tirto.id - Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Tito Sulistio berharap suku bunga acuan Bank Indonesia (BI 7 Day Reverse Repo Rate/BI7DRRR) tidak naik lagi. Hal ini disampaikannya setelah suku bunga acuan BI meningkat dari 4,5 persen menjadi 4,75 persen pada 30 Mei kemarin.
"Semoga setop dulu jangan naik dulu [lagi]. Kalau dari direktur utama bursa, saya bilang kalau bisa bunga serendah mungkin. Apa pun musuh terbesar dari pada pasar modal adalah bunga," kata Tito di BEI Jakarta pada Kamis (31/5/2018).
Kendati demikian, ia menilai kenaikkan suku bunga acuan BI sudah tepat dengan melihat sentimen ekonomi global yang dipengaruhi oleh kenaikkan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (The Fed).
"Tapi, kalau lihat situasi secara moneter saat ini memang wajar dia menaikkan suku bunga lagi. Menurut saya itu adalah penyesuaian yang tepat," ujar Tito.
Kenaikan suku bunga acuan BI menurutnya sudah diprediksi para pelaku pasar saham, dengan melihat tekanan dari kebijakan bank sentral AS yang menyebabkan dana asing keluar dari pasar keuangan Indonesia dan nilai tukar rupiah tertekan.
"Kan gini ya, menurut saya ini sudah diprediksi karenanya sebagai suatu penyesuaian. Masuk dong [dana] asing. Ini yang diharapkan [dana] asingnya tidak jadi lari karena yield kita jadi naik," ungkapnya.
Sementara itu, Gubernur BI, Perry Warjiyo mengatakan penguatan nilai tukar rupiah menjadi perhatian utama jangka pendek BI dalam menghadapi tantangan ekonomi global. Khususnya karena pengaruh penguatan ekonomi AS dengan beberapa kebijakan ekonomi yang cenderung agresif.
Ia menyebutkan, indikator yang disiapkan untuk menjadi strategi merespons kondisi ekonomi global, salah satunya adalah suku bunga.
"Kebijakan suku bunga secara preventif, frontloading, untuk memperkuat dan menstabilkan nilai tukar rupiah," kata Perry di Kementerian Keuangan Jakarta pada Senin (28/5/2018).
Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, pada Rabu (30/5/2018) menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,25 persen menjadi 4,75 persen. Sebelumnya, pada 17 Mei suku bunga naik 0,25 persen menjadi 4,50 persen.
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Dipna Videlia Putsanra