Menuju konten utama

Duduk Perkara Penolakan Bantuan Pemerintah oleh Pengungsi Nduga

Para pengungsi hanya menginginkan pasukan TNI ditarik dari Nduga agar mereka bisa kembali ke kampung asal masing-masing.

Duduk Perkara Penolakan Bantuan Pemerintah oleh Pengungsi Nduga
Lokasi terjadinya pembunuhan di Nduga Papua Barat. Google Map

tirto.id - Pengungsi dari Kabupaten Nduga, Papua, yang kini berada di Wamena, Kabupaten Jayawijaya, menolak bantuan yang dikirim Kementerian Sosial RI. Mereka juga meminta pemerintah segera menarik mundur TNI dari kampung halamannya.

Direktur Eksekutif Yayasan Keadilan dan Keutuhan Manusia Papua Theo Hesegem mengatakan rencana pemberian bantuan ini berawal dari berita soal pengungsi Nduga yang tayang di Harian Kompas pada 22 Juli lalu. Beberapa hari setelah artikel itu rilis, Theo dihubungi Kemensos yang bilang hendak mengirim bantuan.

Komunikasi di antara mereka awalnya berjalan lancar. Namun komunikasi tiba-tiba terputus dan tak ada kabar lagi.

"Saya sempat tanya kapan Kementerian Sosial datang? Mereka bilang kalau datang kami akan dihubungi. Ternyata saya tidak dihubungi," kata Theo kepada reportor Tirto, Selasa (29/7/2019) kemarin.

Rombongan Kemensos yang dipimpin Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Harry Hikmat ternyata mendarat di Wamena, Senin (29/7/2019) lalu. Mereka lantas menggelar rapat di Komando Distrik Militer (Kodim) 1702 Jaya Wijaya.

Di sini awal mula masalahnya. Saat tahu Kemenseos rapat di markas aparat, tokoh gereja dan adat langsung menggelar rapat terbuka. Keputusannya: mereka menolak bantuan apabila yang menyalurkannya adalah aparat.

Ada dua alasan kenapa sikap itu diambil. Salah satunya adalah trauma karena aparatlah yang bikin mereka mesti mengungsi--aparat dianggap musuh. Penduduk Nduga mengungsi setelah aparat menggelar operasi militer dengan alasan memburu sejumlah tersangka pembunuhan pekerja proyek Trans Papua--yang diduga anggota OPM--sejak awal Desember 2018.

Alasan kedua, kepercayaan warga setempat. Warga percaya jika menerima bantuan dari musuh, mereka akan lemah, sakit, lalu meninggal.

"Kami tidak bisa makan kalau begitu," ucap pendeta Kones Kogoya, Ketua Klasis Gereja Tinggi Distrik Mugi kepada reporter Tirto.

Kones sebetulnya sempat menyarankan petugas Kemensos menyalurkan bantuan lewat gereja atau LSM lokal. Tidak seperti TNI (dan Polri), dua instansi tersebut dipercaya warga. Namun, kata dia, Kemensos menyatakan bantuan akan ditangani oleh TNI/Polri.

Kones lalu langsung penolakan tersebut kepada Harry Hikmat. Pada saat yang sama ia pun menuntut pemerintah menarik pasukan dari Nduga. Warga bisa pulang ke rumah masing-masing hanya jika TNI balik kanan, terang Kones.

Klarifikasi Kemensos

Harry Hikmat mengakui ada penolakan bantuan dari pengungsi Nduga. Namun menurutnya itu terjadi hanya karena faktor salah paham. Harry bilang kedatangan mereka ke kantor Kodim hanya untuk rapat koordinasi, tidak lebih dari itu.

"Saya langsung instruksikan rapat koordinasi di kantor Kodim agar memudahkan informasi dari pihak aparat untuk mengetahui lokasi para pengungsi berada," kata Harry kepada reporter Tirto.

Harry menegaskan bantuan rencananya disalurkan lewat Kemensos. Ia mengklaim sudah melakukan serah terima bantuan dengan Sekretaris Daerah dan Kepala Dinas Sosial setempat.

Harry pun tak keberatan jika bantuan didistribusikan melalui LSM atau gereja selama ada persetujuan dari dinas setempat. Sementara terkait penarikan pasukan, Harry mengatakan hal itu bukan kewenangan instansinya.

"Ada kesalahpahaman bahwa Kementerian Sosial, kan, tidak punya kepentingan apa pun selain daripada kepentingan kemanusiaan," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait KONFLIK NDUGA atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Gilang Ramadhan