Menuju konten utama

DPR Tepis Dukung Penambahan Masa Jabatan Kades demi Pemilu 2024

Komisi II DPR akan merevisi secara menyeluruh UU Desa, tak hanya soal perpanjangan masa jabatan kades saja.

DPR Tepis Dukung Penambahan Masa Jabatan Kades demi Pemilu 2024
Rohaniawan mengambil sumpah para kepala desa terpilih hasil Pilkades Serentak Kabupaten Serang 2021 saat upacara pelantikan di Serang, Banten, Senin (22/11/2021). ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman/rwa.

tirto.id - Ketua Komisi II DPR RI Ahmad Doli Kurnia meminta wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) dari enam tahun menjadi sembilan tahun dalam satu periode tidak dikaitkan dengan kepentingan politik jelang Pemilu 2024.

"Ini yang harus kita hindari, itu yang juga saya khawatirkan. Jangan sampai isu perubahan masa jabatan terkait dengan soal kepentingan menjelang Pemilu 2024," kata Doli di Jakarta, Senin (23/1/2023) dilansir dari Antara.

Doli menepis pula wacana perpanjangan masa jabatan kades lewat revisi UU Desa itu bisa menjadi pintu masuk dari perpanjangan masa jabatan presiden. Menurut Doli, dua isu ini memiliki payung hukum yang berbeda.

"Kalau jabatan presiden, kita bicara soal amendemen UUD 1945. Jadi, saya kira enggak ada kaitannya, jauhlah," kata Doli.

Doli mengatakan para anggota Komisi II DPR RI sejak dilantik pada 2019 lalu telah bertekad ingin melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa).

Komisi II, lanjutnya, juga telah memasukkan revisi UU Desa dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI Periode 2019-2024.

"Kami ngusulinnya sudah lama loh usulan revisi undang-undang itu. Nah, kenapa didesak sudah memasuki tahapan pemilu dan dikaitkan dengan isu perpanjangan? Itu menurut saya harus diluruskan," katanya.

Namun, proses revisi terhadap UU Desa tidak serta merta dapat dilakukan karena harus mencapai kesepakatan dulu dengan pemerintah.

"Jadi, sebetulnya kami menunggu dari Pemerintah kapan kami akan merasa penting perlu membahas revisi undang-undang ini, kalau kami sudah siap," ucapnya.

Dia menjelaskan rencana revisi UU Desa tak lain mengandung nawa cita untuk mempercepat kemajuan pembangunan desa. Untuk itu, revisi terhadap UU Desa tidak bisa dilihat secara pragmatis dengan melakukan perbaikan terhadap pasal tertentu saja.

"Kalau revisi undang-undang enggak bisa kami cuma bisa kami perbaiki [masa jabatan kepala desa] enam jadi sembilan [tahun], itu pasti akan berdampak. Kenapa? Karena kami mau buat undang-undang itu kan bukan hanya untuk kepentingan satu, dua, tiga, tapi untuk kepentingan nasional," jelasnya.

Komisi II juga akan mengkaji secara keseluruhan aspek merevisi UU Desa dengan menggunakan perspektif yang ditujukan bagi kemajuan desa. Ihwal perpanjangan masa jabatan kades hanya salah satu di antaranya, yang akan dilakukan pula kajian terkait efektivitasnya.

"Karena gini, apa pun pasal yang ada di satu undang-undang saling keterkaitan, misal (masa jabatan kades) sembilan tahun kami ubah, pasti akan ada dampaknya," ujar Doli.

Sebelumnya, ratusan kepala desa dari berbagai daerah menggelar unjuk rasa menuntut perpanjangan jabatan dari enam menjadi sembilan tahun di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (17/1).

Mereka menuntut DPR RI segera merevisi UU Desa, salah satunya berkaitan dengan masa jabatan dari 6 tahun menjadi 9 tahun masa jabatan. DPR pun kompak merespons positif tuntutan tersebut dengan berjanji merevisi UU Desa.

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengritik manuver DPR terkait revisi UU Desa. Ia menolak gagasan perubahan masa jabatan kepala desa. Sebab, kata dia, semestinya fokus revisi bukan pada kekuasaan kepala desa, melainkan soal tata kelola desa yang lebih baik.

“Memperpanjang waktu masa jabatan itu selalu merupakan sebuah ancaman karena kekuasaan itu punya kecenderungan korup dan kekhawatiran ini beralasan karena ada dana desa setiap tahun yang digelontorkan ke desa-desa dan itu rasanya satu-satunya alasan para kades ingin menjabat semakin lama,” kata Lucius, Jumat kemarin.

Lucius juga menyoal sambutan DPR. Ia khawatir sambutan cepat anggota dewan hanya sebagai upaya mendapatkan dukungan dari kepala desa di Pemilu 2024. Lucius mengatakan, yang lebih mengkhawatirkan lagi bila para kepala desa akan menjadi kaki tangan parpol demi meraup suara dan bukan demi kepentingan desa.

DPR, kata Lucius, tidak bisa langsung asal mengiyakan karena setiap undang-undang harus melewati pembahasan yang komprehensif demi membangun dan menyejahterakan warga.

“Pembahasan UU di tahun politik akan mudah menjadi ajang transaksi sehingga berpotensi merusak tatanan pemerintahan desa. DPR dan parpol membutuhkan suara, sementara kades butuh perpanjangan masa jabatan,” kata Lucius.

Baca juga artikel terkait MASA JABATAN KEPALA DESA

tirto.id - Politik
Sumber: Antara
Editor: Bayu Septianto