tirto.id - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak mencapai Rp1.171,8 triliun hingga Agustus 2022. Kinerja penerimaan pajak yang sangat baik pada periode Januari-Agustus ini dipengaruhi oleh tren peningkatan harga komoditas.
Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo mengatakan, penerimaan pajak pada Agustus juga didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang ekspansif, basis yang rendah pada 2021 akibat pemberian insentif fiskal, dan adanya dampak implementasi Undang-Undang tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
“Jadi tumbuhnya penerimaan pajak sampai dengan Agustus di angka 58,1 persen, capaian Rp1.171 triliun pada waktu target APBN (sesuai Peraturan Presiden Nomor 98/2022) Rp1.485 triliun,” ungkap Suryo pada acara Media Briefing DJP di Jakarta, dikutip Kamis (6/10/2022).
Jika dirinci, total penerimaan pajak tersebut berasal dari Rp661,5 triliun PPh non migas (88,3 persen target), Rp441,6 triliun PPN dan PpnBM (69,1 persen target), Rp55,4 triliun PPh migas (85,6 persen target), dan Rp13,2 triliun PBB dan pajak lainnya (40 persen target).
Sementara itu, seluruh jenis pajak mengalami pertumbuhan neto kumulatif dominan positif. PPh 21 tumbuh 21,4 persen, PPh 22 impor tumbuh 149,2 persen, PPh Orang Pribadi 11,2 persen, PPh Badan tumbuh 131,5 persen, PPh 26 tumbuh 17,2 persen, PPh Final tumbuh 77,1 persen, PPN Dalam Negeri tumbuh 41,2 persen, dan PPN Impor tumbuh 48,9 persen.
Untuk penerimaan sektoral, seluruh sektor utama tumbuh positif ditopang oleh kenaikan harga komoditas, pemulihan ekonomi, serta bauran kebijakan antara lain phasing-out insentif fiskal, pelaksanaan UU HPP, dan kompensasi bahan bakar minyak.
Beberapa sektor dengan kontribusi terbesar yaitu industri pengolahan 29,7 persen tumbuh 49,4 persen, perdagangan 23,7 persen tumbuh 66,3 persen, jasa keuangan dan asuransi 10,9 persen tumbuh 15,2 persen, pertambangan 8,9 persen tumbuh 233,8 persen, dan sektor konstruksi dan real estate 4,1 persen tumbuh 10 persen.
“Kemudian lanjut dengan update UU HPP, beberapa tadi ini adalah bagian dari reform regulasi atau reform kebijakan yang kita letakkan di UU HPP," ujarnya.
Dia menuturkan ada beberapa yang terus menerus menjadi salah satu perluasan basis pajak di 2022. Pertama, PPN Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PMSE). Pelaku usaha PMSE yang sudah ditunjuk sebagai pemungut sebanyak 127 perusahaan dan berhasil mengumpulkan penerimaan PPN sebesar Rp8,17 triliun. Jumlah tersebut berasal dari setoran 2020 Rp730 miliar, setoran 2021 Rp3,9 triliun, dan setoran 2022 Rp3,54 triliun.
Kedua, Pajak Fintech yang mulai berlaku 1 Mei 2022 dan mulai dibayarkan di Juni 2022. PPh 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap (BUT) sebesar Rp74,44 miliar dan PPh 26 yang diterima wajib pajak luar negeri atau BUT sebesar Rp32,81 miliar.
Ketiga, Pajak Kripto yang berlaku mulai 1 Mei 2022 dan dibayarkan di Juni 2022. PPh 22 atas transaksi aset kripto melalui penyelenggara PMSE dalam negeri dan penyetoran sendiri sebesar Rp60,76 miliar dan PPN dalam negeri atas pemungutan oleh nonbendahara sebesar Rp65,99 miliar.
Terakhir, dari dampak penyesuaian tarif PPN mulai 1 April 2022 terdapat penambahan penerimaan PPN sebesar Rp1,96 triliun pada April 2022, Rp5,74 triliun pada Mei 2022, Rp6,25 triliun pada Juni 2022, Rp7,15 triliun pada Juli 2022, dan Rp7,28 triliun pada Agustus 2022.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang