Menuju konten utama

DPR Desak Kasus Dimas Kanjeng Ditangani Secara Hukum

Kasus padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi direspon oleh Komisi III DPR. Tanpa menghapus hak para santri beribadah, DPR meminta agar kasus tersebut ditindak sesuai hukum.

DPR Desak Kasus Dimas Kanjeng Ditangani Secara Hukum
Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi di perbatasan Desa Wangkal dan Desa Gadingwetan, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Rabu,(28/9/2016). Padepokan seluas 6 hektar ini terdapat rumah Taat Pribadi, masjid, pendapa, dan kamp tempat tinggal pengikut Taat. [TIRTO/Kontributor/Hari]

tirto.id - Terkait kasus padepokan Dimas Kanjeng milik Taat Pribadi, DPR meminta agar persoalan itu ditindak sesuai mekanisme hukum yang berlaku, demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman. Meski begitu, lanjutnya, penanganan kasus itu diharapkan tidak menghapus hak santri untuk tetap melakukan ibadah.

Sebagaimana diberitakan Antara, Benny menyampaikan hal itu usai menggelar pertemuan Tim kunjungan spesifik Komisi III DPR dengan Ketua Yayasan Dimas Kanjeng, Marwah Daud Ibrahim, di Masjid Padepokan, Probolinggo, Jawa Timur.

“Komisi III DPR meminta aparat penegak hukum untuk melakukan penanganan hukum sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku tanpa menghilangkan hak para santri untuk tetap melakukan meditasi dan mendekatkan diri dengan Yang Maha Kuasa disini," kata Benny lewat keterangan tertulis di Jakarta, Senin (3/10/2016).

Menurut Benny, langkah itu dipilih Komisi III DPR untuk menghormati dan menghargai masyarakat Indonesia yang berada di padepokan tersebut. Sebabnya, lanjut Benny, para pengikut Dimas Kanjeng yang datang ke padepokan itu berasal dari bermacam-macam agama, seperti Islam, Budha, Hindu, Khonghucu, Kristen, bahkan Katolik ada disini.

"Tempat ini diciptakan sedemikian rupa sehingga menjadi tempat yang kondusif bagi para santri untuk lebih mendekatkan diri dengan Yang Maha Penciptanya. Itu sisi positifnya," ungkap Benny.

Benny menambahkan, tak ada rencana paksa pemulangan para santri yang ada di Padepokan, karena hal itu merupakan hak setiap orang dan hak asasi manusia. "Saya tegaskan sekali lagi, apabila ada kriminalisasi, ada penipuan, dan ada masalah hal-hal yang melanggar hukum disini tentu itu menjadi urusan penegak hukum," pungkas politisi asal dapil NTT itu.

Sementara itu Ketua Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng, Marwah Daud Ibrahim mengatakan, kegiatan di Padepokan itu adalah beribadah sesuai dengan agamanya masing-masing, seperti umat Kristiani mereka mengadakan ibadah sendiri-sendiri, begitu juga yang Hindu.

"Sedangkan bagi umat Islam mereka istighosah atau berdoa bersama. Jadi yang diingatkan kepada santri adalah mereka harus mengikuti konstitusi dan mengikuti perintah agama masing-masing," kata Marwah Daud.

Menanggapi adanya praktek penggandaan uang, Marwah mengelaknya. Menurutnya, tidak ada penggandaan uang di padepokan, tetapi pengadaan uang atau mengadakan uang, yaitu dari tidak ada menjadi ada. “Jadi silakan nanti Tim Komisi III DPR RI bertemu dengan Dimas Kanjeng Taat Pribadi untuk membuktikannya di Mapolda Jatim. Saya dan para santri setuju,” tutupnya.

Sebelumnya, Dimas Kanjeng Taat Pribadi telah ditangkap atas indikasi kasus penipuan dengan modus mampu menggandakan uang dengan jumlah korban hingga ribuan orang. Dalam penyidikan kasus tersebut, telah ditetapkan 10 orang tersangka. Selain itu ada empat buronan yang masih dikejar polisi.

Taat Pribadi juga diduga terlibat dalam perencanaan pembunuhan terhadap dua pengikutnya, yakni Abdul Gani dan Ismail. Ia dikabarkan telah memerintahkan anak buahnya bernama Wahyu untuk menghabisi Abdul Gani dan Ismail, karena kedua pengikutnya itu berencana membongkar mengenai cara penggandaan uang yang dilakukan sang guru.

Baca juga artikel terkait KANJENG TAAT PRIBADI atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Hukum
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari