tirto.id - Anggota Komisi III DPR Taufik Basari meminta perintah untuk melakukan penganggaran secara khusus dalam proses penyelesaian 12 kasus pelanggaran HAM berat. Penganggaran harus tercantum dalam APBN agar pemerintah memiliki program-program tindak lanjut secara sistematis, terukur, realistis dan komprehensif.
Menurut politikus Nasdem itu penyelesaian perkara HAM membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Di antara biaya yang dihabiskan dialokasikan untuk rehabilitasi, kompensasi hingga pembuatan monumen simbol peringatan dan permintaan maaf kepada korban.
"Pemerintah sudah memiliki program-program tindak lanjut secara sistematis, terukur, realistis dan komprehensif," kata Taufik Basari dalam keterangan tertulis pada Jumat (13/1/2023).
Pemerintah berkewajiban mengembalikan hak hidup korban HAM agar bisa kembali seperti semula dalam kondisi normal. Secara ideal, korban harus bisa hidup dengan tenang dan berdampingan dengan masyarakat lainnya.
"Restitusi yakni memulihkan kembali keadaan korban sebisa mungkin mendekati keadaan sebelum peristiwa tersebut terjadi meliputi haknya atas kebebasan dan bebas dari rasa takut, identitas dirinya, perlakuan yang setara dengan warga negara lainnya tanpa diskriminasi, hak atas pendidikan dan sebagainya," jelasnya.
Selain mendorong pemerintah, Taufik Basari juga mendorong korban pelanggaran untuk bersikap aktif dalam proses penanganan ini. Menurutnya bentuk kewajiban negara ini perlu ditagih dan diawasi agar ada langkah-langkah lanjutan yang progresif. Sebisa mungkin dapat dilakukan segera dalam masa pemerintahan Presiden Jokowi hingga berakhir di 2024.
"Karena penuntasan pelanggaran HAM masa lalu telah menjadi janji politik Presiden Jokowi sejak tahun 2014. Upaya yang tersisa berikutnya harus terus ditindaklanjuti ketika nanti pemerintahan berganti pasca 2024," ungkapnya.
Sebagai jaminan atas berlangsungnya penyelesaian kasus 12 pelanggaran HAM berat, selain diawasi secara aktif oleh publik, pemerintah juga harus bersikap transparan. Menurut Taufik Basari, korban dan publik juga memiliki hak untuk tahu akan kebenaran.
"Karena itu dengan pengakuan ini pemerintah harus memastikan pengungkapan fakta atas peristiwa yang terjadi dan menjadikannya sebagai sejarah resmi yang diakui oleh negara," terangnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Fahreza Rizky