tirto.id - Mantan Plt Ketua Umum PSSI, Joko Driyono (Jokdri), menyebut bahwa dirinya dihakimi oleh syahwat publik dan media, bukan pengadilan, dalam beberapa bulan terakhir. Jokdri mengeluhkan asumsi publik dari pemberitaan media yang menempatkan dirinya seolah-olah sebagai mafia bola dan pengaturan skor.
“Di tengah proses pengadilan terhadap kasus Persibara Banjarnegara, saya telah dihakimi, bukan oleh pengadilan,” keluh Joko Driyono dalam sidang pleidoi kasus perusakan barang bukti dugaan pengaturan skor di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (11/7/2019).
“Tetapi saya telah diadili oleh syahwat-syahwat publik, atas pemberitaan media yang seolah-olah menempatkan saya dalam posisi mafia bola dan mafia pengatur skor," imbuhnya.
Bagi Joko Driyono, stigma tersebut juga membuat posisinya semakin tersudut dalam kasus perusakan barang bukti, padahal hingga saat ini majelis hakim belum memutuskan vonis apapun terhadap dirinya.
"Stigma dan trial by press itu telah saya rasakan dan alami selama berbulan-bulan, seolah saya aktor di balik perkara Persibara Banjarnegara. Dan puncaknya adalah perkara yang menyeret saya ke persidangan ini," ujar pria asal Ngawi, Jawa Timur, ini.
Dalam persidangan sebelumnya, Joko Driyono dituntut dengan hukuman penjara 2 tahun 6 bulan potong masa tahanan yang telah ia jalani. Ia terbukti melanggar satu dari tiga dakwaan jaksa, yakni pasal terkait pengambilan barang bukti.
Kasus ini bermula ketika Joko Driyono menjadi aktor intelektual di balik pengambilan sejumlah dokumen dan perusakan CCTV di Kantor PT Liga Indonesia yang disegel Satgas Antimafia Bola pada Kamis (31/1/2019) silam.
Di pengadilan, mantan manajer Pelita Jaya yang sudah cukup lama berada di kepengurusan PSSI ini terbukti memerintahkan sopir pribadinya, Muhammad Mardani Morgot, serta office boy PT Liga Indonesia, Mus Mulyadi, melakukan tindakan tersebut.
Joko Driyono sempat pula diduga menjadi dalang di balik penghancuran dokumen keuangan Persija dan pengambilan laptop di lokasi yang sama. Namun, dugaan itu tidak terbukti hingga 4 persidangan dilakukan, karena tindakan tersebut merupakan permintaan dari Staf Keuangan Persija, Muhammad Subekti.
Penulis: Herdanang Ahmad Fauzan
Editor: Iswara N Raditya