tirto.id - Beberapa jam sebelum dideklarasikan menjadi bakal capres oleh Partai Nasdem dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Surabaya, Jawa Timur pada Sabtu (2/9/2023), Anies Baswedan menyempatkan diri ke Tasikmalaya, Jawa Barat.
Di sana, Anies menemui kader dan sejumlah petinggi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang telah menunggunya dalam acara jalan sehat bersama masyarakat.
Anies terlihat berusaha menjaga hubungannya dengan PKS, terutama dengan kader-kader PKS. Hal ini sebagai dampak dari Anies Baswedan yang secara tiba-tiba memilih Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar sebagai cawapresnya dan langsung menggelar deklarasi di Surabaya.
Sehari usai deklarasi, Anies juga membersamai kader PKS di Deli Serdang, Sumatera Utara pada Minggu (3/9/2023). Anies mengklaim ada banyak orang yang hadir dalam acara tersebut, tidak hanya mereka yang berasal dari PKS, namun juga masyarakat umum lainnya. Hal ini merespons tidak hadirnya PKS dalam deklarasi Anies-Muhaimin jadi pasangan capres-cawapres di Surabaya. Padahal, PKS tergabung dalam Koalisi Perubahan untuk Persatuan yang mendukung Anies jadi capres 2024.
Eks Gubernur DKI Jakarta itu mengklaim masyarakat yang hadir menginginkan perubahan dengan menyatakan dukungan capres kepada dirinya.
"Kita ingin perubahan yang terjangkau untuk semuanya. Kita bersiaga hari ini karena kita sedang memperjuangkan kemenangan," kata Anies di Deli Serdang, Minggu (3/9/2023) dalam keterangannya.
Di Deli Serdang, Anies juga menyinggung soal tambahan dukungan dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), meski Partai Demokrat mencabut dukungan dan keluar dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan.
Anies pun berharap dengan lepasnya Demokrat dari Koalisi Perubahan, PKS beserta kadernya tetap solid dalam satu gerbong dukungan.
"Kita hormati pihak yang tidak memilih bersama, tapi kita sambut yang memilih bersama dengan kita," ujar Anies.
PKS dan PKB Beda Konstituen
Meski Anies tetap terlihat akrab dengan PKS, bukan berarti partai yang dipimpin Ahmad Syaikhu ini langsung menyetujui Anies yang telah dideklarasikan berpasangan dengan Muhaimin Iskandar.
Juru Bicara PKS Ahmad Mabruri menjelaskan penetapan Anies Baswedan sebagai capres akan kembali dibicarakan dalam Musyawarah Majelis Syuro sebagai forum tertinggi di internal PKS.
Mabruri mengungkapkan Musyawarah Majelis Syuro PKS perlu kembali membahas cawapres Anies Baswedan yang tiba-tiba berpasangan dengan Cak Imin.
Masuknya PKB dan dipilihnya Cak Imin jadi cawapres Anies, kata Mabruri memicu adanya dinamika di internal PKS. Dia tak menampik bila ada opsi dukungan ke capres lain, namun dinamika tersebut akan disampaikan dalam forum Majelis Syuro yang belum dipastikan kapan pelaksanaannya.
"Dinamikanya nanti terjadi di saat musyawarah Majelis Syuro," terangnya.
Walaupun terdapat dinamika, namun nama Anies sebagai capres tetap mendominasi di antara para kader PKS. Meskipun, harus berduet dengan PKB yang secara konstituen berbeda dengan PKS. PKB dekat dengan muslim tradisional, sementara PKS dekat dengan muslim reformis perkotaan.
"Mudah-mudahan dengan duet Anies-Muhaimin malah jadi cair, akur dan guyub," kata Mabruri.
Komunikasi PKS dengan PKB Cair meski Beda Konstituen
Di sisi lain, Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini mengatakan komunikasi partainya dengan PKB selama ini berlangsung dengan terbuka dan cair. Dia menyebut sejumlah pertemuan telah dilakukan dalam sejumlah kesempatan, jauh sebelum Muhaimin dideklarasikan menjadi cawapres Anies.
"Sebelumnya kita sudah datang buka puasa di kantornya PKB sudah pernah dulu. Tapi kalau mengambil keputusan ini kan perlu silaturahmi kebangsaan," kata Jazuli di Gedung DPR RI pada Senin (4/9/2023).
