tirto.id - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Fraksi Golkar, Zulfikar Arse Sadikin, mengatakan politik uang tetap ada meskipun bupati dan gubernur dipilih DPRD alias tak melalui proses pemilihan kepala daerah (pilkada). Hal ini merespons ide Presiden Prabowo Subianto, yang ingin bupati dan gubernur dipilih langsung oleh DPRD.
“Kalau memang sekarang ada money politics, dipilih DPRD juga ada money politics-nya. Kan, kita sudah pengalaman dengan itu,” kata Zulfikar, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (18/12/2024).
Zulfikar menyinggung UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, Pasal 18 Ayat 4, yang menyebutkan bahwa gubernur, bupati, wali kota, masing-masing sebagai kepala daerah, pemerintahan provinsi, kabupaten, dan kota yang dipilih secara demokratis.
Ia mengatakan dengan dipilih secara demokratis, terdapat dua jalan untuk mewujudkannya. Pertama, dengan menggunakan mandat tunggal, yaitu rakyat memilih wakilnya di lembaga legislatif, baik di tingkat pusat (DPR), provinsi (DPRD Provinsi), maupun kabupaten/kota (DPRD Kabupaten/Kota). Lalu DPRD (lembaga legislatif) itu yang memilih gubernur, bupati, wali kota.
Kedua, mandat terpisah, yaitu, rakyat memilih perwakilannya untuk duduk di lembaga legislatif, termasuk juga memilih kepala daerah, baik di level provinsi maupun kabupaten/kota. Ia mengatakan dari sisi akademik, kedua model tersebut sama-sama memiliki derajat demokratisnya masing-masing.
“Kenapa kita akhirnya menapaki mandat terpisah, memilih (kepala daerah) langsung, karena kita punya pengalaman dengan mandat tunggal, ketika (kepala daerah) dipilih DPRD. Nah, ketika dipilih DPRD itu, pemilihan kepala daerah itu lebih banyak persoalannya itu (lebih terkait) persoalan elit,” kata Zulfikar.
Ia mengatakan dalam pembukaan UUD bahwa yang memiliki kewenangan untuk menentukan pemimpin di daerah masing-masing, ialah rakyat.
“Pemerintahan disusun atas dasar kedaulatan rakyat. Nah, di mana letaknya rakyat itu?” tutur Zulfikar.
Zulfikar mengatakan dengan adanya pemilihan langsung, rakyat memilih sendiri kepala daerah sesuai kehendaknya.
“Semangat kita waktu itu, maka dipilihlah Pilkada langsung ini, dan ternyata memang ada insentif yang kita dapat dengan memilih langsung ini, yaitu insentif psikologis dan sosial. Terbentuk ekosistem demokratis di mana setiap calon kepala daerah, bahkan sebelum pencalonan sampai dia dilantik berusaha betul agar program yang disusun sesuai dengan aspirasi masyarakat,” pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo menyatakan keinginannya agar kepala daerah tak dipilih melalui pemilu. Prabowo semula mengingatkan besarnya anggaran dana yang dihabiskan karena penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) mencapai puluhan triliun.
"Ketua Umum Partai Golkar, salah satu partai besar, tadi menyampaikan perlu ada pemikiran memperbaiki sistem parpol, apalagi ada Mbak Puan [Ketua DPR RI], kawan-kawan dari PDIP, kawan-kawan partai-partai lain, mari kita berpikir, apa sistem ini, berapa puluh triliun habis dalam 1-2 hari, dari negara maupun dari tokoh-tokoh politik masing-masing, ya kan," ucap Prabowo di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis (12/12/2024).
Prabowo lantas menilai kebijakan negara tetangga lebih efisien terkait pemilihan kepala daerah. Sistemnya, yakni DPRD provinsi maupun kota/kabupeten memilih sendiri kepala daerah masing-masing.
"Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien, Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, DPRD itu lah yang milih gubernur, milih bupati. Efisien, enggak keluar duit, efisien," tutur Prabowo.
Penulis: Fransiskus Adryanto Pratama
Editor: Anggun P Situmorang