tirto.id - Fraksi Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kompak mewanti-wanti pemerintah soal besarnya porsi utang utang nasional. Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai Demokrat, Rizki Aulia Rahman Natakusumah mengungkapkan, pemerintah punya tugas penting untuk mengendalikan agar rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tetap berada pada level yang aman.
“Fraksi Partai Demokrat mengingatkan kepada pemerintah untuk tetap mengendalikan rasio utang pada PDB di level yang aman,” kata Rizki saat Rapat Paripurna, di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (28/5/2024).
Hal senada juga diungkapkan anggota DPR Fraksi PKS, Nasir Djamil yang menilai, porsi jumbo utang nasional masih akan menjadi pekerjaan rumah (PR) besar pemerintah. Bagaimana tidak, menurut PKS, utang jatuh tempo pemerintah pusat pada 2025 mencapai Rp704 triliun.
Bahkan, sampai 2028 utang jatuh tempo yang harus dibayar pemerintah masih ada sekitar Rp2.600 triliun. “Fraksi PKS juga menilai bahwa beban utang pemerintah semakin berat,” tutur Nasir.
Beratnya beban utang pemerintah, lanjut anggota Komisi III DPR itu, terlihat dari pembayaran bunga utang yang sudah sangat membebani anggaran negara. Perlu diketahui, berdasar data Kementerian Keuangan, realisasi pembayaran bunga utang pemerintah terus melesat dalam lima tahun terakhir.
Di mana pada 2023 pembayaran bunga utang mencapai Rp437,40 triliun, angka ini setara dengan 14 persen dari belanja pemerintah. Kemudian, secara berurutan pembayaran bunga utang pada tahun 2019 sampai 2022 adalah senilai Rp386,30 triliun (2022), Rp343,50 triliun (2021), Rp314,10 triliun (2020), dan Rp275,50 triliun (2019).
Sementara itu, pada 2024, pembayaran bunga utang ditargetkan sebesar Rp497,30 triliun. Sedangkan utang jatuh tempo pada awal pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka pada tahun depan nanti tercatat lebih dari Rp3.000 triliun.
“Oleh karena itu, kita berharap pemerintah bisa menyiasatinya dengan baik dan benar,” imbuh Nasir.
Senada, anggota DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Bertu Merlas pun mengingatkan pemerintah agar dapat memerhatikan rasio utang pemerintah di tengah kondisi nilai tukar yang dinamis.
Tidak hanya itu, dalam pembayaran utang pemerintah juga perlu memerhatikan seberapa besar risiko dari pembiayaan kembali (refinancing) dan kekurangan pembiayaan.
“PKB mengingatkan pemerintah setidaknya dalam pengelolaan utang memperhatikan seberapa besar risiko tingkat bunga, risiko nilai tukar dan risiko pembiayaan kembali (refinancing), serta risiko kekurangan pembiayaan yang bisa terjadi,” tuturnya.
Agar beban utang tidak semakin membebani anggaran negara dan sekaligus juga biar peringkat utang Indonesia dapat diturunkan, Partai Demokrat memberikan rekomendasi supaya pemerintah bisa merancang kebijakan yang pro pertumbuhan, pro kemiskinan, pro lingkungan, dan pro lapangan kerja. Kemudian, pemerintah harus menjadikan kebijakan itu sebagai rujukan dan dasar penyusunan setiap program.
“Pembangunan infrastruktur fisik harus bisa sejajar dengan pembangunan sumber daya manusia dan kesejahteraan rakyat. Pertumbuhan ekonomi indonesia harus bisa mengentaskan kemiskinan, menurunkan pengangguran, menurunkan peringkat utang dan memperbaiki tata kelola penegakan hukum,” jelas Aulia Rahman.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Maya Saputri