Menuju konten utama

Duduk Perkara Keributan dalam Diskusi tentang Kebangkitan PKI

Diskusi isu kebangkitan PKI berujung ricuh karena panitia berdeklarasi selepas acara. 

Duduk Perkara Keributan dalam Diskusi tentang Kebangkitan PKI
Spanduk protes aksi masa yang ingin menyerang kantor LBH Jakarta usai acara musik, puisi, dan stand-up comedy di kantor LBH Jakart, Minggu (17/9). tirto.id/Arimacs Wilander

tirto.id - Diskusi bertema "Isu Kebangkitan PKI: Antara Realita atau Propaganda" yang diselenggarakan Kaukus Muda Indonesia (KMI) di Grand Sahid, Jakarta, Selasa (6/3) berujung ricuh. Sejumlah peserta diskusi protes karena di ujung acara ada agenda deklarasi 'Stop Eksploitasi Isu Kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI)'. Mereka tidak tahu dan tidak ingin terlibat dalam deklarasi.

Para peserta juga tidak setuju karena isi deklarasi menyebut dengan jelas kalau isu kebangkitan PKI "digoreng" oleh PKS dan Gerindra.

Salah satu peserta diskusi, Rahmat Himran, mengaku diskusinya sendiri berjalan cukup sehat, dalam arti peserta diberikan dua sudut pandang, baik yang pro atau kontra.

"Akan tetapi saya sayangkan pada saat acara selesai dilanjutkan dengan deklarasi. Bunyi deklarasinya lebih mengarah memberi dukungan kepada kegiatan-kegiatan 'pro komunis'. Makanya kami protes untuk tidak dilanjutkan," kata Ketua Gerakan Pemuda Anti Komunisme (Gepak) ini kepada Tirto, Rabu (7/3) kemarin. Ia tidak menjabarkan apa "kegiatan pro komunis" yang dimaksud.

Isi deklarasi tersebut, menurut keterangan Rahmat, mengatakan kalau isu kebangkitan PKI hoaks belaka dan semata digunakan untuk kepentingan politis.

Ia mengatakan kalau "pergerakan PKI sudah masuk di seluruh Indonesia" dengan memberikan contoh diskusi di LBH Jakarta pada September tahun lalu—yang sama sekali tidak benar. Acara yang diselenggarakan sekelompok anak muda tersebut adalah pentas seni belaka, dan PKI sendiri telah dinyatakan sebagai partai terlarang sejak lebih dari setengah abad yang lalu.

"Kami sebagai peserta merasa tertipu dengan seminar itu," kata Rahmat dengan nada kesal.

Peserta diskusi lainnya, Abdul Alkatiri, mengatakan kalau dirinya diundang panitia via pesan singkat. Penasihat hukum Alfian Tanjung—pemuka agama yang kerap berspekulasi soal kebangkitan PKI—ini berminat datang karena ingin tahu apa yang dibicarakan pemateri.

Menurutnya pembicara sudah berusaha menyampaikan materi secara komprehensif. Hanya satu yang janggal: ketika pemateri mengatakan kalau jumlah hoaks yang beredar di media sosial paling banyak terkait isu kebangkitan PKI. Jumlahnya mencapai lebih dari 200 ribu atau 95,3 persen.

"Masa dari sekian banyak hoaks 90 persen soal PKI? Apa benar begitu?" tanyanya.

Kesimpulan ini sebetulnya merupakan hasil riset Politica Wave yang dilansir Februari lalu. Survei dilakukan lewat pemantauan beberapa media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram, juga situs berbagi video Youtube. Hoaks biasanya bermula dari akun anonim, dan baru muncul ketika Joko Widodo dan Basuki Tjahaja Purnama menang Pilkada DKI Jakarta 2012.

Klarifikasi Panitia

Tirto menghubungi penyelenggara untuk mengetahui soal deklarasi yang diprotes para peserta diskusi. Sekjen KMI Jakarta, Andi Ullah, mengatakan kalau deklarasi memang sudah masuk dalam rundown, namun itu sebetulnya merupakan agenda internal.

"Deklarasi itu tujuannya untuk internal KMI. Itu deklarasi tidak melibatkan peserta," kata Andi, Rabu (8/3) kemarin.

Menurutnya, mengapa ada yang protes dan kemudian berakhir ricuh adalah karena ketika deklarasi berlangsung masih ada peserta yang ada di ruangan. Mereka bisa saja meminta peserta keluar, namun tidak dilakukan karena "merasa tidak ada masalah."

Mengenai penyebutan partai yang "menggoreng" isu PKI, KMI mengaku hanya mengambilnya dari hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting September lalu. Dalam survei tersebut, 86,8 persen responden tidak percaya bahwa PKI sedang bangkit. Sebanyak 37 persen responden yang percaya kebangkitan PKI adalah pendukung PKS, dan 20 lainnya adalah pendukung Gerindra.

Andi menyanggah kalau KMI berafiliasi dengan partai tertentu, sehingga deklarasinya dapat disimpulkan bermuatan politis.

"KMI ini sebenarnya tidak ada beban mengangkat isu apa aja karena memang tidak punya punya afiliasi dengan partai atau bahkan penguasa sekali pun," kata Andi.

Sampai berita ini ditulis pihak panitia tidak bersedia memberikan daftar nama pemateri.

Mengenai latar belakang diskusi, menurut Andi ini berawal dari kegelisahan anggota KMI yang melihat hoaks sebagai bahan bakar untuk mendiskreditkan kelompok tertentu dan demi kepentingan politis.

"Makanya kemudian teman-teman berinisiatif untuk coba buat wadah diskusi yang lebih besar melibatkan yang lain," kata Andi. Sekitar 150 orang berhasil dijaring. Banyak di antara mereka yang bertanya ke pemateri meski sudah melebihi durasi yang ditetapkan panitia.

Pasca ricuh, Andi mengaku ia akan berkomunikasi dengan pihak-pihak yang merasa dirugikan.

Namun ada potensi semua tidak akan berakhir baik-baik saja. Rahmat mengatakan berencana melaporkan KMI ke polisi. "Jumat besok kami melapor ke Bareskrim Mabes Polri," kata Himran. Ia akan melaporkan panitia karena dinilai telah melakukan aksi penipuan.

Sementara Abdul Alkatiri mengaku santai, meski mengatakan KMI bisa saja dituntut karena diduga melakukan penipuan.

"Itu masalah kecil buat saja. Banyak masalah yang lebih besar yang saya pikirkan," katanya.

Baca juga artikel terkait ISU PKI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino