Menuju konten utama

DPD Dorong Regulasi Perlindungan Budaya Lokal

Wakil Ketua DPD RI, Farouk Muhammad mendorong agar setiap daerah mempunyai regulasi yang mengatur perlindungan budaya lokal, seperti bahasa dan kesenian.

DPD Dorong Regulasi Perlindungan Budaya Lokal
Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI mendorong agar setiap daerah mempunyai regulasi yang mengatur perlindungan budaya lokal, seperti bahasa dan kesenian. Karena itu, DPD juga mengajukan rancangan undang-undang (RUU) bahasa dan kesenian daerah yang akan terus diperjuangkan.

Hal tersebut ditegaskan Wakil Ketua DPD RI, Farouk Muhammad, di Semarang, Sabtu (18/3/2017) malam. “Saya dengar di Jawa Tengah sudah memiliki perda seperti itu. Kami dorong daerah lain untuk membuatnya,” ujarnya seperti dikutip Antara.

Seperti diketahui, di Jawa Tengah sudah ada Perda Nomor 9/2012 tentang Bahasa, Sastra, dan Aksara Jawa yang sudah diimplementasikan dalam beberapa kebijakan, seperti penggunaan bahasa Jawa setiap Kamis.

Namun, senator asal Nusa Tenggara Barat (NTB) itu, mengakui belum tentu setiap daerah memiliki perda perlindungan budaya lokal, sehingga pihaknya mendorong agar tiap daerah memiliki regulasi tersebut. Upaya pelestarian budaya lokal, kata Farouk, juga dilakukan DPD dengan mengajukan rancangan undang-undang (RUU) bahasa dan kesenian daerah yang akan terus diperjuangkan.

“Ya, daerah-daerah lain belum tentu punya. Kami harapkan masing-masing anggota DPD bisa mendorong daerahnya, dengan merujuk ke sini [Jawa Tengah]. Kalau perlu, studi banding,” kata Farouk, saat kegiatan publikasi anggota DPD RI asal Jawa Tengah Bambang Sadono melalui kesenian lokal yang digelar di Taman Budaya Raden Saleh (TBRS) Semarang.

Dalam kegiatan itu, kelompok kesenian wayang orang Ngesti Pandowo Semarang tampil membawakan lakon "Kresna Duta" di Gedung Kesenian Ki Narto Sabdo, Kompleks TBRS, Semarang.

Bersamaan dengan itu, dilakukan pula peluncuran dua buku Bambang Sadono berjudul "60 Tahun Bambang Sadono: Menjadi Tua Tetap Berkarya Masih Bergaya" dan "60 Tahun Bambang Sadono: Kenangan Sepanjang Jalan".

Bambang Sadono mengaku sengaja memilih pergelaran wayang orang untuk menyemarakkan peluncuran bukunya karena kesenian lokal itu merupakan salah satu bagian kebudayaan masyarakat Jateng.

“Komitmen saya sebagai orang yang mewakili Jateng. Kenapa wayang orang? Selama ini pementasan wayang orang paling jarang mendapatkan perhatian,” ujarnya.

Padahal, kata dia, Wayang Orang (WO) Ngesti Pandowo pernah diundang tampil di Istana Negara oleh Presiden Soekarno. Namun sekarang kondisi kelompok kesenian itu memprihatinkan. Karena itu, pemerintah harus mengambil peran, terutama Pemerintah Kota Semarang.

Karena kalau tidak, lanjut Bambang, kesenian lokal seperti WO Ngesti Pandowo ini akan kalah seiring perkembangan teknologi dan ekonomi. Apalagi, kata Bambang, kesenian wayang orang bisa menjadi andalan potensi pariwisata Kota Semarang dan orang-orang luar negeri justru tertarik dengan kesenian semacam itu.

Baca juga artikel terkait BUDAYA LOKAL atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Abdul Aziz
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz