Menuju konten utama

Duduk Perkara Serangan Ghufron ke Albertina Ho Berujung ke PTUN

ICW meminta Gufron sebaiknya menjalani persidangan daripada mencari kesalahan.

Duduk Perkara Serangan Ghufron ke Albertina Ho Berujung ke PTUN
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron (tengah), Wakil Ketua KPK Alexander Marwata (kanan) dan Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak (kanan) dalam konferensi pers pengumuman dimulainya penyidikan dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/3/2024). ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat

tirto.id - Polemik internal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali terjadi. Kali ini, Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, bersitegang dengan anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, Albertina Ho. Ghufron melaporkan Albertina ke Dewan Pengawas KPK.

Ghufron menuding Albertina telah menyalahgunakan wewenang, yakni meminta hasil analisis transaksi keuangan pegawai KPK. Selain itu, Ghufron menilai Albertina tidak punya wewenang untuk meminta hasil analisis keuangan tersebut.

"Dewas sebagai lembaga pengawasan KPK, bukan penegak hukum dan bukan dalam proses penegakan hukum, bukan penyidik, karenanya tak berwenang meminta analisa transaksi keuangan tersebut," kata Ghufron.

Albertina pun menuturkan permintaan laporan keuangan merupakan kebutuhan pemeriksaan Dewas KPK tentang dugaan analisis transaksi mencurigakan yang dilakukan salah satu insan KPK. Tidak hanya itu, dia juga mengakui, meminta data tersebut semata-mata menjalankan tugasnya sebagai Dewas KPK.

"Saya dilaporkan masalah koordinasi dengan PPATK untuk permintaan informasi tentang transaksi keuangan yang mencurigakan dalam pengumpulan bukti-bukti kasus jaksa TI yang dilaporkan diduga melanggar etik karena menerima gratifikasi atau suap," ungkap Albertina.

PELANTIKAN PIMPINAN DAN DEWAN PENGAWAS KPK

Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho bersiap mengikuti upacara pelantikan Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK di Istana Negara, Jakarta, Jumat (20/12/2019). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/wsj.

Menurut Albertina, keputusan untuk meminta transaksi keuangan itu adalah keputusan bersama. Namun, dia mengaku bingung mengapa hanya dirinya yang dilaporkan ke Dewas KPK oleh Nurul Ghufron.

"Saya mewakili Dewas dalam melakukan koordinasi dengan PPATK karena saya yang ditunjuk sebagai PIC masalah etik," tutur Albertina.

"Jadi, saya dilaporkan dalam melaksanakan tugas sebagai anggota Dewas KPK. Hanya saya yang dilaporkan padahal keputusan yang diambil Dewas kolektif kolegial," tambah Albertina.

Tidak hanya melaporkan ke Dewas KPK, Ghufron juga menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta. Dalam gugatan dengan nomor perkara 142/G/TF/2024/PTUN.JKT, Ghufron menggugat dengan klasifikasi perkara tindakan administrasi pemerintah pada tanggal 24 april 2024. Sayangnya, isi gugatan tidak dibuka ke publik.

Duduk Perkara Kasus Ghufron vs Albertina

Kasus yang dilaporkan berkaitan dengan Albertina Ho dan Ghufron adalah jaksa TI. Laporan ini berkaitan dengan dugaan pelanggaran etik berupa pemerasan yang dilakukan jaksa TI yang mencapai Rp3 miliar kepada saksi.

Mengutip Antara, Dewas KPK tidak menemukan indikasi pelanggaran etik. Namun, laporan tersebut ditindaklanjuti ke Deputi Penindakan dan Pencegahan KPK. Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri, menuturkan, berdasarkan hasil pemeriksaan juga tidak ada dugaan indikasi pemerasan yang dilakukan jaksa tersebut. KPK pun melakukan pendalaman harta kekayaan jaksa tersebut.

"Termasuk kemudian makanya kami coba kembali dalam itu melalui pencegahan melalui LHKPN nanti setelah lebaran baru diklarifikasi tapi indikasi-indikasi-nya memang tidak ditemukan," ungkap Ali.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, mengatakan jaksa berinisial TI tersebut saat ini telah kembali berdinas di instansi Kejaksaan Agung (Kejagung). Alex menuturkan, pengembalian jaksa TI ke Kejagung tidak ada kaitan dengan dugaan kasus tersebut.

"Kalau dari catatan sih enggak ada kaitannya. Kan enggak menghalangi juga sekali pun yang bersangkutan sudah ditugaskan kembali di instansi asalnya. Ketika KPK akan memanggil yang bersangkutan untuk melakukan klarifikasi, kan enggak jadi persoalan juga. Hanya perlu koordinasi dengan Kejaksaan Agung," ujar Alex.

Pegiat antikorupsi dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menilai aksi Ghufron yang melaporkan Dewas KPK hingga menggugat ke PTUN adalah putus asa menghadapi masalah dugaan pelanggaran etik di KPK. Kurnia pun menilai, Ghufron sebaiknya menjalani persidangan daripada mencari kesalahan.

"Mestinya, sebagai aparat penegak hukum, apalagi seorang Pimpinan KPK, Ghufron berani untuk menjalani persidangan dan tidak mencari-cari kesalahan pihak lain yang sebenarnya tidak relevan," kata Kurnia.

Indeks persepsi korupsi Indonesia

Pekerja membersihkan gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/4/2024). Berdasarkan Transparency International skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia pada tahun 2023 di angka 43 dengan peringkat 115 atau merosot dari tahun sebelumnya di peringkat 110. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nym.

Lebih lanjut, ICW mendesak Dewan Pengawas tidak terpengaruh dengan segala argumentasi pembenar yang disampaikan Ghufron dan tetap melanjutkan proses persidangan. Jika terbukti, ICW mendesak Dewan Pengawas menjatuhkan sanksi berat dengan jenis hukuman berupa pengunduran diri sebagai pimpinan. Aturan tersebut pun tertuang dalam Pasal 10 ayat (3) huruf b Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021.

Kurnia pun menekankan, perbuatan Ghufron, bila nanti terbukti, benar-benar tak bisa dipandang sebelah mata. Dia beralasan, Ghufron disinyalir telah menyalahgunakan kewenangan, bahkan memperdagangkan pengaruh, untuk membantu pihak tertentu di Kementerian Pertanian.

"Dari dugaan peristiwa ini, selain konteks menyalahgunakan kewenangan atau memperdagangkan pengaruh, Dewan Pengawas harus turut mempersoalkan tentang adanya indikasi komunikasi yang dilakukan Ghufron dengan pihak Kementerian Pertanian," kata Kurnia.

"Permasalahannya, kapan komunikasi itu dilakukan? Apakah komunikasi keduanya terbangun saat Kementerian Pertanian sedang diselidiki oleh KPK dalam konteks perkara yang melibatkan Syahrul Yasin Limpo? Bila benar, maka saudara Ghufron diduga keras turut melanggar Pasal 36 huruf UU KPK di ranah pidana dan Pasal 4 ayat (2) huruf a Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2021 di ranah etik," kata Kurnia.

Kurnia menilai, aksi Ghufron bisa dikaitkan dengan kerangka hukum internasional dengan merujuk pada konvensi PBB Melawan Korupsi (United Nation Convention Against Corruption). Lebih lanjut, dia mengatakan, perbuatan Ghufron berupa memperdagangkan pengaruh atau trading in influence tergolong sebagai tindak pidana korupsi.

Hal serupa juga disampaikan organisasi IM57+, salah satu lembaga swadaya yang komitmen dalam isu antikorupsi. Ketua IM57+, M Praswad, menilai tudingan Ghufron tentang penyalahgunaan wewenang adalah upaya buruk Gufron dengan menggunakan dalih pelanggaran kode etik.

"Perlu ditegaskan bahwa Dewas KPK memiliki wewenang penuh untuk mencari bukti. Dewas KPK adalah bagian dari lembaga penegak hukum dan merupakan satu kesatuan utuh bagian dari KPK yang tidak terpisahkan sebagaimana diatur di dalam UU KPK No. 19 tahun 2019. Bahkan, temuan Dewas dapat ditindaklanjuti menjadi proses penyelidikan pada proses penegakan hukum," kata Praswad.

Praswad mengatakan, kasus Rutan KPK adalah salah satu contoh penyelesaian dengan pendekatan sebagaimana yang dilakukan Albertina Ho. Dalam kasus Ghufron, Praswad melihat Albertina Ho selaku anggota Dewas KPK yang meminta analisis transaksi keuangan Eks Jaksa KPK diduga melakukan pemerasan kepada saksi.

"Menjadi persoalan, tindakan Ghufron yang seharusnya mendukung pembongkaran kasus korupsi malah mendudukkan diri seakan menjadi pembela yang menolak pengungkapan kasus korupsi. Melalui hal tersebut justru perlu dicek apa sebetulnya motif dan ketakutan apa yang disembunyikan Ghufron dalam pembongkaran kasus ini," kata Praswad.

PIMPINAN KPK GUGAT UU KPK

Wakil Ketua KPK Nurulo Ghufron (kiri) didampingi Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding (kanan) memberikan keterangan kepada wartawan terkait gugatannya terhadap UU KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (15/11/2022). ANTARA FOTO/Reno Esnir/nz

Praswad melihat, Ghufron sedang mengalihkan perhatian publik dalam dugaan kasus pelanggaran etik yang berjalan di Dewan Pengawas KPK. Tidak hanya itu, dia juga menilai langkah Ghufron bisa menghambat proses hukum. Ironi bagi status Ghufron sebagai pimpinan KPK yang seharusnya mendukung penegakan hukum.

"Pelaporan yang dilakukan Nurul Ghufron ini dapat dikatakan merupakan upaya untuk mengalihkan perhatian masyarakat dari dugaan pelanggaran kode etik penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh dirinya sendiri. Mengingat kasus kode etik penyalahgunaan pengaruh jabatan oleh Nurul Ghufron ke Pejabat Kementerian Pertanian saat ini masih dalam proses di Dewas KPK dan akan di sidang pekan depan," kata Praswad.

Praswad pun mengaku IM57+ melaporkan Ghufron ke Dewas KPK. Mereka melihat Ghufron berpotensi melanggar beberapa pasal terkait yang diatur dalam Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 3 Tahun 2021 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK, yakni Pasal 4 Ayat 2 huruf b, Pasal 5 Ayat 2 huruf a, Pasal 7 Ayat (1) huruf e jo. Ayat (2) huruf a jo. huruf c jo. huruf e dan Pasal 5 Ayat (1), Pasal 5 Ayat (2) huruf b Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Benturan Kepentingan di Komisi Pemberantasan Korupsi.

IM57+ pun meminta Ghufron untuk diberhentikan sementara atau memerintahkan Ghufron mengundurkan diri. Mereka juga meminta penegak hukum untuk menindaklanjuti dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus Ghufron.

Baca juga artikel terkait KPK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Intan Umbari Prihatin