Menuju konten utama

Dua Kapal Amerika Tabrakan, Apa Sebabnya?

Dalam jarak dua bulan, dua kapal perang canggih USS Fitzgerald dan USS John S McCain terlibat tabrakan.

Dua Kapal Amerika Tabrakan, Apa Sebabnya?
Kapal perang USS John S McCain rusak akibat tabrakan dengan sebuah kapal tanker minyak Alnic MC di perairan dekat Malaysia. FOTO/AFP

tirto.id - Minggu, 20 Agustus 2017, kapal perang jenis perusak USS John S McCain terlibat insiden tabrakan dengan sebuah kapal tanker minyak Alnic MC di perairan dekat Malaysia dan Singapura. Bagian lambung depan kapal USS John S McCain dalam foto yang beredar tampak meninggalkan ceruk menganga ke dalam.

Angkatan Laut Amerika Serikat segera mengkonfirmasi tentang jatuhnya korban jiwa. Seorang awak kapal yang diketahui meninggal ditemukan, sementara sembilan lainnya masih dalam pencarian.

Singapura kemudian memimpin koordinasi operasi pencarian dan penyelamatan bersama Amerika Serikat, Australia, Indonesia dan Malaysia. Area pencarian seluas 5.524 kilometer persegi.

Setelah lebih dari 80 jam upaya pencarian gabungan beberapa negara, Angkatan Laut AS sempat menangguhkan upaya pencarian tersebut. Mengumumkan penghentian pencarian dan penyelamatan untuk beralih fokus pada pencarian di area kapal.

Sampai Senin (29/8), Angkatan Laut AS akhirnya mengkonfirmasi penemuan 10 kru kapal yang tewas akibat kecelakaan ini, setelah sebelumnya menemukan dua jasad awak kapal. Penemuan delapan jasad awak kapal lainnya turut menandakan selesainya proses pencarian dan evakuasi jasad marinir. Semua jenazah korban ditemukan di area lambung kapal yang rusak berat.

Baca juga: Ketika Prajurit Gugur di Medan Latihan

Insiden yang melibatkan Angkatan Laut negara Paman Sam ini bukan sekali saja terjadi. Dua bulan lalu pada 17 Juni, kapal perang USS Fitzgerald juga bertabrakan dengan sebuah kapal kontainer di lepas pantai Jepang. Tujuh pelaut AS dilaporkan meninggal.

Padahal USS Fitzgerald bukan kapal sembarangan. Kapal bernilai 1,8 miliar dolar ini adalah salah satu kapal perang paling modern, mampu menggunakan kekuatan sensornya untuk melihat ke luar angkasa dan dapat menembakkan misil ke sasaran.

Mengapa kapal yang notabene berteknologi modern masih bisa tabrakan?

Dua kapal yang terlibat insiden baru-baru ini adalah kapal besar yang dilengkapi berbagai sistem radar dan navigasi; tracking GPS, Automatic Identification Systems (AIS) dan komunikasi radio.

Peter Roberts, direktur ilmu-ilmu kemiliteran di Royal United Services Institute (RUSI) berpendapat bahwa tabrakan tersebut masuk dalam kategori luar biasa. “Sangat jarang,” katanya. Menurutnya, itu hanya sebuah kebetulan, meski sangat disayangkan.

Meski begitu, Roberts menceritakan pengalamannya bahwa selama perjalanannya dengan kapal komersil, terkadang ia menemukan tidak ada awak kru yang bersiaga di dek kapal. Mereka bergantung pada sebuah alarm yang akan membangunkan siapapun jika terjadi keadaan darurat.

Ia juga menyarankan untuk memiliki alat tambahan yang diyakini dapat mencegah tabrakan kapal. "Asalkan Anda menyimpan jam radar dan pengamatan visual, tabrakan dapat dihindari," ujarnya.

Ada juga temuan ekstrem soal peretasan atau sabotase sistem GPS kapal yang dapat memicu kekacauan dan tabrakan. Majalah New Scientistpernah memuat laporan soal penjelasan dari kejadian spoofing atau pengacauan posisi GPS yang memengaruhi kapal-kapal di Laut Hitam selama beberapa bulan terakhir.

Pada 22 Juni 2017, Administrasi Maritim AS meneruskan laporan mirip kecelakaan. Kapten kapal yang baru berangkat dari pelabuhan Novorossiysk Rusia menemukan bahwa GPS menempatkan kapalnya di posisi yang keliru, yakni di Bandara Gelendzhik, yang berjarak 32 km dari posisi asli.

Baca juga: Para Peretas yang Dibutuhkan Dunia

Padahal, ketika diperiksa semua peralatan navigasi bekerja dengan baik. Kemudian sang kapten menghubungi kapal terdekat lainnya dan menemukan 20 kapal ditempatkan secara keliru di oleh sistem identifikasi otomatis di daerah yang sama: Gelendzhik.

