Menuju konten utama

Dua Poin Pleidoi Tim Penasihat Hukum Joko Driyono

Jokdri dituntut hukuman penjara dua tahun enam bulan dalam kasus perusakan barang bukti dugaan pengaturan skor.

Dua Poin Pleidoi Tim Penasihat Hukum Joko Driyono
Penasihat Hukum Jokdri, Mustofa Abidin usai sidang pledoi Joko Driyono memegang lembar pleidoi di PN Jaksel, Kamis (11/7/2019). tirto.id/Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Usai sidang pledoi kasus perusakan barang bukti dugaan pengaturan skor di PN Jaksel, Kamis (11/7/2019), Tim Penasihat Hukum Joko Driyono menjelaskan keberatannya terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum disebabkan dua pertimbangan.

Pertimbangan pertama adalah penilaian mereka, bahwa barang-barang yang diamankan dua anak buah Jokdri, Muhammad Mardani Morgot (sopir pribadi) dan Mus Mulyadi (OB PT LI) tidak pantas disebut sebagai barang bukti dugaan pengaturan skor.

"Bahkan dalam tuntutannya, JPU sendiri menyatakan akan mengembalikan semua barang bukti tersebut kepada saksi-saksi dari mana masing-masing barang bukti tersebut disita. Dan sama sekali tidak ada satu pun yang dinyatakan statusnya dikembalikan kepada Penuntut Umum untuk pembuktian dalam perkara lain. Jadi sudah clear bahwa pasal tersebut sama sekali tidak terbukti," ujar anggota Tim Penasihat Hukum Jokdri, Mustofa Abidin.

Sementara satu pertimbangan lain adalah penilaian Tim Penasihat Hukum bahwa Jokdri tidak sengaja merusak garis polisi, karena terdakwa sempat mengklaim kalau sepengetahuannya bagian kantor PT LI yang disegel hanya ruangan Komdis PSSI.

Atas dua pertimbangan di atas, Mustofa menilai kasus Jokdri dapat dikatakan sebagai afwezigheid van alle schuld (Avas), atau tidak ada kesalahan sama sekali, sehingga sepatutnya tuntutan-tuntutan pidana terhadap terdakwa dihapuskan.

“Avas ini dibedakan dalam dua kategori yaitu error factie dan error juris. Error factie merupakan salah satu kesesatan dalam kesengajaan yang juga disebut feitelijke dwaling atau kesesatan fakta, yakni suatu kekeliruan yang dilakukan dengan tidak sengaja yang tertuju pada salah satu unsur perbuatan pidana,” kata Mustofa.

“Antara kesesatan fakta dan kesesatan hukum berlaku adagium regula est, juris quidem ignorantiam cuique nocere, facti vero ignorantiom non nocere. Artinya, kesesatan hukum tidak dapat membebaskan seseorang dari hukuman, namun tidak demikian dengan kesesatan fakta. Artinya jelas, kesesatan fakta termasuk dalam alasan penghapus pidana,” lanjut Mustofa.

Dalam kasus perusakan barang bukti dugaan pengaturan skor, Jokdri dituntut hukuman penjara dua tahun enam bulan. Jaksa menilai terdakwa melanggar dakwaan kedua subsidair, yakni Pasal 235 juncto Pasal 233 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Baca juga artikel terkait KASUS PENGATURAN SKOR atau tulisan lainnya dari Herdanang Ahmad Fauzan

tirto.id - Hukum
Reporter: Herdanang Ahmad Fauzan
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Alexander Haryanto