Ketua DPP PKB Dita Indah Sari mengungkapkan bahwa pihaknya akan menghampiri DPP PKS, setelah pelaksanaan deklarasi Anies dan Muhaimin. Namun, dirinya belum bisa memastikan pelaksanaan kunjungan tersebut. Dita menyebut pihaknya masih menata internal untuk konsolidasi dukungan.
"Nanti kita lihat bagaimana perkembangan. Ini baru saja deklarasi, kita tarik napas sebentar. Toto-toto (menata) internal sebentar," ungkap Dita saat dihubungi Tirto, Senin (4/9/2023).
Dita menyebut koalisi dengan PKS bukan hal yang sulit bagi PKB. Pasalnya masa lalu PKB dan PKS pernah berada dalam satu gerbong koalisi di era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Secara historis zaman SBY kita juga pernah berkoalisi dengan PKS dalam pemerintahan SBY. Jadi bukan hal baru," terangnya.
Tantangan Anies Menyatukan Basis Massa PKS & PKB
Pengamat politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Wasisto Raharjo Jati meyakini PKS tidak akan berpaling dari Anies Baswedan sebagai capres di Pilpres 2024. Wasisto menyebut Anies tetap menjadi representasi poros Islam yang dekat dengan konstituen dan kelompok pendukung PKS.
"Proyeksi Anies sebagai bacapres dari poros Islam untuk bisa berkompetisi dengan Ganjar Pranowo maupun Prabowo Subianto yang berasal dari poros nasionalis," kata Wasisto saat dihubungi Tirto pada Senin (4/9/2023).
Sebagai partai ideologis, PKS juga dinilai tetap memperhitungkan segi biaya dan anggaran apabila harus beralih dukungan dari Anies. Mengingat dukungan PKS kepada Anies telah berlangsung sejak Februari 2023.
"Saya pikir PKS masih tetap akan melanjutkan proses koalisi dengan Anies daripada harus beralih ke lain koalisi karena mengeluarkan biaya, pikiran, dan tenaga politik yang besar bagi proses pencapresan Anies sejak deklarasi Februari 2023," ujarnya.
Wasisto meyakini Anies Baswedan akan menerima beban berat untuk menyatukan dua poros konstituen PKS dan PKB untuk menjadi satu dukungan yang solid. Apabila merujuk pada perhelatan Pemilu sebelumnya, kelompok PKS dan PKB selalu berada di kubu berseberangan.
Mengutip survei SMRC pada Kamis, 13 Juli 2023, sebanyak 41 persen pemilih PKB memilih Ganjar, 27 persen memilih Prabowo dan hanya 23 persen pemilih PKB yang memilih Anies.
"Tantangan utama tentu datang dari upaya menyatukan friksi islam modernis dan tradisionalis dalam aspirasi politik yang selama ini berada dalam kubu berseberangan. Kesempatan yang bisa diambil tentu potensi merengkuh suara besar pemilih muslim dari kedua basis pemilih PKB dan PKS yang bisa mendongkrak elektabilitas Anies Baswedan," jelasnya.
Mengenai efek ekor jas, Wasisto beranggapan PKS tidak terlalu diuntungkan dengan koalisi Anies-Muhaimin. Dia percaya kader PKS cukup militan untuk diandalkan menjadi pengerek suara di akar rumput untuk berkompetisi di Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024.
"Saya pikir PKS lebih mengandalkan militansi dan loyalitas para kadernya di akar rumput daripada berharap efek ekor jas," terangnya.
Hal senada juga disampaikan oleh Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno. Dia meyakini PKS tidak akan keluar dari barisan pendukung Anies Baswedan. Adapun kondisi saat ini, PKS masih dalam keadaan galau karena kaget deklarasi Anies-Muhaimin yang dianggap terlampau cepat.
"Basis pemilih PKB dan PKS cenderung berjauhan bahkan bermusuhan. Hal itulah yang menjelaskan mengapa DPP PKS tidak ada yang hadir dalam deklarasi Anies-Muhaimin di Surabaya. PKS merasa gamang dan galau tidak bisa melepas Anies, namun di satu sisi belum bisa bergabung bersama PKB," kata Adi Prayitno kepada Tirto, Senin (4/9/2023).
Penulis: Irfan Amin
Editor: Bayu Septianto