tirto.id - Dua bom meledak di sebuah Katedaral di pulau Jolo, Filipina selatan pada Minggu (27/1/2019) menewaskan 20 orang dan melukai 111 lainnya.
Mengutip dari New York Times, ledakan bom itu terjadi hanya berselang satu minggu usai warga Jolo setuju masuk wilayah otonomi Bangsamoro.
Ledakan terjadi di pagi hari ketika orang-orang berkumpul untuk Misa di Katedral Our Lady of Mount Carmel di Jolo, ibu kota Provinsi Sulu menurut Kolonel Gerry Besana, seorang juru bicara militer Filipina.
Gerry mengatakan, satu bom terjadi di dalam gereja, sementara bom lainnya meledak di tempat parkir. Bom-bom itu diyakini buatan sendiri.
Kepala Inspektur Graciano Mijares, komandan polisi regional, mengatakan dari 20 korban tewas, lima di antaranya adalah tentara yang menjaga gereja.
Dikutip dari Time, polisi setempat menurut jalan utama menuju gereja. Beberapa korban dievakuasi melalui udara ke kota Zamboanga di dekatnya.
"Saya telah mengarahkan pasukan kami untuk meningkatkan tingkat siaga mereka, mengamankan semua tempat ibadah dan tempat-tempat umum lainnya, dan memulai langkah-langkah keamanan proaktif untuk menggagalkan serangan [bom]," kata Menteri Pertahanan Delfin Lorenzana dalam sebuah pernyataan.
“Kami akan mengejar sampai ke ujung bumi pelaku kejahatan yang kejam ini sampai setiap pembunuh diadili dan ditempatkan di balik jeruji besi. Hukum tidak akan memberi mereka belas kasihan, "kata kantor Presiden Rodrigo Duterte di Manila.
Katedral di Jolo sering menjadi sasaran sekelompok gerilyawan yang berafiliasi dengan Abu Sayyaf dan ISIS.
Pada tahun 2010, dua serangan granat terpisah mengguncang gereja, meskipun tidak ada korban luka. Tiga tahun kemudian, dua pengunjung gereja terluka dalam serangan serupa.
Editor: Agung DH