengan Rapat Pimpinan Gabungan (Rapimgab), Senin, 25 Maret.

Ketua DPRD DKI yang juga memimpin rapat, Prasetyo Edi Marsudi kemudian mengetuk palu besaran tarif MRT-LRT. Angkanya lebih rendah dari yang diajukan Pemprov DKI: tarif LRT Rp5 ribu, dan MRT rata-rata Rp8.500 dengan tarif maksimal (untuk rute Lebak Bulus-Bundaran HI, dan sebaliknya) Rp12 ribu.

Politis vs Kemahalan

Pemprov DKI mengajukan tarif LRT sebesar Rp41 ribu, dengan subsidi Rp35 ribu. Dengan begitu, penumpang hanya membayar Rp6 ribu. Sedangkan untuk MRT, tarif yang dikenakan rata-rata Rp10 ribu dan maksimal Rp14 ribu.

Itu artinya, angka yang diketok DPRD DKI lebih rendah dari usulan Pemprov DKI.

Anies kemudian menyindir, menyebut DPRD DKI menetapkan tarif yang lebih murah karena "memikirkan 17 April" (hari pencoblosan Pemilu 2019).

"Jangan menentukan harga mikir kepuasan hari ini. Ini menentukan harga untuk moda transportasi umum terpadu jangka panjang, bukan sekadar harga yang bisa diubah-ubah dalam waktu singkat," kata Anies di Jakarta Barat, Selasa, 26 Maret pagi.

Tuduhan ini kemudian dibantah anggota DPRD dari Fraksi PDIP Gembong Warsono. Dia menegaskan: "tidak ada urusan dengan pemilu."

Anies kemudian bertemu Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi pada hari yang sama di siang harinya. Entah apa yang mereka bahas dalam rapat tertutup itu, keduanya lalu sepakat dengan angka-angka yang mendekati usulan Pemprov DKI.

Tarif LRT ditetapkan Rp5 ribu, sementara MRT dihitung berdasarkan jarak: tarif awalan saat memasuki stasiun Rp3 ribu, tarif antar-stasiun Rp1 ribu, tarif termahal (dari Lebak Bulus hingga Bundaran HI) Rp14 ribu.

Pada 1 April nanti, MRT dan LRT akan resmi beroperasi secara komersil dengan harga yang telah ditetapkan dalam Keputusan Gubernur (untuk saat ini MRT masih bisa dinikmati gratis).

Soal Kepgub sendiri, Anies bilang: "Ini sudah, lagi diproses."

Baca juga artikel terkait MRT JAKARTA atau tulisan lainnya dari Fadiyah Alaidrus

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Fadiyah Alaidrus
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Rio Apinino