Laporan soal penyimpangan GPS ini jadi laporan perdana. Belum diketahui apakah kejadian semacam ini pernah terjadi dan tidak sempat terlaporkan. Yang jelas, serangan model spoofing ini telah lama diperingatkan.

Todd Humphreys dari University of Texas di Austin adalah salah satu yang telah memperingatkan bahaya spoofing GPS. Humphreys menuding, perkara ini adalah eksperimen perang elektronik oleh Rusia.

Penerima GPS akan membunyikan alarm saat mereka kehilangan sinyal karena gangguan. Tetapi model serangan spoofing membuat tindakan ini sia-sia . Sinyal palsu dari stasiun penerima mengacaukan ini semua. "Kemacetan (posisi GPS) hanya menyebabkan receiver (penerima) mati, spoofing menyebabkan receiver berbohong," ujar konsultan David Last, mantan presiden Royal Institute of Navigation, Inggris.

Sepanjang tahun lalu, spoofing GPS diketahui telah menyebabkan kekacauan aplikasi telepon di Moskow. Sinyal palsu diduga berpusat di Kremlin, hingga dapat memindahkan lokasi orang-orang terdekat dari Kremlin sampai ke Bandara Vnukovo yang jaraknya 32 kilometer.

Dalam kasus USS Fitzgerald atau John S McCain sendiri belum ada bukti yang menunjukkan faktor spoofing GPS telah menyerang kedua kapal ini, meski menurut Roberts skenario serangan ala spoofing layak untuk dipertimbangkan.

Baca juga: Rueben Paul yang Membuka Rahasia Senjata Siber

Dilansir dari BBC, menurut Henrik Uth, seorang surveyor maritim yang dikontrak oleh perusahaan asuransi kapal, kesalahan manusia adalah penyebab utama skenario sabotase dan hal-hal mengerikan lainnya.

"Para awak kapal harus mengenal kapal karena ini adalah perangkat keras yang canggih," lanjut Uth.

Infografik Tabrakan di laut

John Kirby, pensiunan Angkatan Laut AS yang kini menjadi analis diplomatik dan militer mengatakan hal senada tentang faktor kesalahan manusia. Menurutnya, mereka harus meninjau ulang kualitas kepemimpinan di semua tingkat, jumlah dan kualitas pelatihan yang dilakukan komandan, persiapan sistem kapal dan lainnya. Ketidakpastian anggaran yang dikucurkan kepada Angkatan Laut AS dalam beberapa tahun terakhir juga disinyalir mempengaruhi faktor-faktor tersebut.

Seperti dilansir dari Marine Insight, kapal laut tidak seperti alat transportasi di daratan. Tidak ada rem untuk menghentikan kapal secara mendadak. Cara menghentikan kapal adalah dengan membalikkan arah putaran mesin, sehingga putaran baling-baling juga berbalik arah. Kecepatan kapal menjadi berkurang hingga akhirnya berhenti sebelum menumbuk tubuh kapal lainnya.

Kondisi lalu lintas laut semakin lama makin ramai, jumlah kapal komersil secara global terus bertambah. Data Pemerintah Inggris menyatakan ada sekitar 58.000 kapal di dunia perdagangan pada akhir 2016. Ukuran kapal termasuk bobotnya telah meningkat dua kali lipat sejak tahun 2004.

Terlalu bergantung pada peralatan canggih nan modern pada kapal juga dapat menjadi bumerang.

"Alih-alih melihat instrumennya, Anda harus melihat lebih luas untuk tahu bagaimana kondisi terbaru," ungkap mantan navigator Aron Soerensen yang kini menjabat sebagai Kepala Teknologi dan Regulasi Maritim di Baltic and International Maritime Council (Bimco). "Mungkin hari ini ada sedikit penyesuaian pada instrumen."

Baca juga:

Bryan McGrath, pensiunan perwira Angkatan Laut AS yang pernah memimpin kapal serupa USS Fitzgerald juga menceritakan bahwa betapa mudahnya satu kapal menyeberang di hadapan kapal-kapal lain dan itu membingungkan bagi kapal yang melihat. Menurut McGrath, ketidaktertiban berlalu lintas di laut dengan saling memotong jalur ini menjadi pemicu tabrakan.

Penataan ulang jalur kapal laut hendak dilakukan oleh organisasi maritim untuk menekan kemungkinan terjadinya tabrakan. Misalnya pada daerah selat dengan memindahkan kapal di jalur sibuk ke jalur yang lebih kondusif.

Baca juga artikel terkait USS FITZGERALD atau tulisan lainnya dari Tony Firman

tirto.id - Teknologi
Reporter: Tony Firman
Penulis: Tony Firman
Editor: Windu Jusuf