tirto.id - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belum menyepakati definisi terorisme yang akan digunakan dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Tindak Pidana Terorisme.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP Arsul Sani berkata, perdebatan ihwal definisi terorisme masih terjadi karena banyaknya masukan dari berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan elemen umat Islam. Pembahasan ditargetkan rampung sebelum April 2018.
"Ini masukan elemen masyarakat terutama umat islam yang merasa terstigma peristiwa terorisme ini. Target kami 27 April UU ini sudah kita bawa ke rapat paripurna untuk disahkan," kata Arsul di Kantor Imparsial, Jakarta, Kamis (29/3/2018).
Menurut Arsul, pembahasan RUU Terorisme berjalan lambat karena dua alasan. Selain persoalan definisi terorisme, hal lain yang menghambat adalah penyertaan tentara dalam menindak aksi teror.
Politikus PPP itu berkata, panjangnya waktu pembahasan RUU Terorisme juga dipengaruhi faktor sempat tidak satu suaranya pemerintah dalam merumuskan peran TNI.
Saat ini, panitia kerja RUU itu sudah menyepakati peran TNI dalam menindak aksi terorisme. Namun, kesepakatan akan dibahas lagi dalam panitia khusus dan paripurna DPR RI.
Pelibatan TNI dalam memberantas terorisme tertulis dalam Pasal 43 huruf H RUU. Beleid itu menyatakan keterlibatan tentara harus diatur lebih lanjut melalui Peraturan Presiden (Perpres).
"Keputusan politik Presiden itu nanti akan dinormakan dalam bentuk peraturan presiden. Jadi praktis urusan peran TNI selesai," katanya.
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Yandri Daniel Damaledo