tirto.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani melontarkan wacana menarik uang senilai Rp13,5 triliun yang sempat disetorkan pemerintah ke Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Hal itu ia sampaikan dalam rapat gabungan bersama Komisi II, IX, XI DPR RI dan kementerian lain ketika BPJS diminta untuk tak dinaikkan oleh anggota dewan.
Sri Mulyani mengatakan BPJS Kesehatan akan terus mengalami defisit jika iuran tak dinaikkan. Tahun 2019 saja pembengkakan defisit diprediksi mencapai Rp32 triliun.
Padahal, kata Sri Mulyani, pemerintah telah menyuntik tambahan modal seperti Rp10 trilliun pada 2018 dan Rp13 triliun di akhir tahun 2019.
“Tidak masalah. Kalau minta Perpres (No. 75 Tahun 2019) batal. Artinya Rp13,5 triliun ini, saya tarik kembali. Ya itu tidak jadi kita bayar karena itu jadi temuan BPK. TNI-Polri kan, sudah naik (iurannya),” ucap Sri Mulyani dalam Rapat Gabungan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (18/2/2020).
Meski demikan, usai rapat gabungan selesai, Sri Mulyani menyebut bahwa pemerintah tak akan menarik dana senilai Rp13,5 triliun yang telah disuntikkan.
Uang senilai Rp13,5 triliun itu bisa disuntik karena pemerintah memberlakukan kenaikan iuran BPJS Kesehatan secara keseluruhan. Entah itu Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang notabene ditanggung pemerintah, Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI-Polri dan peserta mandiri.
Alhasil dengan skema itu, pemerintah bisa menyuntikkan tambahan Rp13,5 triliun karena kenaikannya bisa dilakukan duluan dari peserta mandiri dan PBI. Andaikata DPR RI ingin kenaikan iuran BPJS Kesehatan batal seluruhnya dan Perpres No. 75 tahun 2019 dicabut, maka suntikan dana itu otomatis tidak berlaku karena tidak ada kenaikan yang perlu dibayarkan pemerintah.
“Tidak, tidak. Salah itu. Itu kesimpulan salah. Kita sudah mentransfer Rp13,5 triliun tadi 2019 untuk membayar kenaikan PBI dan TNI-Polri dan ASN. Ya udah enggak akan narik,” ucap Sri Mulyani.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Hendra Friana